PART. 1 TERBUANG

1033 Words
DARSA PANGERAN YANG TERBUANG by Rustina Zahra Ketuk palu terdengar. Hakim sudah memutuskan hukuman untuk Pangeran Darsa. Pangeran Darsa, adalah adik dari Pangeran Damar (baca, Damar, Pangeran Dari Negeri Halimun). Pangeran Darsa telah melakukan makar bersama kakaknya, Pangeran Darka. Pangeran Darka sudah dijatuhi hukuman mati. Saat ini Pangeran Darka masih menunggu eksekusi, dengan mendekam di sebuah penjara yang berada di tengah pulau tak berpenghuni. Ketuk palu menandakan Darsa harus segera menjalani hukumannya. Ia dijatuhi hukuman, dibuang ke dunia manusia. Ia tak bisa kembali ke Negeri Halimun, selama hukuman, dan kutukannya belum berakhir. Darsa belum tahu, kutukan seperti apa yang harus ia terima. Di Negeri Halimun, kutukan yang umum adalah kepala mereka berubah menjadi kepala hewan apa saja. Kutukan bisa cepat selesai, asal selama masa hukuman, mereka tidak melanggar larangan. Pangeran Darsa pasrah, ia tak bisa melakukan apa-apa. Sepenuhnya ini karena kesalahan dirinya. Pangeran Darsa adalah seorang pria mesum, yang selalu tak mampu mengekang hawa napsunya. Ia sadar sudah salah, karena mengikuti kemauan kakaknya, untuk bertindak jahat, menggulingkan ayah mereka, Sang Paduka Raja dari tahtanya. Ia sadar sudah salah, mau saja untuk terus berusaha mencelakai Pangeran Damar, dengan segala cara, agar Pangeran Damar tak bisa naik tahta. Ia salah, karena kerap menghamburkan uang, dan harta, dengan suka main judi, suka mabuk, suka main perempuan. Yang lebih parah, akhir-akhir ini, napsu syahwatnya semakin menghebat. Ia sering menculik wanita cantik rakyat kerajaan, dari keluarganya, untuk ia sekap, lalu dijadikan budak napsunya. Bahkan ia tak peduli jika si wanita memiliki suami, dan anak. Tak ada pesta yang tak berakhir. Beberapa tahun pesta pora mereka, setelah Darka naik tahta. Rakyat memberontak. Dengan dipimpin Pangeran Damar yang bisa menyusup masuk kembali ke Negeri Halimun, setelah terbuang ke dunia manusia. Bersama pejabat, dan prajurit yang setia pada Paduka Raja, serta Rakyat yang mendamba kembalinya ketenangan hidup mereka. Mereka melakukan perlawanan, pemberontakan, untuk mengembalikan tahta kerajaan pada Raja yang berhak. Darka, dan pasukannya bisa dikalahkan. Istana Satu, dan Istana Dua kembali bisa direbut. Pangeran Darka, dan Pangeran Darsa tertangkap, dan diajukan ke pengadilan kerajaan. Mereka mendapat hukuman atas perbuatan mereka. Setelah palu diketuk hakim, Pangeran Darsa dibawa kembali ke tahanan di bawah tanah, tempat dimana dulu ia menyekap Sang Paduka Raja, ayahnya. Pangeran Darsa hanya diam, tak bisa bersuara. Ia tak berani memaki, meski ingin meluapkan rasa yang menyesak di dalam hati. Rasa takut, dan cemas untuk menjalani hukuman adalah hal yang menjadi beban pikirannya saat ini. Darsa berbaring, di atas tempat tidur dari batu, yang beralaskan kasur tipis dengan tutup kain berwarna hijau. Persidangan panjang selama ini membuatnya merasa lelah. Tak ada jalan untuk melarikan diri. Meski ia, dan Darka mendapat hukuman, Darsa merasa sedikit lega, karena ibu, dan adiknya bebas dari hukuman. Mereka sekarang ada di kerajaan Marata. Tinggal bersama kakek Darsa, Raja Marata. Darsa memejamkan mata, berusaha untuk tidur, dan melupakan semuanya sesaat. *** Darsa membuka mata, diusap matanya. Ditatap langit-langit ruangan tempatnya berada. Ia tersentak bangun. Bukan penjara bawah tanah tempatnya berada saat ini. Darsa mengedarkan tatapan ke sekeliling ruangan. Tempat ini terasa sangat asing baginya. Sebuah ruangan kecil dengan dinding dari jalinan bilah bambu, tiangnya juga dari bambu. Ada satu jendela yang tertutup di seberang tempat tidur. Tatapan Darsa ke arah tempat yang tadi jadi tempat ia berbaring. Dipan kecil itu juga dari bambu. Di atasnya hanya ada kasur tipis, dan satu bantal. Seprai, dan sarung bantal berwana hijau yang mulai pudar. Darsa menatap ke atas. Ia memperhatikan atap ruangan terbuat dari jalinan daun kelapa, yang ditata di atas bilah bambu. 'Apakah hukumanku sudah dimulai, terbuang di dunia manusia?' Darsa melangkah menuju ke luar, ia menyibak gorden hijau yang menghalangi langkahnya. Darsa kembali tertegun. Di hadapannya, ada satu meja kayu, dengan dua kursi. Di atas meja ada tempat air dari tanah, dan dua buah cangkir plastik. Ada juga jendela yang tertutup, dengan warna gorden senada gorden pintu. Darsa menengok ke samping kiri. Terlihat tempat memasak, di atas sebuah meja yang terbuat dari susunan batu. Ada rak piring sederhana dari kayu di sudut ruangan, juga tempat air dari tanah berisi air, dan gayung dari tempurung kelapa. Terlihat juga sebuah pintu di sana. Darsa menoleh ke samping kanan. Ada dua daun jendela yang saling berdekatan. Gordennya juga sama dengan jendela lain, berwana hijau. Darsa melangkahkan kakinya. Menuju pintu yang berada di sebelah jendela. Perlahan pintu ia buka. Tatapan Darsa lurus ke depan. Yang terlihat adalah tanaman singkong yang menghijau. Darsa menolehkan kepala ke sebelah kiri. Masih sama, hanya ada tanaman yang menghijau, tapi bukan singkong, melainkan tanaman sayur. Terlihat jalan setapak di antara tanaman singkong, dan kebun sayuran. Darsa belum punya minat untuk tahu, menuju kemana jalan setapak itu. Kepala Darsa menoleh ke sebelah kanan. Pemandangan sama ia dapatkan. Deretan tanaman sayur yang ia lihat, juga ada jalan setapak. Darsa beranjak dari ambang pintu. Ia melangkah ke sebelah kanan, karena mendengar suara gemericik air dari sana. Darsa berjalan beberapa puluh langkah, melewati jalan setapak. Ia menemukan jalan dengan arah sedikit menurun. Darsa melangkah turun melewati undakan yang disusun dari batu kali, dan ada pegangan dari bambu di kiri, dan kanan. Darsa menemukan sungai yang sangat jernih airnya. Di seberang sungai ditumbuhi banyak rumpun bambu berbatang besar, dan berwarna hijau tua. Sedang di sepanjang tepi tempat Darsa berdiri, tumbuh beberapa pohon buah. Suara gemerisik daun bambu ditingkahi suara gemericik air, dan suara kicau burung dari pohon buah, membuat Darsa memejamkan mata. Ia tahu, harus bisa segera akrab dengan lingkungan barunya. Darsa membuka mata, lalu turun untuk lebih dekat dengan tepi sungai. Ia berjongkok di sebuah batu pipih besar. Ditatap ke dalam air sungai yang jernih, tampak ikan berenang di dalam sungai. Tiba-tiba .... Darsa terjengkang ke belakang. Matanya melebar, jantungnya berdetak cepat. Darsa menolehkan kepala, berpikir ada orang lain berdiri di belakangnya, namun ia tak menemukan siapa-siapa. Hanya ada dirinya sendirian di sana. Darsa bangkit, ia berdiri, ditatap sekelilingnya, ia sangat yakin, di atas jernihnya air sungai tadi, ia melihat bayangan seorang pria lain, selain dirinya. Tatapan matanya menyapu ke semua penjuru yang bisa ia lihat, namun tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain di sana. 'Aku sangat yakin, melihat wajah orang lain di air tadi. Tidak mungkin kalau itu hanya halusinasi saja. Jelas sekali aku melihat wajahnya. Wajah itu bukan wajahku, itu yang membuat aku terkejut, dan bergidik.' BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD