PROLOG

935 Words
Berdosakah aku karena bahagia saat melihat mayat kakakku? ~Romeo Andra Pangestu~ "Kamu jadi pergi hari ini?" Damta memeluk tubuh kekar pria yang beberapa jam lalu, mengikat janji suci dengan dirinya di altar pernikahan. Namun kebahagiaan yang ia rasakan, harus lenyap saat tahu suaminya mendapat tugas dari Negara, untuk melindungi Negara karena pekerjaan suaminya yang merupakan Tentara Nasional Indonesia. "Aku hanya pergi beberapa hari kok Damta, aku pasti akan pulang secepat mungkin... Karena aku pasti akan sangat merindukan istriku ini." Azam Fandra Pangestu atau di sapa Azam, mencium punggung tangan Damta lalu berbalik dan tersenyum pada Damta, istrinya. Meskipun kecewa karena malam pertama yang seharusnya dipenuhi dengan gairah, berubah menjadi perpisahan namun Damta berusaha tetap tersenyum. "Baiklah, tapi kau harus janji bahwa kau tak akan lama perginya," ucap Damta dengan jarinya yang memainkan kancing piyama Azam. Azam mencegah jari Damta yang hendak membuka kancing piyamanya, lalu menggeleng membuat Damta mendengus tak suka. "Kita akan melalukannya saat aku kembali, aku tak ingin setelah kita melakukan malam pertama lalu kita pergi." "Kalau begitu jangan pergi, tetap bersamaku dan kita melakukan malam pertama." Azam tersenyum geli melihat sifat manja istrinya, lalu mengusap rambut panjang Damta dengan lembut, membuat Damta kembali tersenyum. "Ini adalah kewajibanku, sebagai Tentara. Negara ini membutuhkanku." "Masih banyak Tentara lain, lalu kenapa kau yang ditunjuk?" "Karena aku adalah panglima, tolong mengertilah Damta. Kau tahu aku pun berat, untuk pergi meninggalkanmu namun aku tak bisa melupakan kewajiban dan tugasku." "Baiklah, pergi saja!" Damta berbalik badan, karena kesal dengan penolakan Azam. Namun tubuhnya hanya diam saat Azam memeluknya dari belakang dan mencium pipinya. "Jangan marah, aku janji kita hanya berpisah beberapa hari saja." Damta menggeleng tidak percaya melihat mayat pria, dengan tubuh putih pucat, bahkan untuk bernafas saja rasanya Damta sangat sulit. Azam Fandra Pangestu. Damta melangkah mundur, menutup mulutnya dan menangis tak kuasa menerima kenyataan pahit di depannya ini, suaminya dinyatakan meninggal karena tertembak oleh teroris Negara, namun perjuangan suaminya tak sia-sia karena teroris yang sudah meresahkan warga dan membunuh banyak korban tak bersalah, sudah mati di tempat. Tapi buat apa teroris itu mati? Jika suami yang ia cintai pun sudah tidak ada lagi. "TIDAK! I... ITU TIDAK MUNGKIN AZAM!" Damta menatap tajam satu-persatu anggota TNI dan beberapa aparat pemerintah yang mengantar jenazah suaminya dan ingin mengucapkan berbela sungkawa. "SUAMIKU MASIH HIDUP, IA TAK MUNGKIN MENINGGALKANKU!" Tidak ada yang berani membalas tatapan terluka dari seorang istri, yang kehilangan sosok suaminya. Semua kepala tertunduk, namun berbeda dengan Romeo yang balas menatap Damta. "Ro... Romeo, katakan ma... Mayat itu bukan kakakmu kan? Katakan pada mereka semua, mereka itu PEMBOGONG!" Ingin sekali Romeo merengkuh tubuh ringkih Damta, air mata mengalir deras di pipi Damta saat Romeo hanya diam menatapnya datar, seakan kematian Azam memang nyata. "ROMEO BICARA!" "Apa kau juga percaya bahwa mayat itu adalah Azam hah?!" "Ka... Kau bukan seperti Romeo yang kukenal, Azam masih hidup dan aku tak akan percaya kebohongan kalian!" Meskipun sedari tadi Damta berteriak, namun siapa pun yang mendengar suara teriakannya akan tahu ada kesakitan dan kesedihan di setiap ucapannya. Damta berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa mayat itu hanya seseorang yang mirip dengan Azam. Bukankah di Dunia ini kita memiliki 7 kembaran tak sedarah? Namun tetap saja ada secuil perasaan percaya bahwa ini adalah mayat suaminya, hati kecilnya mengatakan hal itu, hatinya merasakan sakit dan perih saat pertama kali ia melihat mayat itu. "Kalian jahat, Azam kembalilah, buktikan pada mereka bahwa kau tak akan pernah meninggalkanku hiks hiks." Tubuh Damta jatuh dan dirinya hanya bisa duduk di lantai menatap nanar mayat di depannya, kenapa Tuhan sejahat ini pada dirinya, ia dan Azam baru menikah 5 hari yang lalu namun harus dipisahkan oleh kematian. Sudah cukup, Romeo tak bisa melihat Damta yang terus menolak fakta yang ada di depannya ini. Azam sudah meninggal, namun Damta malah terus berteriak tak menerima kenyataan ini. Romeo tahu Damta hanya tak mampu menerima kenyataan Azam meninggal, namun setidaknya Damta harusnya memeluk jenazah Azam untuk terakhir kalinya. "Kau ingin membawaku ke mana?" tanya Damta menatap bingung Romeo yang menarik tangannya kasar. Sedangkan Romeo hanya diam tak menjawab. "Romeo lepaskan tanganku! Aku tak mau berdekatan dengan mayat itu Romeo!" Damta meronta, berusaha melepaskan pegangan tangan Romeo di lengannya. Tetapi Romeo tak memperdulikan teriakan dan rontaan Damta, lalu dengan kasar Romeo menarik Damta untuk duduk di sebelah mayat Azam. "Ini suamimu Damta Pangestu! Lihat cincin pernikahan di jari manisnya, aku tahu kau sedih atas kematian Azam, namun kurasa kesedihanmu itu tidak mungkin membunuh perasaanmu pada Azam. Kau sendiri yang tahu apa yang kau rasakan saat bersama mayat ini!" teriak Romeo sedangkan Damta hanya menangis menatap wajah pucat Azam. Semua orang tetap diam tak berani berkata apa pun, walaupun mereka kasihan pada Damta yang malah dibentak oleh adik iparnya. "A... Azam, apa benar i... Ini kau?" tanya Damta dengan terbata-bata, tangan Damta terulur menyentuh wajah pucat Azam lalu memeluk erat mayat Azam, mendekap Azam dalam kehangatan berharap Azam akan bangun dan hidup walaupun itu tak mungkin. Romeo mengalihkan wajahnya ke arah lain, hatinya tak kuat melihat Damta, wanita yang ia cintai memeluk pria lain walaupun sebenarnya pria itu memiliki hak atas Damta. Damta hanya bisa terisak, memeluk mayat suaminya dan berharap bahwa ini hanya mimpi buruk lalu ia terbangun dan Azam berada di sampingnya. Tak kuat menerima kenyataan di depannya, Damta tiba-tiba pingsan di atas mayat suaminya. Orang-orang yang sedari menonton pun, mulai mengelilingi Damta. Romeo langsung menggendong Damta dan menatap sendu pipi Damta yang terdapat jejak air mata. "Maafkan aku yang terlalu kasar padamu, karena hanya tak mampu melihatmu menangisi pria lain di depanku meskipun itu menangisi mayat suamimu sendiri, yaitu kakak kandungku," bisik Romeo di telinga Damta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD