“Aryaaa.” Entah sudah berapa kali Gemi mengetuk pintu, tetapi putranya tetap tidak mau menghiraukannya. Tidak ada jawaban, dan pintu kamar pun terkunci dari dalam. Hampir semalaman Gemi tidak bisa tidur memikirkan putranya dan Rashi. Andai tertidur pun, tidak lama kemudian Gemi akan terbangun dan kembali menangisi masa lalunya. “Ar, kamu nggak keluar?” Gemi bersandar pasrah pada pintu, lalu tubuhnya merosot dan kembali menitikkan air mata. Andai, Gemi memutuskan untuk tidak melahirkan Arya …. Tidak! Gemi tidak boleh berpikiran seperti itu. Arya merupakan anugerah terindah bagi Gemi, dan ia tidak pernah menyesal karena telah melahirkan putranya ke dunia. “Sarapan dulu, Ar,” lanjut Gemi masih berusaha membujuk Arya keluar dari kamar. “Mama yang harusnya sarapan.” Leon akhirnya keluar k

