CH 02 ~ A Kissing Test

1009 Words
Hari ini adalah hari kelulusan Kanaya. Dia sudah terlihat cantik dengan pakaian yang rapi menghadiri acara di sekolahnya. Begitu juga dengan Steve yang ikut menghadiri acara tersebut. Pria itu terlihat sangat tampan dan memikat. Bagaimana hal itu dapat dihindari oleh Naya yang sedang kesal dengan daddy-nya itu. “Nay, kamu kenapa sih? Kok, Daddy perhatikan sejak tadi kamu cemberut terus. Lihat tuh mukanya di tekuk terus, cantiknya hilang deh!” Steve menggoda putri angkatnya yang sudah beranjak dewasa. Saat itu mendadak Kanaya menatap tajam ke arah Steve. Dengan mendekatkan dirinya sampai keduanya berjarak sangat dekat. Steve mengernyitkan kening, melihat Naya yang terlihat berbeda, menatapnya penuh tanda tanya. “Kamu kenapa, Nay?” tanya Steve. “Dad, coba deh Daddy pejamkan mata, terus jangan buka mata sampai Naya bilang buka mata,” tuturnya serius. “Hah? Memangnya kamu mau ngapain? Kok, Daddy di minta pejamkan mata?” tanya Steve merasa curiga. Rencana apalagi yang hendak di lakukan Kanaya kali ini. Setelah kemarin Naya menindih tubuhnya saat di tempat tidur secara tiba-tiba, hingga situasi canggung tercipta seketika. “Dad, please..., aku cuma mau ngetes Daddy aja kok,” tambah Naya sambil menempelkan kedua telapak tangannya ke depan dada. “Ngetes?” Steve semakin heran, sebenarnya apa yang ingin dilakukan putrinya kali ini. “Hmm, kamu kalau udah punya keinginan enggak bisa di tolak, yaudah deh, Daddy pejamkan mata,” Steve pun akhirnya mengikuti kemauan putrinya itu. Ia memejamkan mata, dan perlahan Naya menyentuh kedua pipi Steve. Steve hanya terdiam. Walaupun saat itu ia merasa ada yang aneh, saat Naya menyentuh bibirnya dengan jemari kecilnya. Begitu perlahan hingga tidak disangka hal itu membuat Steve merinding. “Nay, kamu mau ngapain....,” ucapnya terputus. Naya menutup bibir Steve dengan telunjuknya. Tidak ada pilihan lain, Steve selalu berusaha mengikuti keinginan Naya, gadis ceria yang sudah merebut perhatiannya sejak dirinya berusia 28 tahun sampai saat ini. Hingga membuatnya masih melajang di usianya yang sudah matang. Naya tersenyum menatap wajah Steve yang terpejam. Baginya daddy-nya itu adalah pria yang paling tampan dan menggoda. Bahkan Naya sudah menyukai Steve sejak ia masih kecil. Sejak pertama kali Steve mengurusnya, menjadikannya anak angkatnya. “Dad, janji ya, setelah ini Daddy nggak boleh marah,” “Nay, lama banget dari tadi belum selesai juga tesnya? Daddy sampai kapan harus memejamkan mata seperti ini,” tanya Steve yang masih merapatkan kedua matanya. “Hm, oke, ini baru mau aku mulai,” ucap Naya dengan suara manjanya. Naya mengelus pipi Steve dengan teramat lembut. Lalu perlahan menjinjitkan kakinya, ia gemetar menatap wajah pria yang begitu di kaguminya itu. Naya menelan salivanya dengan susah payah, bahkan jantungnya terus berdegup cepat ketika ia mulai mendekati bibir Steve, dengan seluruh keberanian yang ia kumpulkan. Hingga akhirnya bibirnya berhasil menyentuh bibir Steve, daddy kesayangannya itu. Keduanya bergeming. Saat itu Naya menyentuh dada bidang Steve, dan dapat ia rasakan debaran jantung pria itu yang juga sama seperti apa yang sedang dirasakannya saat ini. Naya tidak tahu, apalagi yang harus ia perbuat, ini kali pertama ia berciuman. Dan itu ia berikan kepada pria yang tidak lain adalah ayah angkatnya sendiri. Steve segera tersadar, walaupun sentuhan Naya itu membangkitkan nalurinya sebagai lelaki normal. Tapi, akal sehatnya masih bekerja. Kanaya, ia tetap saja putrinya, mana boleh seperti ini, batin Steve. “Nay!” Steve mendorong perlahan tubuh gadis belia itu. “Kanaya! Ini kedua kalinya! Daddy nggak ngerti ya, kenapa kamu seperti ini?” tanya Steve dengan suara meninggi sehingga membuat Kanaya meringsut menjauhi Steve dengan perasaan sakit dan juga ketakutan mendengar gentakan dari daddy-nya itu. “Nay. Maafkan Daddy. Bukan maksud Daddy marah sama kamu,” ucap Steve berusaha mendekati tubuh putrinya yang semakin menjauhinya. Sudut matanya merah dan sudah menggenang, kristal bening akan segera berjatuhan membasahi pipi merah Kanaya. “Daddy udah janji nggak akan marah, tapi akhirnya Daddy tetep marah! Maafin Kanaya, Dad!” Gadis itu berlari masuk ke dalam kamarnya. Perasaannya begitu kacau, padahal hari ini seharusnya ia pergi memenuhi acara di sekolahnya. Ia juga mengira bahwa Daddy-nya tidak akan marah kepadanya. Ia tidak menyangka kalau Steve malah membentaknya. “Maafin Naya, Daddy. Tapi Naya beneran menyukai Daddy,” tuturnya dengan suara gemetar sedangkan tubuhnya menyandar ke pintu kamarnya. Ia tersungkur dalam keadaan tangan yang terus menyentuh dadanya. Tangisnya pecah, gadis itu merasa sangat bersedih. “Naya menyukai Daddy, kenapa hal itu nggak boleh? Ini bukan cinta terlarang, daddy cuma ayah angkatku, tapi kenapa daddy nggak bisa sekali aja memandangku. Bukan sebagai anak tetapi sebagai seorang gadis.” Naya masih menangis, sedangkan Steve terus berusaha meminta Naya agar mau membuka pintu kamarnya. “Nay! Kanaya! Buka pintunya, jangan marah, Nay. Maafin Daddy. Sekarang kita harus segera ke sekolah, acaranya sudah akan dimulai dan kedatangan kamu ditunggu. Nayaa...,” tak lama kemudian pintu pun terbuka. Kanaya terlihat mengusap ujung matanya yang basah dengan napas yang tersendat. “Nay, kamu nangis? Astaga, Kanaya. Maafin Daddy,” tutur Steve bermaksud menyentuh pipi Kanaya. Tapi gadis itu menampiknya. “Jangan sok perhatian. Naya nggak butuh Daddy. Naya bisa pergi sendiri. Daddy nggak usah temenin Naya ke sekolah!” Kanaya mencoba sekuat tenaga untuk membuat Daddy-nya membencinya. Dengan begitu mungkin lebih mudah bagi Kanaya untuk menghilangkan perasaannya terhadap ayah angkatnya itu. “Naya!” Steve memijat keningnya. Ia paham watak Kanaya yang cenderung keras. Ketika mempunyai keinginan, Naya sulit sekali ditolak. Tapi kali ini Steve tidak dapat mengabulkan permintaan anak angkatnya itu. “Astaga, Naya. Kenapa kamu bisa suka sama Daddy, padahal aku ini adalah orang yang merawat mu dari kecil. Aku ini daddy-mu. Naya...,” "Ini salahku, apa sikapku memanjakan Kanaya membuatnya berlebihan seperti sekarang? Tapi aku hanya berusaha menjadi ayah yang baik untuknya, kan? Tidak! Kamu dan dia hanya berjarak sepuluh tahun, Steve! Sial! Tapi tetap saja tidak bisa, tidak untuk Kanaya! Argh!!!!" Steve menggeram kesal dengan keadaan, dia juga menyesali semua yang terjadi. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kanaya menangis berlari sambil memegangi dadanya yang terasa sesak dan amat sakit. Dia tahu, Steve akan menolaknya. Dia juga sudah mempersiapkan diri untuk ditolak. Tapi mengapa, saat itu terjadi rasanya amat sangat sakit? "Aku benci kamu, Daddy!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD