“Per-misi,” tegur Rumi ragu-ragu pada seorang pria yang tengah sibuk dengan laptop di atas meja. Jemari pria itu berhenti beraktivitas sejenak, lalu sedikit mendongakkan kepalanya. “Ada yang bisa saya bantu?” “Maaf, ini ... meja ini bukannya sudah direservasi, ya?” tanya Rumi dengan sopan. “Meja no … mer, sembilan, kan?” Pria itu melirik pada papan meja yang bertuliskan angka sembilan yang terletak tidak jauh dari laptopnya. “Iya, benar, nomor sembilan. Dan saya yang sudah reservasi sebelumnya.” Rumi menggigit bibirnya sebentar dengan menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan karena kebingungan. Ia lalu melambai untuk memanggil seorang pelayan sembari masih berdiri di sisi meja. “Maaf, Mbak. Apa meja nomor sembilan di sini ada dua? Atau di lantai atas ada nomor yang sama?” tanya Rumi p

