Vivian memandangi mereka satu per satu. Matanya sedikit berkaca, bukan karena sakit, tapi karena haru. Pipinya masih bersemu merah, bukan hanya karena kata-kata Leonard, tapi karena begitu banyak perhatian yang ia terima dalam waktu bersamaan. Ia bahkan tak tahu harus menjawab yang mana lebih dulu. “Tidak…kalian nggak salah,” ujarnya pelan, berusaha tersenyum. “Kalian hanya anak-anak yang penuh semangat. Aku yang harusnya lebih pandai menjaga diri.” Keira memeluknya lagi, lalu berkata dengan polos, “Tapi Kak Vivian nggak boleh sakit. Kami takut banget.” “Maaf ya, Kak,” sambung Maya sambil menunduk. “Kami janji nggak akan berantakin rumah lagi.” Vivian mengangguk, tangannya membelai rambut Maya. “Nggak apa-apa, aku baik-baik saja sekarang. Tapi kita semua harus belajar untuk saling menj