Zegan menurunkan ponsel dari telinga dan menatap layar dengan kerutan dahi tajam. Ia sedang memastikan, apakah benar yang menghubunginya Juna atau bukan. Dan memang, yang menghubunginya memang Juna, sudah jelas dari suaranya. Tapi, apa yang baru saja adiknya itu katakan? Apa adiknya itu sedang mabuk? Zegan kembali menempelkan benda persegi itu ke telinga saat mendengar Juna kembali bicara. “Maaf sekali, Kak. Tapi aku tak akan membiarkan ada saingan lagi. Sudah cukup kakak yang jadi sainganku,” ucap Juna. Zegan terdiam mencerna ucapan Juna. Ia pun mulai paham ke mana arah pembicaraan ini sayangnya, yang tidak ia mengerti, bagaimana bisa Juna menyebut Lova hamil. Ia bahkan tidak tahu mengenai hal itu. Tanpa berniat menyambungi Juna, Zegan segera mengakhiri panggilan dan dengan terpaks