CHAPTER 19

1327 Words
Mia mendatangi kediaman keluarga Anderson setelah dirinya kehilangan kabar soal Queenie selama empat hari ini. Sahabat bodohnya itu tidak mengangkat telepon darinya bahkan hanya membaca pesannya saja tanpa berniat untuk membalas. Betapa kesalnya Mia karena Queenie tiba-tiba menjauh darinya, maka dari itu dia datang ke rumah Queenie untuk melihat keadaannya. Mana tahu Queenie terkena sakit kepala yang hebat karena telah mendiamkan sahabatnya selama empat hari penuh! Mia menekan bel di samping pintu rumah dan berharap kalau Queenie lah yang akan menyambutnya. Namun harapannya pupus ketika melihat Sang Nyonya rumah yang muncul. "Oh, Mia? Apa kabarmu, sayang?" "Uhm, aku baik, Aunty Alaina." Alaina tersenyum kecil lalu membuka pintunya sedikit lebih lebar, tapi Mia dengan cepat bersuara. "Aunty, apakah Queen ada di rumah?" Tanyanya. Alaina mengerutkan dahi lalu menggeleng,"Loh, dia kan sedang ada tugas kuliah di luar kampus. Dia tidak memberitahumu?" "Tugas kuliah?" Beonya. "Iya, tugas kuliah. Katanya kau tidak ikut karena kebetulan kalian tidak mengambil kelas yang sama." Mia pun dengan segera berpikir cerdas. Kemungkinan besar Queenie sedang menipu kedua orangtuanya untuk melakukan sesuatu yang ilegal. Tentu saja, kan? Mana mungkin Queenie tiba-tiba pergi dan tidak mengabarinya seperti ini? Setidaknya Mia lega, itu artinya Queenie tidak sedang marah padanya. Dia pikir dirinya melakukan kesalahan sehingga membuat Queenie ingin menjauh. "Aku sepertinya lupa kalau dia mengambil mata kuliah berbeda. Maaf Aunty, apa aku boleh pinjam ponsel? Aku mau menghubunginya, kebetulan ponselku kehabisan daya." Alaina mengangguk lalu mengajak Mia untuk masuk ke dalam rumah. Gadis itu menatap ke sekitar rumah Queenie yang sedang sepi. Sepertinya semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Mata hijaunya melihat salah satu kakak Queenie yang turun dari atas tangga. Dia tersenyum kikuk dan sedikit menganggukkan kepalanya melihat pria itu. "Selamat siang, Kak Ethan." Pria itu mengerutkan dahinya sembari membenarkan letak kacamatanya,"Aku Elliot." "Oh maafkan aku, Kak Elliot! Aku lupa kalau Kakak berkacamata," Balasnya dengan senyum bodoh. Mia selalu saja mempermalukan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan orang-orang. Kenapa dia tidak bisa menjadi sedikit pintar sih? Mia dengan segera duduk di atas sofa lalu menunggu dengan tenang. Rumah Queenie memang sangat sepi ketika siang hari, tapi sepertinya Kak Elliot baru pulang dari Italia. "Kau temannya Queenie, kan?" Mia berjingkat kaget mendengar suara Elliot. Pria itu tampak menemaninya duduk sambil membaca sebuah majalah bisnis yang disimpan di bawah meja. Mia pernah dengar dari Queenie kalau Kakaknya ini sedang patah hati bahkan sejak lama. Itulah sebabnya Elliot jarang sekali terlihat di dalam rumah. "Iya, Kak Elliot. Kami berteman sejak awal kuliah." "Oh." Mia merasa canggung dan bosan karena Elliot sangat cuek. Sangat berbeda dengan Ethan atau Maxime yang murah senyum dan tidak irit dalam berbicara. Alaina kembali dengan ponsel di tangannya. Dia memberikan benda itu kepada Mia dan membiarkan sahabat putrinya ini menggunakan ponsel tersebut. "Ehm, Aunty... Apa aku boleh meminta sedikit privasi?" Cicitnya pelan. Alaina pun dengan segera mengangguk dan membiarkan Mia pergi ke taman belakang yang sepi. Mia lekas mencari nomor Queenie lalu meneleponnya. Gadis itu berdiri tidak sabar dengan rasa penasaran yang nyaris meledak di kepalanya. "Halo, ini siapa?" Mia membulatkan matanya ketika ia mendapati suara asing yang menyahut dari seberang sana. Dia melirik layar ponsel untuk memastikan kalau dirinya menekan nomor yang benar sebelum akhirnya dia mencoba untuk tidak panik. "Ehm, di mana... Queen?" "Maksudnya Mommy ku? Dia di kamar mandi bersama Daddy. Tadi Daddy pulang dan aku disuruh menunggu di kamar saja." Mia semakin dibuat bingung oleh ucapan gadis kecil itu. Dia tidak salah? Maksudnya, Queenie sedang berduaan dengan seorang pria di kamar mandi?! "Maaf. Sepertinya aku salah sambung!" Mia menekan tombol merah lalu dengan segera dia melangkah masuk ke dalam rumah. Dilihatnya Alaina yang sedang berbicara dengan Kak Elliot dan Paman Stefan yang rupanya berada juga di sana. "Selamat siang, Paman Stefan!" Mia kembali tersenyum bodoh sembari menatap ketiga orang yang berada di ruang tamu itu. "Oh, Mia. Apa kabar? Bagaimana kuliah mu?" Mia duduk di sofa tamu sembari tersenyum canggung,"Baik-baik saja, Paman. Seperti biasa, aku seperti Queenie kalau menyangkut urusan kuliah." Stefan tersenyum kecil menanggapi itu. Dia jadi rindu putrinya yang sedang mengerjakan tugas. Masih ada tiga hari lagi sebelum Queenie pulang ke rumah. Jika putrinya itu tidak ada, rumah akan sangat sepi karena tidak ada suara teriakan Queenie yang menggema setiap hari. Entah itu rengekan Queenie yang selalu menjadi korban kejahilan Maxime atau karena sedang patah hati. "Ehm, kalau begitu aku permisi dulu karena ada urusan lain. Kapan-kapan aku akan kemari lagi, Paman. Aunty Alaina, terima kasih untuk ponselnya." Alaina mengangguk. Mia pun dengan segera berdiri dan berpamitan,"Kak Ethan, aku pamit pergi." "Aku Elliot!" Mia lagi-lagi merutuki kebodohannya. Dia mengusap lehernya karena malu,"Maaf, Kak Elliot. Ka-Kalau begitu aku pamit dulu." Mia pun meninggalkan rumah Queenie dengan kendaraan yang dia bawa. Alaina menutup pintu rumahnya. Dia kembali berkumpul dengan suami dan putranya yang sibuk membolak-balik majalah bisnis. Tanpa canggung Alaina bergelayut di lengan sang suami dan bermanja-manja padanya meski usia mereka tidak lagi muda. "Mama, aku masih ada di sini." Mata biru Alaina melirik Elliot yang terlihat risih meski mata coklat putranya itu masih sibuk membaca majalah. Senyum jahil lantas terbit di bibirnya. Alaina melepas pelukannya dari sang suami lalu beralih untuk bergelayut di lengan kanan putranya. "Aduh, putra kecil Mama sudah besar sekali. Lihat sini, otot-otot mu sudah terasa padahal dulu kau agak gendut juga sih." Elliot menghela napasnya sambil berusaha untuk melepas pelukan Mamanya yang begitu kurang kerjaan. "Ma, aku tidak suka dipeluk seperti ini." "Kenapa? Tidak ada larangan bagi Mama untuk memeluk mu, kan?" "Ma... Aku tetap tidak mau," Elliot menaruh majalahnya ke atas meja lalu berupaya untuk melepaskan pelukan Mamanya yang berlebihan. Stefan tertawa melihat kelakuan istrinya yang benar-benar tidak berubah. Alaina selalu ingin memanjakan anak-anak mereka padahal semuanya sudah dewasa. Dia jadi ingat kalau dulu mereka sering liburan mengelilingi kota atau pergi ke pulau indah untuk menikmati kebersamaan sebagai keluarga. Semuanya tidak akan pernah terlupakan dari ingatannya. "Elliot, apa kau sudah punya pacar? Umurmu sudah 25 tahun loh. Masih betah sendirian saja?" Alaina lupa kalau pertanyaan itu merupakan hal yang begitu sensitif untuk dibahas mengingat Elliot memang sedang patah hati akibat ditinggal pergi kekasihnya beberapa tahun lalu. "Mama, itu bukan urusan penting." "Tentu saja penting! Mama juga ingin menimang cucu. Jangan sampai kau menikah di usia 30 tahun, oke? Jangan ikuti pikiran Papamu," Sindirnya. Stefan yang sedang disindir lantas tersenyum miring. Benar-benar menggelikan perkataan istrinya itu. Jika dia menikah di usia seperti Elliot sekarang ini, mungkin kisah hidupnya pun akan ikut berbeda. "Sudahlah, Ma. Rayu saja Ethan untuk menikah. Dia kan punya banyak kekasih," Balas Elliot. Alaina tetap menggeleng. Dia ingin melihat Elliot bahagia juga. Dia sedih jika putranya tidak bisa berbahagia hanya karena kehilangan cinta dari perempuan yang diidamkannya. Di sisi lain, Queenie yang sedang berada di kamar mandi bersama Christian tampak menggila. Mereka berciuman seperti pasangan yang tidak pernah bertemu bahkan Queenie dengan senang hati membiarkan tangan nakal Christian menyentuh buah dadanya. "Daddy!" Queenie mengerang kecil ketika bibir Christian menghisap ujung dadanya yang sudah begitu keras dan tegang. Sejak malam di mana Christian mencumbunya, pria itu semakin berani dan membuat Queenie ikut mendamba. "Kau benar-benar menggairahkan. Aku boleh melakukan seks padamu, little girl?" "Tapi... I-Ini sudah seks, Daddy." Christian tersenyum gemas. Dia kembali mencium bibir Queenie dan mengusap pipinya yang memerah,"Ini hanya sekedar foreplay, sayangku. Seks adalah ketika kejantanan ku dan l**************n mu menyatu." "Emmh, Daddy. Itu tidak boleh dilakukan. Aku tidak bisa," Ucap Queenie. Dia yang sedang duduk di atas meja wastafel lantas berniat untuk menjauh dari Christian karena dia tidak mau melakukan seks dengan pria itu. Dia tidak mau menjadi kecanduan seperti Mia yang sering bergonta-ganti pasangan. Queenie masih waras dengan tidak sembarangan melakukannya. "Kau mau menjadi gadis nakal dengan tidak menuruti keinginan Daddy?" Christian menahan pinggulnya yang hendak turun lalu memberi tatapan menghunus kepada Queenie. "Tidak, Daddy. Tapi kalau Daddy memaksa, kita harus menikah dulu. Aku tidak mau sembarangan, Daddy." "Gadis nakal. Sudah berani memerintah ku rupanya. Kalau begitu-" Tok! Tok! "Daddy! Kenapa lama sekali, sih?! Aku mau ajak Mommy main masak-masakan!" Suara teriakan Crystal membuat suasana di antara mereka berdua menjadi begitu canggung. "Crissy akan sangat curiga, Daddy. Lebih baik kita sudahi ini," Pinta Queenie. Dia memainkan kancing kemeja Christian yang sudah tidak terkancing dengan benar sehingga dia mampu melihat otot-otot yang dimiliki Christian. TBC A/N : Hai lagi Hehe, maafkan sifat queen yang gitu yak wkwk. Karakter dia memang bodoh dan ceroboh wkwk
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD