bc

Mataku di Matamu

book_age18+
166
FOLLOW
1K
READ
drama
tragedy
comedy
sweet
mystery
like
intro-logo
Blurb

Seting kisah di kapal selam pesiar bernama Pari, menjadikan kisah ini berbeda dengan seting cerita pada umumnya.

Dibuka dengan adegan antara model iklan dengan ikan iklan Coca no. 1 sp, mahluk transgenik ciptaan para seniman hayati. Semestinya Ikan itu membuat formasi ikon sebuah industri makanan di kedalaman laut tapi mereka justru menyerang model iklan bernama Draco. Serangan yang membuat Draco tampan itu menjadi buruk rupa sekaligus mengalami trauma psikologis.

Lima tahun kemudian, saat kapal selam Pari Pesiar beroperasi, Draco dengan topeng seorang yang tampan menumpang Pari Pesiar untuk mengikuti operasi plastik wajahnya. Serta mengobati trauma psikisnya.

Pari Pesiar digambarkan sebagai kapal selam modern dengan berbagai macam fasilitas, yang memuaskan kehausan para penumpangnya akan hiburan dan produk-produk inovasi yang belum dikeluarkan di pasaran.

Berbagai kalangan, terutama kaum kaya, mengikuti penyelaman Pari Pesiar karena berbagai macam alasan. Dari Wartawati, Pengusaha yang melarikan diri, Bos Mafia, Peragawati, Pejudi, hingga pelajar yang melakukan Praktek Kerja Lapangan.

Kisah arisan ilegal, projek rahasia riset topeng wajah, peragaan busana bawah laut, operasi cangkok organ, narkoba, lika-liku kehidupan para hedonis, pelarian seorang pehutang, para pejudi yang selalu haus adrenalin, ikan transgenik iklan Coca no.1 yang menghianati takdirnya sebagai ikan yang imut-imut.

Persahabatan, persaudaraan, kesetiaan, penghianatan. Cinta lama, Cinta akut, Cinta buta. Penyembuhan, pembunuhan. Kehidupan, dan kematian. Semuanya seolah ada pada sekeping uang logam.

Semuanya diramu menjadi sebuah kisah yang terangkai zig-zag. Kisah yang membuat Pari Pesiar seperti sebuah surga yang melayang, sekaligus neraka yang tenggelam. Semua tergantung dari sudut pandang kita.

chap-preview
Free preview
AWAL
Lima tahun lalu, dalam sebuah acara tertutup. Sebuah publisitas suatu karya anak bangsa terbatas digelar. Sepuluh orang ilmuwan berdiri tegang di depan sebuah layar bercorak laut yang kekanak-kanakan. Mata mereka menyapu ruangan. Kadang menengok ilmuwan di sampingnya lalu bertukar senyum. Jinggle iklan minuman ringan COCA NOMOR. I yang dirancang untuk mudah dihapal berdengung lirih tanpa henti dari dinding ruangan. Jinggle itu sengaja dimainkan sesuai dengan tema prensentasi ilmiah hari ini. Jinggle itu dibunyikan agar mendesak masuk ke bagian otak reptil dan lymbik[1]. Memaksa setiap pendengarnya untuk hapal, tanpa mereka sendiri menyadarinya. Seorang ilmuwan bidang psikologi social, maju ke mimbar dan memulai pidato ilmiah singkatnya berjudul: ‘Inovasi Hayati Untuk Memanipulasi Kejenuhan Yang Terjadi Di Dunia Pencitraan.’ Pidatonya dimulai dengan kata pembuka ala suku Wangsa Sebelas yang dilantunkan dengan intonasi lembut berliku: “Salam sejahtera…” Di barisan belakang para tamu undangan khusus, dari lembaga riset negara, seniman seni kontemporen, perwakilan lembaga konsumen, dan beberapa lembaga yang dinilai terkait dengan acara itu. Para undangan yang mampu menahan semua rahasia yang akan digelar. Di jajaran kursi para ilmuwan, seorang gadis mencoba duduk tenang. Bola matanya menari-nari gelisah. Bibirnya sesekali bergetar komat-kamit melantunkan doa dalam bisu. Magenta, nama gadis itu, dengan jas putih, pantaloon mahal, sebagai kode kostum acara elit itu, merasa semakin tenggelam dalam dunia yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sebagai jurnalis junior, Magenta adalah anak kemarin sore, yang terlalu muda untuk –lulus cepat- dalam sekolah khusus ‘Pelapor investigasi’. Wajarlah bila dia mulai merasakan lonjakan jantungnya keluar dari selubungnya. Magenta, di tugas pertamanya, tak dapat menahan ketakutannya. Sebelum duduk di forum ini, Magenta telah mengetahui dengan pasti –dengan ilmuwan- seperti apa- dia akan bersama di ruang ini. Bagi Magenta, para ilmuwan ini menempatkan diri mereka –berbeda- dengan seorang Eksekutor sadis jaman Gotik. Mereka lebih kreatif dibandingkan dengan seorang algojo di tempat eksekusi hukuman mati, yang hanya bisa mengajukan dua menu sederhana, gantungan, penggal dengan kapak, agak hebat sedikit, guillotine. Magenta telah membaca semua data pribadi para ilmuwan yang hadir di acara ini. Data yang ia pelajari dari semalam, yang membuatnya tak dapat memejamkan matanya. Hingga ia tampil dengan kantung mata, dan wajah pucat bak burung hantu. Tak hanya itu, kini ia duduk lemas setiap mengingat rahasia data para ilmuwan ini: ‘siapa-melakukan apa-untuk apa’. Tuhan, lindungi aku di sarang para kreator gila ini. Selalu, kalimat yang sama yang melintas setiap ia mengingat itu. “Kau dari divisi apa?” seorang Wangsa Sebelas di sampingnya tiba-tiba menyapa, memecah ketegangan Magenta. Suara orang itu berintonasi gelombang sebagaimana layaknya para wangsa sebelas bersuara. “Saya asisten doktor Chan Nio. Tuan.” Magenta mulai dengan kebohongan pertama. Karena dirinya berperan sebagai wanita ningrat Wangsa Sebelas, Magenta harus mengubah gaya bersuaranya dengan cengkok berliku layaknya lidah para Wangsa Sebelas. Magenta menunjuk anggun dengan telunjuknya seorang ilmuwan yang sedang berpidato. Sedikit bangga dia memamerkan kukunya yang baru di manicure. Separuh jiwa Magenta berdoa dengan khidmat: Tuhan, jangan biarkan dia curiga. Doa yang selalu dilayangkan setiap dia berpapasan dengan Wangsa Sebelas. Wangsa Sebelas disebelahnya tersenyum ramah. “Aku Chandra.” “Oh, sungguh sebuah kehormatan bagi saya dapat duduk bersanding dengan idola saya. Sang Dokter titisan si Michael Angelo!” suara Magenta cerah bercengkok. Magenta tak menyangka akan duduk disebelah dokter bedah kecantikan terkenal itu. “Apa tuan melakukan bedah kosmetik untuk tuan sendiri?” Magenta memulai dengan pancingan bergaya lugu. Basa basi gaya wanita ningrat Wangsa Sebelas yang paling sulit ia pelajari. Konon sebagian pria menyukai wanita kekanakan-kanakan nan lugu, karena dengan wanita semacam inilah, para pria tersebut merasa superioritasnya, dan mudah memberikan kasih sayang padanya. Tapi pria manapun di komunitas ini, pasti menyadari, para wanita yang hadir disini adalah sedikitnya setara tingkat intelektualitasnya. Jadi bila ada wanita di komunitas ini, yang bergaya lugu, ini bisa dianggap sebagai kecerdasan sosial tingkat tinggi. Nah! “Oh nona, apa nona memuji keahlianku? Atau menghina wajah asliku? huehehehe… tentu saja tidak. Aku tak bisa mempercayai orang untuk melakukannya.” Percakapan awal yang keduanya tahu. Penuh pujian terselubung. Siapa yang akan menyangka kalau seorang Magenta melakukan kebohongan ini. Berlaku layaknya wanita ningrat Wangsa Sebelas, penuh kesopanan yang cerdas dan menggoda, membuka pembicaraan dengan sangat menarik. Padahal Magenta hanya seorang gadis warga biasa, dari keluarga garis keras. Keluarga yang memandang segala tradisi –wanita ningrat Wangsa Sebelas- sebagai omong kosong belaka . “Saya sangat menghargai ide tuan untuk mengadakan sayembara bedah kosmetik dengan objek para korban kekerasan, atau senjata kimia itu . Menjadikan mereka seperti manusia yang sesungguhnya.” Kata Magenta jujur. Tapi sialnya sayembara itu memancing sayembara tandingan yang lain : ‘mencari monster yang tak mungkin dilakukan bedah kosmetik untuk rehabilitasi.’ Sebuah Ide terkutuk yang paling mengerikan. Chandra tersenyum bangga. Tapi kemudian dia memberi tanda dengan telunjuk di bibirnya agar Magenta berhenti bicara dan mulai mendengarkan isi pidato itu. Di depan mereka, Chan Nio, sang Pakar Psikologi Sosial itu sedang bicara dengan bersemangat , namun dia tak dapat menyembunyikan cengkok khasnya. Intonasi Wangsa Sebelas bila bicara. “Untuk menghadapi kejenuhan massa akan dunia pencitraan, yang berakibat tidak sampainya pesan produsen pada konsumen, maka inovasi di bidang ini sangat dipandang perlu dan segera." Chan Nio membuka tugasnya sebagai pembawa acara eksklusiv itu. “Dengan kerja keras para ilmuwan kita. Para ahli biomimetik, Genetika, perilaku hewan, seniman, biologi nuklir, kita akan membuka babak baru sebuah dunia pencintraan yang sama sekali berbeda dengan dunia pencitraan sebelumnya." suara Chan Nio penuh penekanan. “Sebuah iklan yang SANGAT HIDUP, MENGGUGAH, membuat siapapun akan berpikir apa saja sambil mengingat siapa sponsor utama penciptaan seni Hayati yang hebat ini. “Mari kita lihat contoh hidup, iklan hidup karya pertama para seniman sains kita, atas sponsor terhebat yang kita banggakan tuan Subrata." Chan Nio menyebutkan seorang bangsawan Wangsa Sebelas yang terkenal kaya raya dengan perusahaan farmasi yang menggurita di dunia. “ Inilah Ikan Coca nomor. 1 Sp.” Chan Nio bertepun tangan, memberi kode pada pengunjung untuk bertepuk tangan. Magenta tercekat. Terpaku diatas kursi mewah yang terbalut kulit kelas satu. Gigi atasnya menggigit gigi bibir bawahnya, menahan suara kagetnya. Matanya membelalak, terpaku tanpa kedip. Mereka telah ‘membuat’ ikan jenis baru! Tuan Subrata seorang Wangsa Sebelas berparas muda dengan rambut keemasan berdiri dan tersenyum. Wajahnya cerah, terang, seterang lampu sorot yang menghujan kepada dirinya. Hadirin merasakan aura sinar sejahtera pada sosok yang berdiri di depan sana. Lalu secara perlahan layar bergambar laut dengan gaya kekanakan-kanakan itu terangkat ke atas. Digantikan dengan sebuah pemandangan kedalaman laut lengkap dengan interiornya. Sekelompok ikan bernama Coca nomor.1 Sp, berenang bergerombol. Kelompok Ikan itu adalah generasi ke sekian dari nenek moyangnya yang bernama ikan Kakap. Tapi memang ada yang lain dengan dirinya. Tubuh mereka beraneka warna. Mengkilat di kedalaman karena sisiknya dibuat ‘fluorescens’. Menyala di tempat kegelapan. Magenta tahu. Inilah hasil kerja sebuah tim yang tadi telah disebutkan si penceramah di depan. Semuanya –para seniman hayati- itu ada di sini. Mereka berstelan putih putih, seperti dirinya. Ikan-ikan itu nampak ‘lebih indah’ dibanding penampilan aslinya yang ‘hanya’ kemerahan, bermata, bersirip, berenang ke sana kemari bersama gerombolannya. Kali ini mereka tak hanya berenang. Mereka berenang menari lincah, membawakan sebuah formasi yang indah. Layaknya sebuah tarian kolosal dibawakan oleh ratusan pelajar dan membentuk aneka formasi cantik. Lalu siapapun dapat membacanya, bentuk formasi apa yang mereka tampilkan: Coca nomor. 1 sp “Plok-plok-plok…” riuh rendah mereka bertepuk tangan dan bernafas lega. Inilah karya seni hayati mereka! Magenta menelan ludah. Bertepuk tangan dan Ikut berdiri memberi hormat kepada semua yang hadir di situ. Berikutnya adalah adegan seorang penyelam yang awalnya menyelam dengan tenang, menari bersama sekawanan ikan iklan Coca nomor. 1 Sp. Tangannya melambai-lambai memberi komando sekawanan ikan iklan mahluk transgenic. Ikan iklan itu bergerak sesuai tarian tangan penyelam. Lambaian melengkung. Lambaian menggambar hati. Sampai kata ‘Aku Cinta Kamu’ Semua diikuti gerombolan ikan iklan itu. Sebuah keajaiban tak terkatakan, mungkin ini melampaui keinginan para ilmuwan, para pencipta ikan-ikan iklan itu. Tanpa sengaja tangan model itu tergores terumbu karang. Darah pun mengalir dari tangannya yang luka. Wajahnya yang tertutup snorkel meringis pedih. Tapi berikutnya penonton tak dapat melihat lagi lambaian tangan dan tarian ikannya lagi. Model penyelam itu dikerubuti ikan Coca nomor. 1 Sp. Warna merah merayapi air. Pemandangan dramatic terpampang vulgar. Riuh rendah suara berintonasi para tamu memenuhi ruangan. Beberapa tamu berlari maju ke depan aquarium raksasa itu, diikuti tamu lainnya. Mereka begitu ribut di depan sana. “Magenta! Cepat pergi!” terdengar komando jarak jauh dari sebuah mikroearphone yang diselipkan di jepit rambutnya. Tapi pemandangan di depan membuat Magenta terpaku. "cepat tinggalkan area!’’. Suara komando diseberanya mulai cemas. “Cepat, ini perintah!” komando itu menyelusup tak sabar di telinga Magenta Magenta masih saja terpaku. “Magenta ini perintah! Sebelum seseorang mencurigai penyamaranmu!” Komando di seberang mulai terdengar cemas. “Ada apa, nona?” Tanya Chandra melihat wajah Magenta memucat pasi. “A… Sialan! Bajingan itu! Aku mau Pipis…” Magenta tiba-tiba berdiri. Sopan antun dan Intonasi mendayunya menguap begitu saja. Dia tak lagi bergaya sebagai lady Wangsa Sebelas. Magenta telat menyhadari kekeliruannya. UPS! Dia menutup mulut. Matanya membulat, memandang mata Chandra yang membulat kaget. Segera Magenta menarik meja beroda yang berisi hidangan di samping kursinya. Dia segera meluncur menuju pintu. “Tutup pintu! Ada penyusup! Ada penyusup!” Chandra beranjak segera mengejar. Dari atas meja beroda yang meluncur, Magenta mengacungkan smartphonenya. Pintu pun membuka otomatis. Magenta meluncur ke luar. Lalu pintu menutup otomatis. Chandra menempelkan telapak tangannya di tombol berpola tangan akses untuk membuka pintu. Tapi pintunya tak dapat terbuka otomatis lagi! “Terkunci!” “Kita terkurung?” “Apa? Dia punya akses? Dia tahu password pintunya?” sebagian tamu terbagi perhatiannya. Suara berintonasi gelombang terperangkap. Keributan yang disebabkan kaburnya Magenta telah berhasil mengalih perhatian mereka dari aquarium besar itu. Di aquarium besar itu nampak adegan aksi brutal Ikan bernama: Coca nomor. 1 sp. Ikan bernenek moyang ikan Kakap. Mahluk bergerombol itu begitu kalap menggerogoti setiap inci permukaan tubuh penyelam. Suara riuh rendah. Warna air memerah, darah amarah *** [1] Bagian otak yang mengatur kebutuhan dasar manusia, juga merupakan sumber dari sebagian dorongan perilaku, atau emosi dasar yang kebanyakan negatif.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook