Hendri memasukkan ponsel ke dalam saku celananya, kemudian memasukkan beberapa berkas ke dalam tas kerja. "Aku bisa nyetir sendiri. Aku mau ngajak Embun, Ma," ucap lelaki itu sambil memandangku. Aku mematung bingung. Takut melihat reaksi Bu Salwa misalnya tidak suka dengan ucapan anaknya. Disangkanya aku yang telah merayu putranya. Kegagalan kemarin masih menyimpan trauma. Betapa baiknya sikap mantan mertuaku, tapi nyatanya siapa yang tahu kalau hati tak serupa ucapannya. "Maaf, saya permisi pulang!" pamitku sambil mengambil bekas plester untuk ku buang. "Embun, kamu nggak mau ikut Hendriko?" tanya Bu Salwa mencegah langkahku. Ketika itu dua orang di hadapanku sedang menatapku. "Ikutlah kalau kamu cuti hari ini." Ucapan itu terdengar sangat tulus. "Hendriko nggak akan macam-macam sam