Kehadiran Elisa yang tiba-tiba bagai petir di siang bolong membuat Wira tercekat, dadanya berdebar tak menentu. Ucapan putri sulungnya itu menusuk tajam ke dalam pikirannya.
"Maksud kamu apa, Elisa? Apa sebenarnya yang harus Edward pertanggung jawabkan? Bukankah hubungan mereka hanya pura-pura, bersandiwara untuk membalas dendam pada Arya?" desak Wira, nada suaranya menggema penuh keraguan.
Elisa menatap tajam, matanya menyimpan api yang tak mudah padam. "Tidak, Pa. Hubungan mereka lebih dari sekadar balas dendam."
Kania tiba-tiba angkat bicara, suaranya terbata-bata namun tegas, "Tante, cukup, Tante. Jangan buka semuanya kepada kakek. Aku sadar diri dan akan mengikuti permintaan Kakek Wira untuk menjauhi Edward. Tapi, aku tidak bisa menerima tawaran terakhir dari kakek."
Elisa menggig
