Deni bilang, ia ingin hidup dengan tenang. Tak lagi merasa gusar jika bagian masa lalunya menyapa. Tak pula terganggu jika berpapasan, bahkan berhadapan dengan orang-orang yang menyayat hatinya. “Oke. Nanti Papa kabari.” “Makasih, Pa.” “Ngga perlu, Nak. Papa pun berperan dalam membuatmu trauma menghadapi mereka. Apa pun itu, akan Papa coba bantu agar traumamu hilang.” Dan kini, di hari Minggu selepas tengah hari, Deni akhirnya mematikan mesin mobilnya. Dengan mengenakan kaca mata hitamnya, ia keluar dari balik kemudi. Deni melangkah santai, menuju sebuah rumah yang dulu pernah dikunjunginya saat Atifa belum lama meninggalkan dunia. “Assalammu’alaikum,” sapanya begitu melangkah ke dalam rumah. Sontak semua orang memutar titik pandang, menatapnya. Hening seketika, tak ada satu pun yang