bc

Mencari Cinta Sejati

book_age18+
1.0K
FOLLOW
14.2K
READ
possessive
family
second chance
student
drama
sweet
bxg
mystery
city
highschool
like
intro-logo
Blurb

Anna baru sadar kalau ia tidak mencintai Eishi dan ternyata lebih mencintai Juan. Anna baru menyadari perasaannya ketika ia kehilangan Juan, lebih tepatnya ketika Juan pergi meninggalkannya.

Lalu bagaimana akhir dari kisah asmara Anna, akankah Anna memperjuangkan cintanya pada Juan atau memilih untuk kembali mengubur perasaannya ketika tahu kalau Juan akan bertunangan dengan perempuan pilihan orang tuanya.

chap-preview
Free preview
01 - Penyesalan Anna.
Anton, Sein, serta kedua anak kembarnya yang bernama Crisstian dan Crisstina baru saja selesai menikmati sarapan. Hari ini adalah hari minggu, jadi Anton tidak pergi bekerja, begitu juga dengan Anna. Begitu sarapan selesai, Anton pergi ke halaman belakang. Anton tentu saja tidak pergi sendiri, tapi bersama dengan kedua anak kembarnya. Justru sebenarnya Crisstian dan Crisstinalah yang mengajak Anton untuk pergi ke halaman belakang. Sein masih berada di ruang makan, sedang menyiapkan makanan untuk Anna. Anton sudah tahu kalau Anna sedang sakit. Nanti setelah menemani si kembar, Anton berniat untuk menjenguk Anna. Crisstian dan Crisstina sedang memberi makan ikan-ikan yang berada di kolam, sementara Anton sedang duduk di kursi goyang sambil membaca koran. Anton tidak terlalu fokus membaca koran, karena sesekali ia melihat si kembar. Anton takut kalau Crisstian dan Crisstina masuk ke dalam kolam ikan, berakhir dengan basah-basahan. Crisstian menghampiri Anton, memberi tahu sang Daddy kalau ia akan pergi untuk mengambil mainannya. Anton memberi Crisstian izin untuk pergi mengambil mainan, jadi Crisstian langsung pergi berlari mengambil mainannya. Sekarang hanya ada Anton dan Crisstina. Crisstina masih sibuk memberi makan ikan-ikan, dan anak itu begitu sangat antusias. Anton tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya begitu melihat betapa bahagia dan antusianya Crisstina ketika memberi makan ikan-ikan tersebut. Crisstian sudah sampai di ruang tempat di mana mainannya berada. Setelah mengambil mainannya, Crisstian tidak langsung kembali ke halaman belakang, di mana Anton dan Crisstina berada, tapi Cristian pergi menuju kamar Kakaknya, Anna. Anna terus menatap layar ponselnya, bahkan saking terlalu fokus pada layar ponselnya, Anna sampai tidak mendengar ketika adiknya meminta izin untuk memasuki kamarnya, dan menerobos memasuki kamar. Crisstian sudah memanggil Anna sebanyak 3 kali, dan tak ada satupun panggilan dari Crisstian yang mendapat respon dari Kakaknya tersebut. Oleh karena itulah, Crisstian memutuskan untuk memasuki kamar Kakaknya. Awalnya Crisstian berpikir kalau Anna masih tidur, jadi Anna tidak menjawab panggilannya, tapi ternyata begitu memasuki kamar Anna, Crisstian melihat Anna sedang duduk. Crisstian jadi bertanya-tanya, kenapa tadi Anna tidak menanggapi panggilannya? Crisstian menghampiri Anna yang sejak tadi terus menatap layar ponselnya. Crisstian jadi penasaran, sebenarnya apa sih yang sedang sang Kakak lihat di ponselnya tersebut? Sampai-sampai Anna tidak mendengar panggilannya. "Kak!" Crisstian kembali memanggil sang Kakak, kali ini dengan intonasi suara yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Anna tersadar dari lamunannya, dan langsung mematikan layar ponselnya sebelum akhirnya menolehkan kepalanya ke samping kanan, di mana sang adik berada. "Kenapa Criss?" tanyanya sambil tersenyum simpul. "Apa yang sedang Kakak lihat? Kok Criss panggil Kakak, Kakaknya enggak nyahut?" Sang adik menatap sang Kakak dengan raut wajah bingung sekaligus penasaran. "Maaf ya Criss, Kakak tidak bermaksud seperti itu," lirih Anna sambil mengusap lembut kepala sang adik. Anna merasa bersalah karena sudah mengabaikan adiknya. "It's ok, Kak, tidak apa-apa." Crisstian menyahut dengan senyum mengembang. "Jadi, ada apa, Sayang?" Anna menepuk sofa kosong di sampingnya, meminta agar Crisstian duduk dan tidak terus berdiri. "Tidak ada apa-apa, Criss hanya ingin melihat Kakak." Crisstian duduk di samping Anna dengan kedua tangan yang terus memainkan mainan robot yang dibawanya. Anna tersenyum, dan seketika merasa lega begitu mendengar jawaban Crisstian. Tadi Anna sempat berpikir kalau Crisstian datang atas perintah dari Sein, tapi ternyata tidak. "Oh iya, kenapa tadi Kakak tidak ikut sarapan bersama?" Pagi ini, Anna memang tidak ikut sarapan bersama dengan orang tua dan juga kedua adik kembarnya karena Anna sedang merasa tidak enak badan. Tadi pagi Anna merasa kepalanya sangat pusing, dan tubuhnya juga sempat demam tinggi. Tadi pagi ketika Anna tidak terlihat di ruang makan, Sein bergegas menyusul Anna untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada sang putri. Kenapa Anna tidak turun untuk sarapan bersama? Saat Sein sampai di kamar Anna, Sein melihat Anna yang masih berbaring di tempat tidur. Saat itu juga Sein berpikir kalau Anna pasti sedang sakit, mengingat Anna yang belum juga bangun. Padahal biasanya Anna sudah bangun, berkumpul di ruang makan bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Dugaan Sein ternyata benar, Anna sedang sakit, karena itulah Sein meminta agar Anna tetap berada di kamarnya, tidak usah ikut sarapan karena Sein sendirilah yang akan membawa sarapan Anna ke kamar. Sepertinya Sein tidak memberi tahu Crisstian kalau Anna sedang sakit, karena itulah Crisstian bertanya, kenapa Anna tidak ikut sarapan? "Kakak sedang tidak enak badan, kepala Kakak juga pusing, karena itulah Kakak enggak ikut sarapan." Anna akhirnya memberi penjelasan kenapa dirinya tidak ikut sarapan bersama. "Oh, Kakak sedang sakit. Orang sakit itu harus banyak istirahat, agar cepat sembuh. Jadi Criss pergi ya, dan Kakak harus istirahat agar sembuh." "Iya, Kakak akan istirahat agar Kakak cepat sembuh " Setelah itu Crisstian memutuskan untuk ke luar dari kamar Anna. Crisstian tidak mau mengganggu Anna lalu meminta Anna beristirahat, agar Anna bisa kembali pulih seperti sedia kala. Setelah memastikan kalau Crisstian benar-benar pergi, Anna beranjak dari duduknya. Wanita itu berjalan menuju balkon kamarnya, di mana pintu penghubung antara balkon dan juga kamarnya sudah terbuka sejak tadi. Begitu sampai di balkon kamar, Anna bisa melihat betapa luasnya lapangan golf yang ada di hadapannya. Pemandangan yang tersaji di hadapannya sangat indah, luar biasa indah. Kedua tangan Anna memegang pinggiran pagar besi balkon dengan erat. Ia mendongak dengan mata yang terpejam, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Sejuk, itulah yang Anna rasakan, dan saat itu juga Anna merasa tenang. Tapi perasaan tenang Anna tidak bertahan lama, karena saat matanya terpejam, bayang-bayang dari sosok pria yang selama bertahun-tahun ini mengisi relung hati serta pikirannya kembali muncul. "Kak, bagaimana kabar kamu di sana?" gumam Anna lirih. Selang beberapa detik kemudian, Anna tertawa, menertawakan dirinya sendiri, lebih tepatnya mentertawakan kebodohannya sendiri. Seharusnya ia tidak perlu bertanya tentang bagaimana kabar pria itu, karena pria itu pasti dalam baik-baik saja, berbanding terbalik dengan dirinya yang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Sejak Juan pergi meninggalkannya tanpa tanpa pamit, Anna tidak baik-baik saja. Fisiknya memang terlihat baik-baik saja, tapi tidak dengan hatinya. "Kak, semoga kamu bahagia dengan dia yang saat ini mendampingi kamu," ucap Anna dengan senyum sendu. Anna kembali membuka matanya yang kini sudah memerah. Air mata sudah menggenang di setiap pelupuk matanya, siap untuk mengalir membasahi wajahnya. "Maafkan Anna ya, Kak. Maaf karena dulu Anna tidak menyadari perasaan Anna terhadap Kakak. Maaf karena Anna terlambat menyadari perasaan cinta Anna sama Kakak, maaf karena sudah membuat Kakak merasa kecewa dan juga terluka," lirihnya dengan air mata yang kini sudah mengalir deras membasahi wajahnya. Anna menyeka air mata yang sudah membasahi wajahnya, tapi air matanya malah semakin mengalir dengan deras. Padahal ia ingin agar air matanya berhenti mengalir. "Sekarang Anna hanya bisa berdoa, semoga acara pertunangan Kakak berjalan dengan lancar, maaf karena mungkin Anna tidak akan bisa datang memenuhi undangan Kakak." Anna tidak akan menghadiri acara pertunangan Juan dengan Bella, karena Anna tidak sekuat itu. Anna tidak akan sanggup untuk melihat Juan dan Bela bersanding, lalu saling bertukar cincin. "Tolong doakan Anna ya, Kak, agar Anna bisa melupakan Kakak, sekaligus bisa mencari pria pengganti Kakak. Tapi ketahuilah Kak, kalau Anna sangat mencintai Kakak," lanjutnya dengan air mata yang semakin mengalir deras. Andai saja waktu bisa di putar, maka Anna akan memutarnya, kemudian memperbaiki kesalahannya di masa lalu. Tapi sayangnya, waktu tak bisa lagi berputar. Sekarang Anna hanya bisa menyesali perbuatannya di masa lalu. Saat ini, hanya ada kata seandainya, dan seandainya Anna menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya, lalu ia pun berjongkok tat kala merasa kedua kakinya lemas tak bertenaga. Anna terus menerus menangis, menyesali apa yang sudah terjadi di masa lalunya. Tanpa Anna sadari, pintu kamarnya terbuka dan orang yang baru saja memasuki kamar Anna adalah Sein, wanita yang sudah melahirkannya. Seperti yang Sein katakan sebelumnya, setelah sarapan bersama anggota keluarga yang lainnya selesai, maka Sein akan membawakan sarapan untuk Anna dan wanita itu akan menyuapi sang putri. "Anna," gumam Sein dengan raut wajah terkejut ketika melihat sang putri yang sedang menangis di balkon kamar dengan posisi berjongkok. Sein segera meletakkan nampan yang ia bawa di meja, lalu bergegas menghampiri Anna yang sepertinya belum juga menyadari kehadiran dirinya. Sein berjongkok tepat di samping Anna, lalu membawa sang putri masuk dalam pelukannya. Sein memeluk erat tubuh Anna dan Sein sudah bisa menduga apa alasan putrinya tersebut menangis. Tangis Anna begitu menyayat hati Sein, membuat mata wanita itu kini sudah memerah, di iringi dengan air mata yang menggenang di setiap pelupuk matanya. "Sa-sakit Mom, rasanya sakit banget," lirih Anna di tengah isak tangisnya yang semakin menjadi. Anna sudah tidak peduli lagi kalau akan ada orang yang mendengar tangisannya, ia hanya ingin meluapkan rasa sakit yang sejak dulu ia rasakan, dan puncaknya adalah beberapa hari belakangan ini. Sein tak kuasa untuk menahan tangisnya begitu mendengar sekaligus melihat putri yang kini menangis meraung dalam pelukannya. Sein yakin kalau undangan yang Juan kirimkanlah yang kembali membuat putrinya ini menangis. Kemarin sore ada undangan yang di kirim ke rumahnya dan undangan itu di tunjukkan untuk Anna. Ternyata itu adalah undangan dari Juan, dan itu adalah undangan pertunangan pria itu dengan kekasihnya yang bernama Bella. Saat membaca undangan tersebut, Anna jelas sangat shock, tapi itu tak bertahan lama karena setelah membaca undangan tersebut, Anna kembali bersikap seperti biasanya. Sikap Anna yang biasa-biasa saja sesaat setelah membaca undangan yang Juan kirimkan, membuat Sein semakin yakin kalau Anna sudah melupakan Juan, karena selama beberapa tahun belakangan ini, Anna sudah tidak lagi terlihat sedih ataupun murung. Tidak seperti pertama kali saat Juan pergi, Anna sangat kacau. Tapi apa yang terjadi hari ini membuat Sein yakin kalau dugaannya tentang Anna yang ternyata sudah melupakan Juan itu salah besar. Selama ini, Anna tidak baik-baik saja dan anaknya ini mencoba untuk tetap terlihat baik-baik saja, baik itu di hadapannya ataupun di hadapan keluarganya yang lain. Anna bersikap seperti itu pasti karena tidak ingin membuat keluarganya cemas, terutama dirinya. "Maafkan Mommy, ya sayang, maaf." Sein merasa bersalah karena selama ini ia sudah menganggap kalau Anna baik-baik saja, padahal pada kenyataannya sang putri tidak baik-baik saja. Putrinya itu begitu menderita dan bodohnya ia karena tidak menyadari hal itu. Ya Tuhan, sekarang apa yang harus ia lakukan? Ini sudah bertahun-tahun sejak Juan pergi, tapi sejak saat itu juga Anna belum bisa melupakan sosok Juan. "Sa-sakit, Mom, rasanya sakit banget," lirih Anna di tengah isak tangisnya yang semakin menjadi. Sein mengangguk, dan semakin erat memeluk Anna. Sein bukan hanya memeluk Anna, tapi juga terus mengecup sekaligus mengusap punggung Anna. Sein berharap kalau sentuhan yang ia berikan bisa membuat perasaan Anna sedikit lebih tenang. 30 menit sudah berlalu sejak Anna menangis dalam pelukan Sein. Saat ini, posisi Sein dan Anna masih sama seperti sebelumnya, duduk di lantai dengan posisi saling berpelukan. Anna sudah tidak lagi menangis, begitupun dengan Sein. Anna bukan hanya sudah berhenti menangis, tapi sudah tidak lagi terdengar isak tangisnya. "Sayang, kita pindah yuk ke tempat tidur," bisik Sein penuh kelembutan. Tidak ada tanggapan dari Anna. Sein menunduk agar bisa melihat dengan jelas wajah Anna. Sein menghela nafas lega saat melihat kedua mata Anna sudah terpejam, itu artinya Anna sudah tertidur. Sein ingin sekali berdiri, lalu membawa Anna pindah ke tempat tidur, tapi ia takut kalau pergerakan yang ia lakukan malah akan membuat Anna terbangun. "Sekarang, apa yang harus ia lakukan?" gumam Sein kebingungan. Anton merasa panik ketika tahu kalau sang istri tidak kunjung keluar dari kamar Anna, karena itulah ia segera pergi menuju kamar Anna untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Anton segera memasuki kamar Anna begitu ia melihat pintu kamar dalam keadaan terbuka. Anton sempat panik saat tidak melihat Sein dan Anna di kamar, tapi rasa panik itu tidak bertahan lama ketika ia melihat pintu balkon terbuka. Sein menoleh begitu mendengar suara langkah kaki mendekat. Sein memberi isyarat pada sang suami agar memelankan langkahnya dan tidak berisik. Anton sangat terkejut saat melihat Sein dan Anna berada di balkon dengan posisi duduk di lantai dan saling berpelukan. Saat ini Anton sudah berada di samping Sein. Pria yang sudah tidak lagi muda itu semakin terkejut saat melihat wajah istri dan sang putri yang sama-sama basah oleh air mata. "Anna kenapa, Sayang? Dan kenapa kalian berdua menangis?" tanya Anton cemas, sekaligus panik. "Nanti Mommy jelaskan, sekarang tolong pindahin Anna dulu, Dad. Kaki dan tangan Mommy sudah pegal." Anton mengangguk, lalu menggendong sang putri ala brydal style, kemudian membaringkan Anna di tempat tidur. Sein menyelimuti Anna, tak lupa untuk mengatur suhu kamar agar tidak terlalu dingin. Setelah memastikan kalau Anna tidak akan terbangun, Anton dan Sein keluar dari kamar. Anton memutuskan untuk membawa sang istri ke kamar. Saat ini keduanya sudah duduk di sofa dengan posisi saling berpelukan. "Anna, Dad," lirih Sein dengan air mata yang kini mengalir deras membasahi wajahnya. "Kenapa? Ada apa dengan Anna?" Anton menyahut lirih. "Ju-juan," lirih Sein di sela isak tangisnya. Jawaban yang Sein berikan sudah lebih dari cukup untuk membuat Anton tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sang putri. Juan, lagi-lagi karena pria itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook