Bab 10. Makan Siang Romantis

1393 Words
Pak Kaiden membimbingku masuk ke dalam restoran mewah, suasana sekitar begitu elegan dengan dekorasi interior yang berkelas dan pencahayaan yang lembut. Restoran ini terletak di jantung kota Jakarta, tempat di mana para eksekutif muda dan orang-orang berpengaruh sering berkumpul. Saat kami melangkah masuk, orang-orang di sekitar restoran memandang ke arah kami. Mungkin mereka merasa aneh dengan penampilan kami yang tidak seimbang, aku yang memakai seragam office girl, sedangkan Pak Kaiden memakai pakaian bermerk berkualitas, eksekutif muda yang tampan dan terlihat kaya raya. Pak Kaiden terlihat santai dan percaya diri, seperti tidak risih dengan pandangan mereka. Kami diantar pelayan restoran ke meja yang terletak di sudut restoran, dengan pemandangan kota Jakarta yang indah di balik jendela. Suasana restoran yang tenang dan mewah membuatku merasa canggung berada di tempat seperti ini. "Rania, kamu mau pesan apa?" tanya Pak Kaiden saat waiters memberikan buku menu. Aku melihat semua menu dengan bingung, apalagi melihat harganya yang fantastis. Rasa laparku seketika hilang melihat daftar menu dan harganya hampir setengah dari gajiku untuk satu makanan. Pak Kaiden tersenyum melihatku dan kemudian memesan untuk kami berdua. "Saya pesan Foie Gras dengan saus fig dan truffle, serta steak Wagyu A5 dengan saus cabernet reduction. Untuk minuman, saya akan pesan champagne Dom Perignon," katanya. Aku melongo kaget, mendengar pesanan Pak Kaiden. Makanan yang dipesannya hanya aku bisa lihat di film-film, atau di sosial media. Foie Gras dan steak Wagyu A5 adalah menu yang sangat mewah dan mahal. Foie Gras yang dibuat dari hati bebek yang diberi makan secara paksa memiliki rasa yang kaya dan lembut, sementara steak Wagyu A5 dikenal karena marbling-nya yang tinggi, membuatnya sangat empuk dan lezat. Champagne Dom Perignon adalah salah satu anggur terbaik di dunia, dengan rasa yang kompleks dan elegan. Waiter mengangguk dan mencatat pesanan Pak Kaiden dengan profesional. "Pak, makanan yang bapak pesan bisa untuk membeli satu buah motor," kataku dengan sangat pelan, hampir berbisik sehingga Pak Kaiden harus mencondongkan tubuhnya untuk mendengar. Pak Kaiden tersenyum, mungkin geli mendengar perkataanku yang kampungan. "Memangnya kenapa? Kamu belum pernah memakannya kan! Jadi, nikmati saja makanan ini," balasnya dengan nada yang santai. Aku merasa sedikit takut dengan harga makanan yang sangat mahal, pikiran tentang gaji bulananku yang hampir habis untuk sekali makan ini terlintas di benakku. Tapi, Pak Kaiden sepertinya tidak mempermasalahkan hal itu, dia terlihat sangat menikmati suasana restoran mewah ini dan tidak ragu-ragu untuk memesan menu yang paling mahal. Aku hanya bisa menelan ludah dan mencoba menikmati suasana, meskipun keraguan masih menghantuiku. Sambil menunggu pesanan, aku membuka ponselku untuk mengalihkan perhatian dari rasa canggung karena harga makanan yang mahal. Belum makan saja membuat seluruh tubuhku gemetar, apa lagi nanti memakannya. Tiba-tiba, waiter membawa troli berisi pesanan kami di atasnya, dan menyajikannya dengan hati-hati di atas meja. Foie Gras dengan saus fig dan truffle dihidangkan di atas piring kristal yang berkilau, dengan irisan roti panggang di sampingnya. Steak Wagyu A5 disajikan di piring lain, dengan saus cabernet reduction yang kaya aroma dan warna. Di sebelah makanan, waiter juga menuangkan champagne Dom Pérignon ke dalam gelas kristal yang tinggi dan elegan. Gelembung-gelembung halus champagne naik ke permukaan, mengeluarkan aroma yang kompleks dan mewah. Waiter menyajikan champagne dengan hati-hati, memastikan gelas terisi dengan tepat. Waiter juga meletakkan piring dan gelas dengan hati-hati, memastikan semuanya rapi dan sesuai dengan standar restoran. "Foie Gras dengan saus fig dan truffle, serta steak Wagyu A5 dengan saus cabernet reduction, disajikan bersama champagne Dom Pérignon untuk Anda berdua," kata waiters dengan senyum profesional. Aku menelan ludah, melihat kelezatan makanan dan minuman yang dihidangkan di depanku. Pak Kaiden tersenyum dan mengambil garpu dan pisau, "Ayo, kita mulai makan," katanya dengan nada yang santai. Aku mencoba melakukan hal yang sama seperti Pak Kaiden, tapi tanganku terasa kaku saat akan memotong steak. Pak Kaiden di depanku tersenyum tipis, dia tahu aku tidak terbiasa dengan cara makan di restoran mewah. Lalu, dia mengambil piringku dan memotong daging steaknya agar aku dengan mudah memakannya. "Kamu nanti harus ikut kelas cara makan yang benar, karena setelah ini aku akan sering mengajak kamu makan di restoran mewah," katanya dengan nada yang santai. Aku malu karena tidak tahu cara makan yang benar di restoran mewah. Pak Kaiden membantuku dengan memotong makanan dan memberitahu aku cara menggunakan garpu dan pisau dengan benar. Saat aku mencoba mengambil garpu dan pisau, aku merasa sedikit canggung karena tidak tahu cara memegangnya dengan benar. Pak Kaiden tersenyum dan membantu aku, "Seperti ini, kamu harus memegang garpu dan pisau dengan cara yang benar agar tidak terlihat tidak sopan," katanya sambil menunjukkan cara yang benar. Mau makan saja susah sekali, seandainya aku sedang tidak berada di restoran, sudah aku makan habis steak dengan memakai tangan, tidak perlu memakai garpu dan pisau. Aku sedikit frustrasi karena harus mengikuti cara makan yang benar ala orang kaya. Aku mencoba lagi belajar memotong steak dengan garpu dan pisau, tapi rupanya tidak semudah yang aku pikir. Daging steaknya empuk dan sulit untuk dipotong, aku harus menggunakan tenaga yang cukup besar untuk memotongnya. Aku merasa kesal karena tidak terbiasa dengan cara makan seperti ini. Pak Kaiden tersenyum kecil, pasti di dalam hatinya dia sedang mengejekku. "Tidak apa-apa, kamu hanya perlu sedikit latihan saja," katanya. Aku mengambil napas dalam-dalam dan mencoba menikmati makanan, walaupun masih sedikit kesusahan. "Coba kamu nikmati saja makanan ini, jangan terlalu memikirkan tentang cara makan yang benar," katanya dengan senyum yang hangat. Mendengar perkataannya, aku sudah tidak peduli lagi dengan aturan makan yang benar. Bersyukur kami makan agak jauh dari pengunjung lain, mereka juga tidak memperhatikan aktivitas sekitarnya. Aku memakan dengan lahap daging Wagyu yang empuk dan lezat, serta foie gras yang kaya rasa. Pak Kaiden tersenyum melihatku menikmati makananku. "Coba kamu rasakan champagne ini, rasanya sangat unik dan memiliki karakter yang premium," katanya sambil memberikan gelas berisi champagne. "Maaf, Pak. Aku tidak terbiasa minuman keras seperti itu," tolakku dengan jujur. "Rania, ini tidak akan memabukkan kalau kita meminumnya secukupnya. Rasanya unik, kamu pasti suka," katanya berusaha membujukku. "Benarkah, Pak? Minuman ini tidak memabukkan?" tanyaku skeptis. "Iya, kamu harus membiasakan diri minum ini. Ini champagne kelas dunia, bukan minuman biasa," katanya dengan nada yang meyakinkan. Aku meminum sedikit tegukan champagne Dom Pérignon, dan rasanya yang kompleks membuatku merasa sedikit lebih santai. Gelembung-gelembung halus champagne naik ke permukaan, mengeluarkan aroma yang harum dan menyegarkan. Namun, setelah beberapa tegukan, aku mulai merasa sedikit pusing. Aku tidak terbiasa minum champagne, dan alkoholnya mulai berefek pada tubuhku. "Rania, apa kamu baik-baik saja? Mungkin sebaiknya kamu berhenti minum dulu," katanya. Aku mengangguk lemah, tubuhku sedikit panas mungkin karena efek alkohol yang mulai terasa. "Pak, kepalaku pusing," kataku dengan suara pelan. "Tidak apa-apa, Rania. Nanti juga akan hilang sendiri," ucap Pak Kaiden dengan nada yang menenangkan. "Coba kamu minum jus jeruk ini, mungkin bisa membantu meringankan rasa pusing," tambahnya sambil menyodorkan segelas jus jeruk segar. Aku mengambil gelas jus jeruk itu dan meminumnya perlahan-lahan, berharap rasa pusing di kepalaku bisa berkurang. Pak Kaiden memperhatikan aku dengan penuh perhatian, memastikan aku baik-baik saja. "Kamu bisa beristirahat sejenak jika perlu," katanya dengan nada yang lembut. "Ini sudah waktunya aku kerja, Pak. Jam makan siang sudah habis, Mbak Susi nanti marah kalau aku telat," kataku menolak ajakannya untuk beristirahat. Aku merasa takut dan curiga, jangan-jangan Pak Kaiden memiliki rencana tidak baik terhadapku. Aku tidak mau tertipu olehnya, dan aku harus tetap waspada. "Rania, aku ini pemilik perusahaan. Apa kamu lupa?" katanya mengingatkan dengan nada yang santai. "Susi tidak akan marah, kamu pergi denganku," tambahnya dengan senyum yang meyakinkan. Aku tetap menggelengkan kepala. "Pusingnya sudah hilang, Pak. Ayo, kita kembali ke kantor," kataku mengajak Pak Kaiden. "Apa kamu yakin sudah baik-baik saja?" tanyanya dengan nada yang terdengar peduli. "Iya, Pak. Aku sudah baik-baik saja," jawabku dengan yakin. "Aku akan bayar makanan ini dulu," katanya lalu memanggil waiter dengan gerakan tangan. "Tolong, bill untuk meja ini," katanya kepada waiter. "Kaiden," panggil seorang wanita cantik yang menghampiri meja kami dengan langkah yang anggun. "Yasmin, kamu dengan siapa kesini?" tanya Pak Kaiden sambil menyerahkan black card ke waiter untuk membayar tagihan. "Aku kesini bersama teman-teman arisanku. Kamu sendiri dengan siapa datang kesini?" tanya Yasmin sambil melirik ke arahku dengan tatapan sinis yang jelas terlihat di matanya. "Perkenalkan, dia Rania, pacarku," jawab Pak Kaiden dengan suara tegas, tanpa ragu-ragu. Wanita itu terlihat terkejut, matanya melebar dengan ekspresi tidak percaya. "Kaiden, selera kamu dari dulu itu sangat rendahan. Kamu menolak Soraya hanya untuk wanita ini?" ejeknya dengan nada yang sedikit meninggi, sambil menatapku dengan pandangan yang tidak bersahabat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD