Eps. 14 Kedatangan Keenan

1147 Words
Nenek Nancy mengusap rambut Giselle dengan lembut saat Gadis itu menceritakan dan menumpahkan semua perasaannya pada dirinya. "Menangislah jika itu bisa melegakan dirimu." ucap nenek Nancy merespon semua cerita yang diungkapkan oleh cucunya itu. Sedari kecil, Giselle memang lebih dekat pada neneknya. Tidak seperti Gracia yang lebih dekat pada kakek. Namun sayangnya kakeknya sudah meninggal. Setiap ada masalah pun, bukan Irina orang yang pertama yang mengetahui masalahnya, melainkan neneknya. "Giselle anggap saja kalian tidak berjodoh dan itu jalan yang telah ditentukan untuk menunjukkannya." ucap nenek Nancy yang biasa menanggapi suatu permasalahan dengan bijak. Mungkin karena usianya dan telah mengalami berbagai macam rintangan dalam hidupnya sehingga bisa memberikan petuah pada Giselle. "Nenek..." bukannya air matanya suruh mendengar nasehat dari neneknya malahan bisa menangis semakin keras. "Aku tahu perasaanmu. Bukan kau yang salah. Tapi kau juga jangan menyalahkan ayah maupun kakakmu. Mungkin saja setelah ini kau akan bertemu seorang pria dan itu lebih baik dari Ansel." tambah nenek Nancy untuk membesarkan hati cucunya. Giselle beralih tidur di pangkuan neneknya dan masih menitikkan air mata meskipun tak lagi berucap sepatah kata pun dan mengerti perkataan neneknya. Dua jam kemudian gadis itu tertidur di pangkuan nenek Nancy. "Oh Giselle, kau akhirnya tertidur karena lelah menangis." ucapnya lirih sembari mengusap air matanya yang mulai menitik. "Kau benar malang sekali. Sudah kehilangan penglihatan dan kehilangan suami." Nenek Nancy mengambil bantal kursi oranye di kursi yang didudukinya kemudian menarik tubuhnya sembari mengangkat kepala Giselle dengan lembut dan menaruh bantal itu di bawah kepala cucunya. kring Tepat di saat wanita itu akan berdiri ponselnya berdering. "Pasti itu telepon dari Fernando." gumamnya lalu berdiri dan mengambang ponsel yang ada di meja di samping kiri sofa berwarna hijau muda itu. "Pasti dia menanyakan Giselle." ucapnya lagi setelah melihat yang menelepon memang putranya. Langsung saja nenek Nancy mengangkatnya. "Ibu, apa Giselle ada di sana ?" "Ya, Fernando kau tak perlu khawatir dia aman bersamaku disini." balas Nenek Nancy kembali duduk dan bersandar ke sofa. Fernando mengetahui informasi itu dari Amanda dan George. "Baiklah ibu, nanti malam aku akan ke sana dan menjemputnya pulang." "Sebaiknya dia menginap di sini setidaknya satu malam baru besok kau jemput dia. Itu pun jika dia mau pulang. Jika tidak kau jangan memaksanya. Kau tahu sendiri seperti apa luka hatinya dan dia butuh waktu untuk menyembuhkan luka itu." "Tapi bu, aku sangat mengkhawatirkan kondisinya. Dalam kondisi buta seperti itu bagaimana dia bisa tinggal di sana ?" desak Fernando tak setuju pada usul ibunya. "Kau tidak akan menyembuhkan lukanya jika membawanya pulang sekarang dan malah akan membuat luka itu semakin dalam. Kau urusi Grace saja dulu. Dia juga mungkin terluka hatinya melihat penderitaan saudarinya." Fernando menarik nafas panjang. Apa yang diucapkan ibunya memang benar adanya. "Ya, ibu tolong jaga Giselle untukku. Jika ada sesuatu apa terjadi sesuatu padanya tolong kabari aku." ucap pria itu pada akhirnya menuruti perkataan ibunya sebelum mengakhiri panggilannya. Dua jam setelahnya Giselle bangun. "Nek, apa nenek masih ada di sini ?" ucapnya begitu membuka mata dan duduk, juga khawatir neneknya itu tak ada di sampingnya. "Ya, Giselle nenek di sini." Ternyata meskipun di dunia itu tertidur dia tak meninggalkannya dan tetap duduk di sampingnya sambil membaca majalah seputar holtikultura, kesukaannya akhir-akhir ini. Giselle meraba untuk menemukan neneknya dan segera memegang tangannya dengan erat setelah menemukan tangan wanita itu. Ia takut berada sendirian di sana. "Nek, apa ada yang mencari ku ?" "Ayah mu tadi menelepon dan akan menjemputmu pulang malam ini." sengaja ia bilang begitu karena ingin tahu respon dari Giselle. "Tidak, aku tidak mau pulang ke rumah hari ini atau besok. Aku ingin tinggal di sini lama dengan mu, Nek. Tolong sampaikan pada ayah aku tak ingin pulang." ucapnya dengan memohon dan tangan yang bergetar karena kembali teringat pada kenangan di rumah itu. "Ya, sayang tenang saja." Sore hari Giselle minta pada neneknya untuk mengajaknya duduk di teras meskipun dia tak bisa melihat setidaknya ganti suasana dengan merasakan angin yang berbeda dan juga harum bunga yang bermekaran dan tentunya juga berbeda dengan semua yang ada di rumahnya. "Nyonya Nacy siapa yang duduk di sebelah mu ?" tanya seorang tetangga dekat rumah yang tak sengaja lewat depan rumah dan baru pertama kali melihat gadis muda itu. "Dia Giselle, cucuku." terang nenek Nancy sembari tersenyum kecil. Dia pun beralih menatap Giselle yang duduk di sampingnya. "Giselle itu nyonya Anne tetangga kita, sapalah dia." ucap nenek Nancy lirih. "Sore nyonya Anne, senang berkenalan denganmu." ucap Giselle sambil berdiri meskipun ia tak bisa melihat namun bisa menatap tepat di mana wanita itu berdiri. "Giselle kau cantik sekali." puji wanita itu setelah melihatnya sekilas. "Terimakasih, nyonya." balas Giselle sembari tersenyum dan tersipu mendengar pujian dari tetangga neneknya itu. Nyonya Anne hanya sebentar saja dan segera pergi dari sana karena masih banyak urusan di rumah. "Sayang sekali gadis cantik tadi buta." gumam Nyonya Anne saat akan masuk ke rumahnya dan bisa mengetahui hal itu tanpa perlu bertanya langsung. Giselle dan neneknya kembali duduk. Gadis itu internet lebih tenang sekarang. Apalagi setelah mendapatkan pujian dari tetangga dekat membuatnya tersenyum dan melupakan kesedihannya. "Giselle nenek mandi sebentar kau di dalam apa di sini ?" tanya nenek Nancy sembari berdiri dari kursi rotan impornya. "Nenek mandi saja dulu aku masih ingin di luar dan menikmati udara segar di sini." Giselle menolak karena berada di luar rumah dan berjumpa orang baru membuat hatinya sedikit tenang. Nenek Nancy kemudian meninggalkannya masuk untuk mandi. klak Dari arah kejauhan Giselle mendengar suara seseorang membanting pintu mobil dengan keras. Tac-tac Terdengar suara derap langkah kaki cepat seseorang dan dua orang lainnya di belakang seseorang yang berjalan cepat tadi dengan setengah berlari. Seketika saja dalam beberapa menit banyak gadis berkumpul di sana dan terlihat histeris menatap sosok tadi. "Astaga Keenan Colton pulang. Aku ingin melihatnya dari dekat." ucap seorang gadis tak mengalihkan pandangannya dari sesosok pria berkacamata hitam dengan setelan tuxedo rapi dan harum sepanjang dia berjalan. "Keenan... Kami di sini." ucap seorang gadis lain memberanikan diri untuk memanggil nama pria tersebut. Sedangkan pria berambut hitam pekat itu hanya berbalik dan mengumbar senyumnya ke arah para gadis tadi. "Keenan... bolehkah aku berfoto denganmu ?" teriak gadis lainnya dan Keenan berhenti sejenak sembari melambaikan tangannya. Langsung saja tak hanya jadi saya meminta berfoto bersama dengannya yang maju ke Sisinya melainkan semua gadis yang ada di sana ikut berfoto. Dan terdengar histeria dan teriakan dari para gadis itu saat pria itu merangkum mereka semua sembari berfoto. "Suara keramaian apa di sana ? Apa ada suatu event di sini ?" gumam Giselle Ini mendengar teriakan euforia histeris dari para gadis. "Tuan pada saatnya anda kembali." ucap seorang pria berpakaian serba hitam pada Keenan. "Maaf lady beauty semua, aku harus pergi sekarang." ucap Keenan segera berjalan kembali meninggalkan para gadis yang masih histeris dengan kedatangannya. Sebuah mobil Lamborghini berhenti tepat di depan pria itu dan sesaat setelahnya Keenan masuk ke mobil tersebut. Namun Histeria dari para gadis masih terdengar di sana meskipun mobil itu sudah pergi jauh dari sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD