Madeline tertawa kecut mengingat perjalanan cintanya yang begitu tragis. Berharap akan menikmati hidup behagia dengan pangeran impian, yang ada malah dia hanya menjadi istri pengganti yang tidak dihargai. Madeline masih mengingat hari ketika dia mengumumkan niatnya untuk mengejar cinta sejatinya di sebuah kota kecil. Meski sekarang banyak yang telah berubah, tekadnya saat itu masih terpatri jelas dalam ingatannya. "Kak, itu cuma kota kecil. Magister Arsitektur jebolan Harvard mau apa di sana?" Keandre, adik Madeline, langsung memprotes dengan nada tidak percaya. Matanya membulat, seolah tidak bisa memahami keputusan kakaknya. "Keandre benar, Madeline. Kamu punya banyak peluang di sini, di kota besar. Kenapa harus ke sana?" Grizella Allen, ibunya, menyuarakan keprihatinan yang sama. Seba