Grisel membuka matanya perlahan. Cahaya lampu putih di langit-langit kamar menyilaukan matanya sesaat. Pandangannya berputar, mencoba mengenali ruangan yang kini menemaninya. Dindingnya berwarna putih bersih, aroma antiseptik tercium tajam, dan suara mesin monitor terdengar pelan di sebelahnya. Ia tersadar bila dirinya kini berada di kamar rumah sakit, bukan lagi di ruang konsultasi. “Kenapa aku ada di sini? Bukannya tadi aku masih di ruangan Dokter Ferrin?” gumamnya pelan, mencoba mengingat. Ia menarik napas panjang. Pikirannya berputar, bayangan terakhir yang ia ingat adalah wajah Ferrin yang panik, suaranya yang memanggil, lalu semuanya gelap. “Mungkin aku pingsan dan dibawa ke sini…,” desisnya. Ia menatap langit-langit sambil menggigit bibir, merasa malu sekaligus khawatir. “Semoga a

