3

678 Words
Masa Orientasi Siswa pada akhirnya selesai. Sekarang mereka semua resmi menjadi siswa dan siswi sekolah menengah atas. Tivania mematutkan dirinya di cermin besar di kamarnya. Seragam putih abu-abu telah dikenakannya. Tivania siap menghadapi masa sekolahnya sebagai anak SMA. Sesampainya di sekolah, beberapa anak sedang berkumpul di tengah area parkiran. Bahkan terdengar suara sorakan. Ada apa nih? Batin Tivania bertanya-tanya. Tivania memajukan tubuhnya untuk melihat kerumunan itu. Ternyata di tengah area parkir sekolah dua orang laki-laki sedang sibuk baku hantam. Kerumunan itu bukannya melerai malah semakin menyoraki yang tengah berkelahi. Memangnya pada ke mana para guru sampai muridnya sedang berkelahi saja tidak ada yang tahu? batin Tivania kesal. Ia dapat melihat mereka saling memukul satu dengan yang lain. Dan salah satu dari mereka terlihat sudah mulai kewalahan. Rasa panik mulai menjalari hatinya. Nalurinya berkata jika ia harus menolong laki-laki itu. Tivania menggigit bibir bawahnya. Dia harus melakukan sesuatu sebelum laki-laki yang sudah terkapar itu bisa habis dihajar terus oleh lawannya. "Bapak kepala sekolah datang!!" Tivania berteriak sekuat tenaga berulang kali hingga akhirnya beberapa dari penonton mulai berlarian masuk ke dalam gedung sekolah. Laki-laki yang sedang berdiri tegak meraih kerah lawannya yang sudah babak belur. "Kali ini lo beruntung. Lain kali gue jamin lo nggak akan bisa lolos dari tangan gue ini." Dihempaskannya laki-laki itu, sehingga lawannya tergeletak di atas aspal. Tivania memicingkan matanya ketika ia menangkap wajah laki-laki itu. Ah! Itu laki-laki yang kemarin menabraknya. Dasar berandal! Sudah pagi-pagi, di hari pertama pula ia sudah berulah. Laki-laki ini sukses membuat hari pertama sekolahnya hancur berantakan. Jika begini awalnya, bisa-bisa masa SMA yang indah seperti dikatakan maminya bisa hilang! Frans menangkap sosok perempuan yang tadi berteriak-teriak. Cih! Cewek brengsek yang kemarin! Lihat aja gue akan buat perhitungan sama dia! "Ayo cabut!" Frans meninggalkan korbannya dan Tivania disusul oleh teman-temannya. Laki-laki yang tergeletak di atas aspal itu meringis. Dengan segera, Tivania menghampiri laki-laki itu. "Kamu nggak apa-apa? Ayo aku bantu kamu ke UKS!" Tivania mengulurkan tangannya membantu laki-laki itu berdiri. Barulah setelah itu, Tivania dapat melihat dengan jelas wajah laki-laki itu. Darah segar mengalir di sudut bibirnya. Di beberapa bagian lain wajahnya terdapat memar-memar biru. Yang paling parah adalah bagian bibirnya. Rasanya seperti ada luka sobek di sudut bibir laki-laki itu. Tanpa sadar Tivania menatap ngeri melihatnya. "Thanks. Gue Gavin. Lo?" "Aku Tivania," jawabnya singkat. Tivania memapah Gavin menuju UKS yang terletak di dalam gedung sekolah. "Cuma lo yang mau nolongin gue. Yang lain udah pada kabur." Laki-laki itu terkekeh. Membuat Tivania heran, dalam kondisi penuh luka begini, ia masih bisa tertawa. "Tapi di mana kepala sekolahnya?" tanya Gavin yang memiringkan kepalanya menatap wajah penolongnya. "Nggak ada kok. Itu cuma bohongan. Aku asal teriak supaya kamu tidak  dipukuli oleh berandal itu lagi," sahut Tivania enteng. Gavin terkekeh mendengar penjelasan gadis yang telah menolongnya. Tidak menyangka akan ada seorang gadis yang berani menghambat perkelahiannya dengan Frans. Bahkan gadis disampingnya ini menyebut Frans dengan berandal. Gadis yang menarik, pikirnya. *** Kantin sedang sepi. Karena hari masih pagi namun kedatangan Frans dan gengnya membuat suasana kantin menjadi ramai. Bukan ramai karena pembelinya tapi ramai karena amarah Frans. "Gue bingung! Kenapa itu cewek selalu datang bawa malapetaka buat gue!" Frans mendaratkan bokongnya disalah satu kursi. Hatinya terasa panas oleh amarah. Tapi ia tidak mau melampiaskannya di kantin. Ia harus bisa menahan emosinya. "Udahlah Frans. Itu cewek mungkin panik waktu liat lo dengan nafsu menghajar wajah Gavin tanpa ampun. Padahal si Gavin udah nggak ada tenaga buat lawan lo balik. Lagian juga cewek mana yang nggak histeris melihat sikap lo itu. Bener nggak sih?" Ben minta dukungan dari teman-temannya yang lain. "Gue setuju," sahut Jose. "Mungkin memang Gavin aja yang lagi beruntung. Bisa ada cewek yang menolongnya entah datang dari mana. Lagian juga wajahnya imut juga badannya boleh kecil tapi nyalinya besar juga." Frans mendengus. "Sekali lo puji itu cewek depan muka gue. Gue jamin ada eyeshadow biru di mata lo, Jos!" ancam Frans. Refleks Jose menyentuh sebelah matanya sehingga membuat yang lain terkikik geli. Karena Frans tidak hanya mengancam. Dia akan benar melakukannya apa yang telah dikatakannya. Sebab pria sejati selalu memegang setiap perkataanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD