CH 05 ~ Jealous ?

1002 Words
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah Naya. Gadis itu hanya terdiam, ia terus tertunduk sambil mencoba menangkan hatinya. Naya selama ini selalu berterus terang pada Steve tentang perasaannya. Dan tiba-tiba saja ia kepikiran tentang beasiswa yang di tawarkan oleh pihak sekolah. Kanaya dapat memilih universitas di Korea, sesuai keinginannya. Pada awalnya Kanaya merasa berat untuk meninggalkan Daddy-nya. Tapi, setelah kejadian tadi, ia berpikir untuk memberi jarak pada pria yang saat ini sedang fokus menyetir. I'm sorry, Daddy. but I can't lie, I want you so bad. I also can't force you, I better stay away from you first, hope that the feeling disappears as we are apart. Kanaya akhirnya memutuskan setelah ini akan menemui pihak sekolah untuk mengkonfirmasi persetujuannya menjalani pendidikan di Korea selama tiga tahun. Tak terasa bulir bening berjatuhan hingga ia akhirnya terisak, Steve spontan menghentikan mobilnya, ia kira Kanaya sudah tidak bersedih lagi karena hal tadi. “Naya, kamu kenapa? Are you, okay?” Steve mengusap pipi Naya yang basah. Gadis itu tertegun, lalu memeluk tubuh Steve dengan air mata yang berderai. ‘I Love You, Dad! Aku sangat mencintai Daddy, maaf karena aku tidak dapat mengendalikan perasaan ini, aku tidak bisa, Dad!’ batinnya terus mengatakan hal itu. Steve merasakan kesedihan yang sedang di rasakan oleh Kanaya. Rasanya ia tidak tega, ia juga bingung karena satu-satunya keinginan Kanaya yang tidak dapat ia kabulkan adalah keinginan Naya untuk menjadi kekasihnya. “Naya, jangan nangis. Daddy sedih melihat Naya seperti ini.” Steve mengusap punggung Kanaya yang gemetar. Napasnya tersengal dan terdengar begitu menyesakkan. Hingga Steve menjadi semakin bingung. “Ssst .... Sayang, jangan begini,” ucap Steve. Mendengar Steve yang seringkali memanggilnya dengan sapaan Sayang, membuat jantung Naya menjadi semakin tidak karuan. Ini tidak bisa di biarkan, Kanaya benar-benar menggilai Stevano, daddy angkatnya itu. Setelah tangisan Naya mereda. Steve kembali melanjutkan perjalanan ke sekolah Kanaya. Setibanya di sekolah Naya, keduanya turun dan langsung menuju ke ruang serbaguna tempat acara tersebut di langsungkan. “Nayaaaa...,” seseorang berlarian menghampiri Kanaya. Dia adalah sahabat Kanaya yang bernama Alice. Alice adalah satu-satunya orang yang mengetahui isi hati Kanaya setelah Steve sendiri. Ya, Steve memang sudah seringkali mendengar pernyataan cinta dari putrinya. Tapi bagi Steve itu mungkin hanyalah bagian dari masa pubertas yang di alami oleh gadis kecilnya itu. Alice tahu banyak cerita tentang Daddy Kanaya. Karena itu ketika ia melihat Steve datang bersama Kanaya, ia terkejut dan langsung menghampiri Naya. “Alice,” ucap Naya. “Nay, kamu baru datang,” sahut Alice yang selalu terpesona ketika melihat senyuman Steve. Daddy dari Kanaya. “Hai Alice,” sapa Steve pada sehabat anaknya itu. “Hai Om,” balas Alice. “Om dan Naya langsung masuk aja, acaranya sepuluh menit lagi akan dimulai,” tutur Alice. “Kamu mau kemana?” tanya Naya pada sahabatnya itu. “Mau ke toilet sebentar. Oh iya, Nay. Tadi Bara nanyain kamu. Dia tanya aku, gimana sama pertanyaan dia semalam, kamu mau terima dia apa enggak?” cetus Alice sambil menyikut Naya. Steve terkejut mendengar ucapan Alice. “Ah, bocor banget Bara. Kenapa dia ngasih tahu kamu,” sahut Naya. Alice terkikik. “Apa sih yang nggak Alice tau, yaudah aku mau ke toilet dulu,” Naya menarik napas lalu membuangnya. Ia menatap sekilas wajah Daddy-nya. “Dad, kenapa bengong?” tanya Naya. Steve tersadar dari lamunannya. “Eh, maaf ya. Tadi itu siapa teman kamu yang nanyain kamu?” tanya Steve penasaran dengan ucapan Alice tadi. Naya mengernyit. “Hm, siapa? Maksud Daddy, Bara?” “Ah, iya dia. Jadi siapa itu Bara?” Naya menggeleng. “Hanya teman, bukan siapa-siapa,” sahutnya. “Nay, ingat ya. Daddy belum kasih izin kamu untuk pacaran, jangan coba-coba,” tutur Steve sambil menggerakkan satu ibu jarinya. Kanaya terdiam sebelum akhirnya hatinya bersorak riang. ‘Astaga! Apakah Daddy cemburu?’ Naya terus tersenyum-senyum sendirian. Mendadak detik itu juga ia membatalkan rencananya untuk ke Korea. ‘Aku yakin pada akhirnya Daddy akan mencintaiku juga, aku sangat yakin,' hatinya terus bersorak merasakan gairah dan optimisme yang kembali meluap. “Kanaya? Kamu malah bengong. Dengar tidak ucapan Daddy barusan?” ulang Steve. “Hm, terserah Naya dong, Naya kan udah beranjak dewasa, Daddy sendiri yang bilang, iyakan?” seringai gadis itu dengan tekad yang kuat ingin membuat Steve cemburu. “Nay! Daddy nggak mau kamu pacaran, itu bahaya!” tekan Steve. Naya menggeleng. "Tapi aku punya hak," "Tidak, sekali tidak, tetap tidak." Steve tetap pada pendirian. "Kenapa? Daddy cemburu?" "Apa? Daddy punya hak mengatur mu, karena kamu putri Daddy!" Sikap Steve sangat posesif dan itu makin membuat Naya yakin, bahwa pria itu memiliki perasaan yang sama dengannya. Tidak mungkin Naya salah, mereka memang ditakdirkan berjodoh, yakin Naya pada dirinya sendiri. “Kita masuk Dad, jangan bahas itu di sekolah. Okey Sayang,” goda Kanaya sambil mengerlingkan matanya pada Steve. Naya terkikik pelan, dia merasa aneh tapi juga bahagia bisa menggoda daddy-nya itu. "Kenapa masih di sana daddy?" Entah kenapa kerlingan Kanaya barusan membuat Steve berdebar-debar. Ia terkesiap dan segera menyadari perasaan aneh itu tidak boleh terjadi. "Kamu gila, Steve!" geramnya pelan. "Daddyy...." panggil Naya panjang. "Apa daddy lebih suka kalau aku pulang dengan temanku yang tadi?" Steve tidak menjawab. Dia masih sibuk mengartikan getaran dalam dadanya saat ini. "Baiklah, aku mau pulang bersama teman aku aja." "Tidak, Naya!" Steve segera menolak keinginan Kanaya itu. "Kalau gitu cepat masuk, daddy. Kenapa malah bengong?" Naya makin gemas dengan wajah merah Steve yang terlihat jelas. Kan, kamu pasti cemburu, daddy ... Sudahlah, seharusnya kamu mengaku sejak awal. Kenapa kamu malah masih saja mengelak? "Ya..." sahutnya kemudian menyusul Kanaya. Perasaan aneh apa yang dirasakan Steve. Dia marah, dia tidak suka jika ada seseorang yang mendekati putrinya, terlebih jika itu pria yang terang-terangan menyukai Naya. Padahal anak seusia Kanaya bukannya wajar jika memiliki kedekatan dengan lawan jenis? Lantas kenapa dia harus marah? Dia seharusnya senang karena putrinya menyukai teman sebayanya. Bukan dirinya. Sial! Steve terus memaki diri sendiri. Tapi melihat senyuman Naya, rasanya dia tidak rela jika senyum manis itu ditujukan pada orang lain selain dia. Egois, Steve benar-benar cemburu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD