Untuk beberapa waktu Raihan hanya membisu, meskipun Anindira sudah berkali-kali mengungkapkan penyesalan dan rasa bersalahnya atas kejadian menyedihkan di kamar mandi tadi. Anindira menarik selimut, sementara Raihan masih duduk di tepi ranjang. Ia memunggungi Anindira dan kilat geram masih terpancar di sorot mata gelapnya. "Rai," Anindira membuyarkan keheningan di antara mereka. Raihan bergeming. Kalimat terakhir yang meluncur dari bibir Anindira saat mereka bercinta tadi masih mengiris-iris hatinya. Ia masih belum sanggup untuk menatap wanita itu. Gemuruh amarah kian menyeruak dalam benaknya, namun ia bertahan untuk tetap diam. "Rai, maafkan aku. Aku sungguh tak bermaksud—" "Sudahlah. Aku tak ingin mendengar apa pun lagi. Tidurlah." Suara berat Raihan menyembunyikan kekecewaannya yang