Dua Puluh Tujuh

1241 Words
Saat aku memberitahu jika pelatih kami bernama Pak Alvan, Putra terlihat terkejut namun ia kembali terlihat biasa lagi. "Jadi Alvan jadi pelatih kalian lagi ya." gumamnya. "Lo kenal?" Putra menoleh padaku dan mengangguk, "Bisa di bilang kenal sih." "Ohh. Soalnya sebelum Pak Alvan gabung, posisi pelatih emang kosong dan Rio waktu itu juga cukup kekeh untuk mengajak Pak Alvan, entah apa yang di lakukan Rio untuk membujuk Pak Alvan sampai beliau mau jadi pelatih kita." Putra menganggukkan kepalanya mendengarkan penjelasan ku. Kami kembali berjalan menuju ruang lobi. Pemuda itu memutuskan untuk memasukan adiknya ke padepokan kami, setelah mengobrol sedikit mengobrol akhirnya Putra dan adiknya pamit pulang. "Lo kenal orang tadi?" tanya Haikal yang sedari tadi menunggu ku sambil bermain ponsel di ruang lobi. "Di bilang kenal juga gak sih, dia yang waktu itu gw sama anak-anak ketemu yang waktu itu gw cerita kalau Kak Haqi teriak-teriak itu." "Ohh. Jadi cowok tadi orang yang di marahin Kak Haqi itu?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan Haikal. "Terus tadi lo nanya kenapa mereka berantem gitu?" "Nanya sih, tapi kata nya mending gw gak usah tau atau kalaupun gw mau tau d suruh tanya sendiri ke Kak Haikal." jawab ku. "Kalian lagi ngobrolin apa?" tanya Mas Satria tiba-tiba setelah muncul dari ruang staff di belakang meja resepsionis. "Ngobrolin masa muda." jawab Haikal asal. "Coba ada Mbak mu, Jun. Pasti Mas mau juga ngobrolin masa depan sama dia." Aku memutar bola mataku sedang kan Haikal berlaga muntah mendengar gombalan Mas Satria. Begitu hari mulai sore, aku berpamitan pulang pada Mas Satria. Aku mengantarkan Haikal ke rumahnya dan segera pamit dari sana. * Ping! Bunyi pesan masuk terdengar dari ponsel ku, karena aku sedang asik bermain PS, aku tidak menghiraukan pesan yang masuk. Ping! Ping! Ping! Ping! "Anjir berisik banget sih! Siapa sih pagi-pagi udah chat-chat ga jelas?!" Aku membuka pesan grup dan ternyata Haikal yang melakukan banjir spam di sana. Hai_kal : Mau keluar jam berapa? Genta : Serah, jam berapa bro? @Radi_boi Radi_boi : Jam satu aja gimana? Hai_kal : K. Genta : Sip. Junaaaa : Emang mau ada acara kemana? "Et dah giliran gw chat kaga ada yang langsung respon." sungut ku kesal. Beberapa menit kemudian ponsel ku kembali berbunyi, dengan malas aku membuka kembali grup chat kami. Hai_kal : Dih pikun, kan kita mau hangout. Lupa lo? Aku menepuk jidat ku cukup keras. "Oh iya! Gw lupa." Junaaaa : Hehehe Hai_kal : ( ̄へ  ̄ ********* sudah di ingatkan, aku segera meluncur ke kamar mandi dan bersiap. Sambil menunggu jam janjian, aku turun ke dapur mengambil cemilan yang ku beli tadi malam yang sengaja aku sisa kan. Mamah yang melihat ku turun dari tangga, mengangkat alisnya. "Tumben kamu udah rapih gitu, Jun? mau kemana? biasanya kan kamu anti mandi di hari libur." seloroh nya sambil terus berjalan ke ruang TV dimana Papah juga Mbak Ina sudah berkumpul. Sebelum bergabung dengan keluarga ku, aku berjalan ke dapur untuk mengambil cemilan yang ku taruh di lemari tempat khusus makanan. Aku pun ikut bergabung bersama mereka dengan cemilan di tangan ku. "Dih tumben pada kumpul, biasanya pada kebo di kamar dah." kata ku sambil duduk di sofa sebelah Mbak Ina. "Kan sekali-kali quality time." jawab Mamah tanpa sedikit pun berpaling dari layar TV. "Iyaa deh iyaa." "Kamu sendiri mau kemana, Jun? tumben udah rapih gitu." tanya Papah saat melihat ku yang sudah berpakaian rapih dan wangi, juga ganteng tentunya. "Mau jalan sama temen." "Jalan apa nge-date?" goda Mbak ku sambil memainkan alisnya. "Dihh apaan, orang Juna masih jomblo kok." jawab ku santai. "Kok gak punya gebetan, dek? katanya mau punya pacar pas udah SMA?" "Paling juga gak laku tuh, Mbak." saut Mamah tanpa ampun. "Yeee, enak aja. Gini-gini Juna banyak yang naksir ya." "Mana? kenalin dong ke Mamah." "Males kali Juna kenalin ke Mamah, nanti di doktrin sama Mamah." jawab ku asal sambil tertawa. "Anak kurang ajar." Mamah menimpuk ku dengan kacang yang sedari tadi di pangku Mamah sebagai cemilan menonton televisi. Selama menunggu jam janjian, aku, Mamah dan Mbak Ina mendebatkan acara yang kami tonton, tentu saja Papah sudah berulang kali menjadi penengah tapi pada akhirnya selalu pasrah dan membiarkan kami berdebat sambil tertawa. Di sela-sela acara, ponsel ku berbunyi nyaring. Aku segera mengambil ponsel ku yang ku taruh di dalam tas. Nama Haikal terpampang di layar ponselku, aku pun segera mengangkat panggilan yang terus berdering itu. "Udah pada otw kalian?" tanya ku begitu mengangkatnya. "Nih gw mau otw. Anak-anak yang lain gimana?" tanya Haikal. Terdengar suara bunyi motor di sana. "Kalau gitu gw juga otw sekarang, nanti gw chat yang lain." setelah berkata seperti itu aku langsung menutup ponsel ku. "Udah mau jalan?" tanya Mamah sambil melihat ku. "Iya. Ini Haikal udah otw." jawab ku. Aku mengirimkan pesan ke grup kalau aku dan Haikal sudah akan otw ke tempat janjian. Setelah mengirim pesan itu, aku langsung berdiri dari kursi dan menyalami Mamah, Papah juga Mbak Ina. "Juna main dulu ya. Paling sampai sore sih." pamit ku pada semuanya. "Hati-hati, kalau pulang malam kabarin." kata Mamah memberi wejangan seperti biasa. "Oke." jawab ku sambil segera pergi menuju tempat janjian. * Sesampainya di Cafe DelapanDelapan, aku memarkirkan motor kesayangan ku. Ternyata tempatnya cukup ramai, untung saja aku masih bisa mendapatkan tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari pintu cafe. Sebelum masuk ke dalam, aku mengecek chat grup terlebih dahulu untuk memastikan apakah yang lainnya sudah datang atau belum. Karena tidak ada pesan apapun selain kalimantan 'otw' dari Radi dan Genta tiga puluh menit yang lalu, aku pun masuk ke dalam cafe itu. Rasanya cukup canggung masuk ke dalam cafe seorang diri, biasanya aku di temani Mbak Ina atau di traktir Mas Satria. Suasana di dalam bisa di bilang kekinian dengan beberapa spot untuk foto ala-ala, walaupun ramai tapi tidak terlihat sesak. Aku menghampiri tempat pemesanan dan memesan satu gelas Frappuccino, sambil menunggu minuman di buat. Aku memilih mencari tempat duduk, tapi melihat lantai satu ramai, aku mencoba untuk melihat lantai dua. Begitu di lantai dua ternyata tempatnya lebih luas daripada lantai pertama dan terdapat rooftop yang di sekat, mungkin tempat terbuka itu untuk orang-orang yang ingin kumpul sembari merokok jadi tidak mengganggu orang-orang yang duduk di dalam ruangan. Karena kursi panjang tinggal tersisa di bagian rooftop, aku pun memutuskan untuk duduk dan menunggu yang lain datang di sana. Tidak lama setelah aku duduk, Haikal menghubungi ku. Rupanya anak itu sudah tiba di depan dan menanyakan posisi ku sekarang. Tentu saja aku langsung memberitahu kan tempat duduk ku, sebelumnya aku meminta tolong Haikal sebelum naik ke lantai dua untuk mengambil kan minuman pesanan ku sekalian dia juga memesan minuman. Selang beberapa menit aku melihat Haikal yang tiba di lantai dua sambil celingukan mencari ku, aku melambaikan tangan ku agar Haikal bisa menemukan posisi ku. Haikal yang melihat sinyal yang ku berikan langsung menghampiri ku dengan nampan berisi minuman pesanan ku. "Silahkan minuman nya tuan Juna." katanya sambil menaruh gelas minuman di depan ku. "Lo udah pesen?" "Udah, sekalian gw pesen snack juga. Nanti katanya di antar ke sini." jawabnya. "Kok lo di anter tapi gw di suruh ambil sendiri. " "Tahu kali kalau komuk gw muka-muka yang males bolak-balik." jawabnya santai. Sepuluh menit kemudian Genta dan Radi akhirnya datang, tapi aku mengerutkan kening heran melihat mereka datang dengan seseorang. "Yo sori lama, tadi gw ketemu Riri di jalan. Jadi ya udah gw ajak. Gak apa kan ya?" tanya Genta pada kami semua. Waah gila nih anak, ngajak jalan cewek yang di taksir berkedok hangout bareng. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD