09 - Menjadi Miliknya

2156 Words
Warning!!! 21+ Mature content, violence, s*x scene ⚠️ *** Christian memojokkan Aurora hingga punggung gadis itu membentur kulkas. Aurora tidak bisa kabur apalagi saat Christian menarik pinggangnya untuk lagi-lagi mendekat mengikis jarak di antara mereka. “Look at me, Aurora!” titah Christian. Aurora menangis dalam diam. Ia menggeleng tidak mau menuruti permintaan Christian. “Aurora!” tekan Christian. Dengan sisa keberanian, Aurora menatap Christian. “Menginaplah di sini, Aurora. Habiskan malam bersamaku di sini.” “Tidak bisa.” “Kali ini kenapa tidak bisa? Alasanmu apa?” “Ma- mama akan cari aku. Aku harus pulang sebelum jam sembilan malam.” “Aku tidak akan puas dengan sekali permainan, aku tahu itu. Dan aku pasti tahu kau akan mengatakan hal ini. Jadi aku merencanakan hal ini semalam.” Aurora menatap kedua mata Christian dengan dua mata basahnya. “Aku mau pulang,” rengek Aurora. Christian melihat jam di tangannya, menunjukkan pukul enam sore. Ia tersenyum puas, kemudian kembali menatap Aurora. “Ibumu mungkin sudah berada di pesawatnya. Ia akan ke California untuk perjalanan bisnis selama beberapa hari.” “Uhh? Bagaimana mungkin? Mama nggak ada bilang mau perjalanan bisnis.” “Mendadak, Aurora. Kau tidak percaya? Coba kau cek ponselmu.” “Nggak mungkin.” “Kau cek saja sendiri jika tidak percaya.” Aurora mengambil ponselnya di saku jaket yang ia kenakan. Dengan jari-jari gemetarnya, Aurora membuka pesan. Benar saja, mamanya mengirimi Aurora sebuah pesan singkat. Mama : Aurora sayang, maaf mengabarimu mendadak. Mama harus ke California untuk perjalanan bisnis. Ini sangat mendadak, Mama sudah berusaha membujuk atasan Mama untuk tidak berangkat, tapi atasan Mama tetap bersikeras. Selama beberapa hari, mama minta maaf karena meninggalkanmu ya, Nak. Aurora baik-baik di rumah. Mama : Oh Iya, uang jajan dan uang makan di tempat biasa ya sayang. Sekali lagi Mama minta maaf pergi tanpa kabari kamu langsung. Aurora ketakutan. Kini ia paham dengan ucapan Barney yang mengatakan bahwa Christian bisa melakukan apa pun. Aurora hendak menekan salah satu tombol untuk menelepon mamanya, namun Christian lebih cepat merampas ponsel Aurora. “Mau mengadu?” tanya Christian seraya mengejek. “Kembalikan ponselku!” isak Aurora seraya berusaha meraih ponselnya yang Christian ambil dan sembunyikan di balik punggungnya. “Kau yakin mau melibatkan mamamu di antara kita? Jika mamamu nanti membuatku kesal, aku bisa saja menyingkirkannya,” ucap Christian. Dia memang berbicara dengan santai, namun tersimpan banyak ancaman di dalam ucapannya itu. Tangan Aurora yang hendak meraih ponsel miliknya pun menyerah. Christian meletakkan ponsel itu di atas meja pantri karena puas melihat Aurora menyerah. Namun di luar dugaan, Aurora mengambil ponselnya kembali dan mendorong Christian menjauh. Ia menggunakan kesempatan itu untuk berlari. Aurora menelepon polisi agar ia bisa diselamatkan. “Halo, dengan kepolisian. Ada yang bisa kami bantu?” “Tolong aku! Tolong aku!” isak Aurora. “Nona, nona apa yang bisa kami bantu?” “Aku disekap! Bantu aku keluar dari sini,” ujar Aurora. Kini ia bingung mau kabur ke mana. Christian berjalan santai menuju ke arahnya. Satu-satunya jalan hanya tangga. Aurora segera menaiki satu per satu anak tangga untuk naik ke lantai dua menghindar. Sayangnya hal itu justru memudahkan Christian membawa Aurora masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai dua. Senyum tidak berhenti Christian tunjukkan. Gadis itu benar-benar mudah sekali Christian bodohi. Christian membuka jam tangannya, ia meletakkannya di atas meja bundar yang ada di pojok ruangan lantai dua. Ia sudah melihat Aurora yang pucat berusaha mencari pertolongan polisi. “Halo! Halo! Apakah kalian bisa menolongku? Aku mohon! Aku butuh pertolongan!” teriak Aurora. “Maaf, Nona. Sepertinya Anda salah sambung.” Aurora terlihat menjauhkan ponselnya, ia mengecek layar dan benar ia menelepon polisi untuk menyelamatkannya. Sebelumnya polisi bilang ia disuruh terus mengaktifkan telepon agar mereka bisa melacak posisi Aurora. Namun setelah polisi mengkonfirmasi bahwa Aurora berada di penthouse Christian, polisi justru bilang bahwa Aurora salah sambung dan menelepon nomor yang salah. “Aku sudah benar menelepon polisi. Aku tidak salah sambung!” bentak Aurora marah sambil meraung merasa kesal frustasi. Sambungan telepon terputus secara sepihak. Aurora jatuh terduduk menangis tersedu-sedu frustasi dengan keadaan karena tidak ada satu orang pun yang bisa ia minta tolong termasuk polisi. Christian berjongkok, ia mengangkat dagu Aurora dan menunjukkan smirk- nya. “Bagaimana? Apa sudah menyerah?” tanya Christian. Christian mengangkat Aurora dengan mudah. Ia menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Christian menutup pintu dengan kakinya, kemudian masuk dan meletakkan tubuh Aurora ke atas ranjang empuknya. “Buka bajumu,” suruh Christian. Aurora menggeleng dengan masih menangis. “Nggak mau.” Christian membuka kaus yang tengah ia gunakan sehingga membuatnya top less. Pria itu naik dan menindih Aurora. “Ya sudah aku yang membukanya.” Christian membuka ritsleting jaket Aurora, kemudian dengan paksa melepaskannya hingga tersisa tank top saja. “Christian, apa yang harus aku lakukan agar kau tidak melakukan ini padaku?” tanya Aurora berusaha mengajukan penawaran. Aurora memang bodoh, harusnya ia tidak percaya Christian dan berakhir terjebak di penth house miliknya dan berakhir di atas ranjangnya seperti saat ini. Aurora tidak berdaya dan bingung mau melawan dengan cara apa selain meminta belas kasih Christian. “Tidak ada,” jawab Christian enteng. Tangan Christian meremas d**a Aurora dari luar. Aurora berontak, ia berusaha melepas tangan Christian yang meraup dadanya dengan leluasa. Ini pertama kalinya ada laki-laki yang menyentuh d**a Aurora. “Ukuran dadamu ternyata pas di tanganku, Aurora,” bisik Christian. Ia memiringkan wajahnya, mencium bibir Aurora dengan tangan yang masih sibuk meremas d**a Aurora dari luar. “Berhentilah menangis dan berontak. Apa aku harus mengancammu terlebih dahulu agar kau diam?” tanya Christian. “Kau memaksaku, Christian.” “Apa aku harus membuat mamamu celaka lebih dulu agar kau bisa diam dan turuti mauku?” tanya Christian sedikit mengancam. “Jangan celakai mama!” “Makanya diam, Aurora. Kau hanya perlu menikmati apa yang aku lakukan pada tubuhmu. Tanpa berontak dan menangis!” Aurora berusaha berhenti menangis meski susah. Aurora juga berhenti ketakutan meski rasanya hampir mustahil. Ia tidak mungkin tidak ketakutan di saat seperti ini. Tangan Christian merobek tank top yang dikenakan Aurora. Ia juga melepas bra yang tersisa sehingga Christian bisa melihat p******a Aurora dengan jelas. Karena malu, Aurora menutup dadanya dengan tangan menyilang. Christian kembali memiringkan wajahnya, ia mencium bibir Aurora rakus. Membuat Aurora sampai susah bernapas. Tangan Christian menarik tangan Aurora yang tengah menutupi dadanya itu. Christian menggenggam kedua tangan Aurora di samping kepala. “Berhenti menangis,” bisik Christian saat bibir mereka terlepas. Christian mengusap pipi Aurora yang basah dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya turun menyibak rok Aurora. Jari Christan meraba milik Aurora di bawah sana dari balik celana dalam yang Aurora kenakan. “C- Christian jangan,” panik Aurora menggeleng takut. “Sssstttt,” bisik Christian. Christian menenangkan Aurora dengan mendekatkan tubuh mereka mengikis jarak. Christian berbisik di telinga Aurora. “Apa sakit?” tanyanya saat satu jari tengah Christian berusaha untuk masuk, Aurora mengangguk mengiyakan. “Sakit, Jadi lepaskan,” mohon Aurora. “Coba lebarkan kakimu,” suruh Christian. Aurora menggeleng. “Kau akan terus sakit jika tidak menuruti ucapanku Aurora. Terpaksa, Aurora menuruti ucapan Christian untuk membuka sedikit kakinya memberikan Christian akses. Tapi tetap saja sakit, meski tidak sesakit tadi saat kaki Aurora tertutup. Aurora meremas lengan Christian. Ia memejamkan matanya karena merasa malu dengan apa yang Christian lakukan padanya. “Milikku jauh lebih besar dari satu jariku yang berusaha menerobos masuk milikmu, Aurora. Kau harus bisa diajak bekerja sama agar tidak sakit nantinya,” bisik Christian lagi. Christian tidak berhenti menciumi leher Aurora, memberi tanda kiss mark di leher bagian dalamnya. Saat wajah Christian turun di d**a Aurora, kedua tangannya menangkup dua buah d**a itu. Christian lagi-lagi meremasnya, kali ini meremasnya secara langsung sampai membuat Aurora meringis karena merasa ngilu. “Pelan-pelan, sakit,” keluh Aurora. Christian memasukkan p****g Aurora ke dalam mulutnya. Ia menyusu seperti bayi pada d**a Aurora. Tidak mau melihat hal itu, Aurora memejamkan matanya. Namun mulut Christian semakin gencar melumat putingnya, membuat Aurora berusaha menjauhkan kepala Christian meski susah. Alhasil Aurora meremas rambut Christian mengalihkan rasa ngilu pada putingnya. “Christian stop!” ringis Aurora. Christian memberi jarak, dengan masih menindih gadis itu. Ia menatap kedua mata Aurora yang terlihat tidak berdaya di bawahnya. “Rileks Aurora,” ucap Christian mengingatkan. “Apa tidak bisa kita berhenti sampai di sini?” mohon Aurora mengharap belas kasih dari Christian. “Tidak bisa, kita belum selesai,” balas Christian enteng. Christian membuka bajunya sendiri, sehingga kini tersisa celananya saja begitupun dengan Aurora yang masih mengenakan rok. Aurora melihat tubuh Christian yang besar dan kekar, gadis itu semakin merasa gugup, takut, panik, khawatir, semuanya menjadi satu. Christian kembali mengikis jarak antara dirinya dan Aurora, ia lagi-lagi mencium bibir Aurora, melumatnya tanpa bosan meski tidak ada balasan dari Aurora. “Balas cium aku,” ujar Christan memberi jeda. “Nggak bisa,” balas Aurora jujur. “Seperti ini,” Christian mengajari Aurora bagaimana cara membalas ciumannya, bibirnya menari melumat bibir bawah dan atas Aurora bergantian. “Coba kau cium aku seperti yang sudah aku ajarkan,” suruh Christian. “Nggak mau,” tolaknya. “Kalau kau tidak mau, aku akan kasar sehingga kau kesakitan. Bagaimana?” “Kenapa kau selalu mengancam, sih, Christian?” “Karena kau selalu membangkang jika tidak aku ancam, Aurora.” Aurora tampak berpikir, “Baik, aku akan kasar saja padamu—“ “J- ja- jangan. I- iya aku coba.” Gugup Aurora mengalungkan kedua tangannya di leher Christian, gadis itu menatap bibir Christian yang terlihat ranum meski ia sering sekali merokok sekali pun. Awalnya Aurora hanya mengecup, sekali dan dua kali sebelum ia mempraktekkan apa yang Christian ajarkan. Hanya beberapa detik, kemudian Aurora melepasnya. “Se- seperti itu?” tanya Aurora meminta pendapat. “Lebih lama,” balas Christian. Aurora kembali mendekat dan mencium Christian. Gadis itu melumat bibir bawah dan atas Christian bergantian seperti yang sudah diajarkan dengan gerakan amatir. Setelah dirasa cukup, Aurora menatap Christian dalam. “Aku nggak bisa,” ucap Aurora menahan tangisnya yang lagi-lagi akan pecah. Bukan masalah cengeng, Aurora sangat tertekan saat ini. Lagi hal ini pertama kalinya ia alami, dan ia tidak berdaya untuk melawan. Aurora frustasi dan marah, sehingga membuatnya memendam semuanya. Dan hal itu membuat d**a Aurora sesak dan tidak berhenti menahan tangisnya. “Bisa, kita hanya perlu latihan terus agar kau mahir,” balas Christian. Christian kembali meraba milik Aurora yang ternyata sudah basah. Hal itu membuat Christian tersenyum puas karena pekerjaannya akan lebih mudah. “Kau sudah basah,” bisik Christian. “Ma- maaf. Kayaknya tadi aku pipis.” “Itu bukan pipis, Aurora. Kau menikmati kegiatan kita.” Ingin sekali Aurora menolak ucapan Christian. Ia sama sekali tidak menikmati, yang ada ia ketakutan setengah mati dan berpikir bagaimana caranya kabur meski tidak menemukan jawaban. Christian sedikit bangkit dari tubuh Aurora, ia membuka celana dalam Aurora bersama dengan roknya. Kini Aurora telanjang bulat di hadapannya. Dengan mata yang terpejam tidak berani melihat apa yang akan Christian lakukan terhadap tubuhnya. “Buka matamu,” suruh Christian dan dibalas gelengan Aurora. Christian melebarkan kaki Aurora, ia menatap dalam milik Aurora yang terawat meski Aurora virgin. Dia tahu bagaimana menjaga kebersihan tubuhnya sendiri. Christian menunduk dan menjilat milik Aurora, membuat Aurora terkesiap dan refleks memundurkan pinggangnya. Matanya terbuka dan terkejut saat melihat kepala Christian berada di antara milik Aurora yang terbuka lebar. “A- apa yang kau lakukan, Christian? Jangan melakukan hal menjijikkan!” Peringat Aurora. Ia berusaha menutup kakinya yang ditahan oleh Christian. “Beri aku waktu sebelum kau memutuskan hal ini menjijikkan atau justru nikmat untukmu,” ujar Christian. Ia kembali melancarkan aksinya. Christian menunduk dan mengeksekusi milik Aurora. Ia menjilatnya tanpa rasa jijik, memainkan k******s Aurora dengan lidahnya dan berhasil membuat Aurora mengejang berusaha lepas. Napas Aurora menjadi tidak teratur dan ia merasa geli sekaligus nikmat. Aurora tidak munafik untuk mengakui itu. Namun otaknya masih bisa berpikir jernih. Ia mendorong bahu Christian untuk menyingkir dari miliknya, dan tidak berhasil. Yang ada Aurora malah menyaksikan Christian melahap miliknya dengan rakus. Hingga hal aneh menyerang Aurora. “Christian, stop. Aku mau pipis,” panik Aurora berusaha lepas namun Christian tidak berniat untuk berhenti seolah menunggu hal itu terjadi. Aurora mengalami o*****e pertamanya. Gadis itu mengatur napas. Ada perasaan lega, lemas, dan puas secara bersamaan saat Aurora mengalami hal baru itu. Aurora bahkan tidak ada tenaga untuk menghindar saat Christian justru menghabiskan cairan aneh itu. “Aku rasa kau sudah siap, Aurora. Ayo kita mulai,” ucap Christian santai. Ia membuka celana beserta celana dalamnya. Milik Christian mengeras dan siap untuk bertemu dengan milik Aurora. Pria itu kembali menindih Aurora, memposisikan miliknya di depan milik Aurora dengan pasti. “Christian, apa kau harus melakukan ini kepadaku? Apa aku tidak bisa lagi mempertahankan semuanya?” tanya Aurora dalam tangis. Ia menatap kedua mata Christian dengan kepasrahan karena Aurora benar-benar tidak bisa lepas. Seolah tidak peduli dengan ucapan Aurora yang memohon untuknya berhenti, Christian justru mengecup lama kening Aurora. “Ini akan sakit,” bisik Christian. - To be continued -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD