Part 5

2086 Words
Part 5 Entah kenapa banyak sekali yang tidak aku ketahui tentang keluargaku, termasuk juga kamu. Apa karena aku terlalu egois? -Marcelle Ar-Rasyid- *** Lepas insiden Alden membawa adiknya pergi, maka di sinilah kami sekarang. Berkumpul layaknya keluarga yang tidak bertegur sapa. Padahal setiap hari mereka berjumpa, tapi apalah daya banyak sekali yang di sembunyikan oleh mereka. Membuat Marcelle yang kini sudah lebam akibat ulah Alden menatap mereka sengit. "Jadi?" pancing Marcelle dengan ketusnya. Padahal Reno di sampingnya sudah mengingatkan kalau dia punya janji mengenai pembicaraan lepas rapat malam ini. Memang hanya Marcelle bos yang mengadakan rapat dadakan. Coba yang lain? Pasti akan dibuat jadwal ulang di hari berikutnya. Dasar manusia workaholic. "Ya, seperti pembahasan semalam, aku sama Bella masuk AOI saat usia kami 17 tahun. Dari usia kita lima tahun, kita bertiga sudah di latih bersama dengan Alden dan kembarannya. Ka Acel tidak perlu tahu di mana lokasinya. Karena segala latihan kita bahkan alat penunjang kita semua di fasilitasi di sana. Kita berempat masuk ke AOI, karena Bella merasa ada yang harus dia temukan jawabannya. Dah itu aja Kak, aku mau pulang ya ngantuk besok ngampus." keluh Bian kepada kakaknya yang sudah menatap dia dengan garang. "Kalian mau jadi pengkhinat AOI?!" semprot Marcelle. "Lebay banget dah, Kak Acel. Intinya ada seseorang yang lebih hebat dari Kakak sama Daddy yang ngajarin kita. Ah jangan lupakan, biasanya yang diam-diam itu suka menghanyutkan, Kak." Marcelle menatap Billy selaku kembaran adik bungsunya. Ia heran, kenapa diantara semua saudaranya hanya dia yang lempeng. Kenapa semua absurd seperti Marcello, apa makhluk itu mendidik adiknya untuk nyeleneh sepertinya? "Mohon maaf nih saudara kembarku. Walau aku nyeleneh, aku tidak pernah mengajari siapa pun. Mungkin memang mereka melihat aku patut di contoh jadinya begitu." "Aku pikir mengumpulkan kalian, akan dapat jawaban sesuai harapan. Cih! Buang-buang waktuku saja." "Wah. Anak durhaka satu ini! Kamu pikir kamu saja yang merasa dirugikan di sini, hah?! Daddy juga! Karena kalian mengumpulkan Daddy di sini, Mommy kalian minggat ke rumah nenek kalian dan apa sekarang? Kamu bahasa buang-buang waktu?! Karena kamu aku tidak jadi berduaan dengan is--" "Bella mana? Katanya anak itu berulah?" Marcelle melihat Raisa datang bersama neneknya. Mungkin benar jika Mommynya itu menghinap dirumah Kakek dan Neneknya. Sehingga lelaki yang Marcelle selalu panggil Daddy kesal padanya. Aish.. Hari ini kenapa menyebalkan sekali! "Mommy telat. Dia sudah diculik sama Alden, " ucap Marcelle "Ouh.." jawan Raisa dan memilih duduk di samping Rafael yang babak belur. "Kalian melanjutkan duel lagi?! Kok pada babak belur gini? Bella tidak akan melukai kalian seperti ini, Mommy tahu Bella sangat menyayangi kalian. Tidak mungkin jika dia pelakunya. Jawab siapa yang melakukan ini?!" Marcelle hanya diam saat Mommynya mulai mengeluarkan taringnya. Sedangkan sang nenek yang duduk di samping pujaan hatinya, memilih menyaksikan mereka dengan wajah penuh perhatian. "Kamu tahu sayang? Yang melukai kekasih mu ini anak nakal itu. Bocah tukang sosor." "Ouuh dia." Hah! Respon macam apa itu? Ini Raisa kan ya? Ibunya yang melahirkan dia dengan segenap jiwa dan raganya. Yang selalu peduli dengan anak-anaknya, tapi ko ini. Marcelle tidak menerima semua ini! Marcelle tidak bisa melihat ibunya biasa saja saat Alden sialan itu melukai mereka! "Mommy tahu apa yang akan kamu katakan Kak, lebih baik kalian ambil jas kalian dan kembali ke rumah. Mungkin kalian sudah mengusik Alden sampai dia melukai kalian seperti ini. Lagi Mommy heran deh sama kalian semua, kenapa si susah banget nerima Alden? Dia sudah bertaruh nyawa buat adik kalian loh. Masih saja diperlakukan tidak adil, bagaimana jika dia nekat dan memilih menghamili adik kalian lalu kabur kaya Daddy kalian?!" Fix. Mommynya lebay. Marcelle sangat tahu sosok Alden. Bocah itu persis seperti dirinya. Memang, Marcelle akui dia unggul di beberapa sisi, tapi percayalah, Alden tidak mungkin sebrengsek Daddynya yang meninggalkan dia dan Mommynya. Karena Marcelle sangat tahu bagaimana didikan seorang Ali Jhonson. Ah. Mengingat lelaki tua itu, membuat Marcelle sedih. Karena dia, Bella dan Billy bisa berkumpul bersama mereka. Karena dia juga, Bella memiliki malaikat penjaganya yang luar biasa. Ya, walaupun Marcelle masih memilih mengkhiraukannya. Tapi, Marcelle salut akan kesabaran bocah itu terhadap bullyan keluarganya. Jadi Alden tetap calon terbaik versi Marcelle. "Dibandingkan Daddy, Alden lebih unggul Mom. Dia tidak akan pernah meninggalkan kekasihnya hanya karena salah paham. Bahkan yang ada nih ya, Bella uring-uringan kalau Alden dekat sama wanita lain. Ya, walaupun tidak separah Alden si. Karena kan anak Mommy itu sok jual mahal. Coba lihat saat Alden pura-pura sekarat? Baru dah tuh bocah menyatakan perasaannya. Dasar anak muda jaman now. Gengsi ko di besar-besarkan." Marcello dan mulut ajaibnya membuat Marcelle selalu merasa benarkah ini kembarannya. Karena dokter ajaib itu selalu saja hangat kepada siapa pun. Beruntung kekasinya bukan tipe orang yang cemburu akut. "Kalian kalau mau pulang, duluan saja. Aku masih ada urusan. Ouh ya, El. Kamu kapan menikah?" "Barengan yuk, Kak." "Ya ampun nak, kamu lahir udah sama-sama. Sekolah dan lain sebagainya sudah bersamaan masa tanggal nikah kalian mau sama?" keluh Raisa. "Bagus dong Mom. Kita ini kembar sejati." Marcelle tidak mau ikut campur urusan mereka. Karena rencananya dia akan melamar kekasihnya lepas acara Riana dan Arkan selesai. "Lebih baik fokus pada Riana dan Arkan. Sudah sampai di mana persiapan mereka?" rencananya mau membahas rahasia adiknya, malah ngakur ngidul ke sini. "Aman. Tadi, Mommy menemui Riana, dan semua sudah tahap akhir. Nah, si Ariana minta kalian sebagai saudaranya datang besok untuk foto pre-wedding. Kalau kalian tidak datang, dia mau ngamuk sama kalian semua." "Pasti datang, Mom. Nanti aku jemput Jesika." "Ouh ya Kak, Jesika ada masalah ya? Tadi pas datang ke sini, kaya banyak pikiran gitu. Kamu ada nanya dia? Jangan sampai kamu gak peka Kak, Mommy gak mau kamu mengulang kesalahan Daddy kamu." memang yang dikhawatirkan Raisa di antara anak-anaknya adalah Marcelle. Karena lelaki itu jarang terbuka dengan keluarganya. Dia seakan sosok yang siap menopang beban keluarganya, padahal nyatanya bukan ini yang Raisa inginkan. "Lelah kali Mom karena kerjaan, lagian juga pas sama aku baik-baik saja." jawab Marcelle. "Ya baik-baik saja Kak. Karena kan, pas datang Jesika Kakak kurung." sindir Marcello. "Sudahlah malas bicara sama Kakak kalian, sama kaya Daddy dia. Tidak peka. Lebih baik angkat tubuh kaliam kita pulang, karena Bella sudah sampai di rumah." Sepertinya Raisa akan bicara empat mata nanti dengan anak sulungnya. Raisa tidak mau kejadian Rafael terulang pada anak sulungnya. "Apa?! Bukannya Alden mau nyulik Bella ke rumahnya?" seru Marcelle dan yang lain dengan kompak. Membuat Raisa, Reno serta Elena hanya bisa menggelengkan kepala mereka. "Dia tidak sebrengsek itu anak muda. Alden selalu menjaga adik kamu dengan baik, karena dia tahu batasan dia pada Bella di mana. Makanya dia suka nyosor pipi atau bibir. Karena dia tahu, kalau terlalu lama di sama dia akan khilaf dan dia tidak mau Bella menganggap Alden hanya nafsu padanya. Belajarlah darinya. Dia calon menantu kesayangan Kakek." jawaban Rafa membuat Marcelle tersenyum lega. Dia pikir manusia itu akan merusak adiknya ternyata tidak. "Ayo kita pulang!" lepas seruan Marcello, Marcelle dan Reno menatap kepergian mereka dengan tersenyum. "Siapkan pesawat untuk lusa, kita terbang ke Indonesia. Aku mau bantu Ardi memecahkan masalahnya." "Sebagai penebus kesalahan ya, Bos?". "Betul sekali, jadi usahakan pesawat kita siap dan segala pekerjaan atau janji temu hari itu di ubah di hari lain." Marcelle berbicara sambil melangkahkan kakinya ke ruang eksekusi. Ia harus menyelesaikan semuanya malam ini sebelum akhirnya terbang ke Indonesia. "Baik akan aku siapkan saat kamu eksekusi. Ingat Marcelle, kamu harus tahu batasan kamu sampai di mana. Kita butuh bukti bukan mayat manusia. Jadi, gunakan otak kamu yang cerdas itu." "Kadang aku merasa kamu seperti Bosnya." sindir Marcelle. Lelaki itu baru saja mengambil sebuah belati yang ada di ruangan tersebut. "Dalam hal ini aku Bosnya. Aku cuma tidak mau kamu seperti Daddy mu Cel," ucap Reno. Ya, Reno dulu pernah melihat bagaimana Alan, tangan kanan kepercayaan ayahnya Marcelle melukai orang-orang yang mengusiknya dan sialnya Marcelle selalu lebih parah dari lelaki itu, makanya Reno takut dia kena karma. "Mohon maaf, saya tidak akan berubah menjadi siapa pun." Marcelle mendekati keduanya dan Reno sibuk dengan laptopnya sambil menggunakan headset di telinganya. Ya, Reno malas mendengar rintihan suara mereka yang begitu memuakkan. Karena, pada dasarnya Reno setuju akan siksaan tersebut asal tidak melebihi seharusnya. Maksud perkataan Marcelle tidak akan berubah menjadi siapa pun itu berarti dia tidak mau disamakan dengan orang lain. Itulah kenapa, Marcelle selalu punya cara sendiri dalam mengeksekusi lawannya, dan pastinya selama kepemimpinannya orang-orang berkhianat selalu mati ditangannya. Makanya Reno sangat yakin jika di hari berikutnya akan ada seseorang yang balas dendam padanya. Karena, lelaki itu sudah melakukan suatu hal yang salah. Reno jadi penasaran jika Bella ada di sini, apa yang akan Bella lakukan? Apakah dia setuju dengan kekerasan yang dilakukan Marcelle saat ini atau malah lebih parah dari Marcelle? Lihat saja sekarang Marcelle lagi menulis tubuh keduanya dengan wajah dinginnya. Lebih baik Reno kembali mengerjakan tugasnya. "Inilah alasan kenapa aku malas menenui orang seperti kalian berdua. Karena, kalian akan mati di tanganku." wajah dinginnya tidak membuat mereka ketakutan, bahkan mereka malah menantang Marcelle. "Setidaknya dengan begitu, aku sudah menghancurkan Atmadja dan Wijaya secara bersamaan." "Ya kamu menghancurkan mereka. Dan aku juga akan menghancurkan keluargamu. Bagaimana jika aku tunjukkan wajahmu di video itu kepada keluarga yang kamu sembunyikan, pasti mereka sangat menderita. Jadi, jangan bertindak kamu sudah berada di atasku, Joko." Marcelle menggores belati yang ada di tangannya ke pipi lelaki itu hingga dia berteriak histeris. "Kembaranku akan melanjutkan tugasku, dan kalian semua akan hancur! Karena aku akan mengirim anak buahku untuk menyerang kalian semua! Hahaha... Kalian akan hancur. Ingat itu!" "Kita lihat saja siapa yang hancur nanti." Marcelle yang sudah terpancing mulai menggoreskan belatinya ke bibir Joko hingga manusia itu histeris meminta ampun. "Mana nada angkuhmu?! Bahkan bicara saja tidak bisa." ketus Marcelle. Lelaki itu membiarkan Joko yang tersiksa dengan permainannya tadi dan kini, dia beralih pada sosok yang menyerang adiknya. "Bagiku melukai Bella adalah hal yang sudah seharusnya, karena wanita sok jual mahal itu. Bos saya jadi menderita dan sudah seharusnya dia mati sejak dulu." wajah itu. Wajah yang ingin sekali Marcelle cabik-cabik. Mengingat kata dulu, ia jadi ingat kematian wanita itu yang begitu cepat. Andai wanita itu masih hidup, akan dia potong tangannya karena berhasil membuat ibunya hampir meninggalkan dia. "Jika kamu berkata dulu, berarti kamu sangat tahu permasalahan di masa lalu. Apakah kamu tangan kanan Marisa? Atau kamu tangan kanan Gionino? Ah. Kamu pasti tangan kanan dari bocah gila itu, bukan?" Marcelle membiarkan tangannya melukis apa yang dia inginkan di wajah lelaki di hadapannya. "Tentu saja, ibumu menghancurkan segalanya. Mimpi ibu dari Bosku, bahkan dia juga menghancurkan kehidupan Tantemu. Apa kamu tidak sadar semasa hidup Om kamu si Alex itu. Selalu dia habiskan untuk Raisa dan Raisa. Wanita mana yang tidak muak akan hal tersebut?" Marcelle malas sebenarnya jika sudah berhubungan dengan ini. Karena dia lukai seperti apa, dia pasti akan terus memancing emosinya. Jalan terakhirnya adalah satu. Buat dia bungkam dalam sekejap dan lepas itu, jangan biarkan dia mengucapkan separah kata pun. Dengan begitu, Marcelle tidak akan mengeluarkan taringnya berlebihan. "Reno!! Berikan aku sebuah pistol." Lepas mengatakan itu, belati yang tadi di tangannya bersemayam di bahu perut lelaki itu. Mendesak pisau itu sampai merusak rongga dalam lelaki itu. Ya, itulah rencananya. Siapa pun yang ada dalam bagian masa lalu keluarganya akan Marcelle buat semenderita mungkin. Tidak peduli siapa pelakunya. "Bisa-bisanya mulut busukmu menghina ibuku! Tidak ada pengampunan bagi pelaku di masa lalu. Mereka semua harus mati sampai ke akarnya!" Teriak Marcelle dengan penuh amarah. Baru pertama kali Marcelle seperti ini, biasanya dia akan mengeksekusi dengan belati tanpa perlu pistol atau benda lainnya. Kecuali jika orang itu melakukan hal yang sangat Marcelle benci. Maka, benda lain yang ada di sana akan Marcelle keluarkan. Setelah itu, mayat orang itu akan jadi santapan binatang peliharaannya. Siapa lagi, jika bukan Singa yang sejak tadi mengaum dengan keras, karena mencium bau darah di sekitarnya. Singa itu adalah penyelamat Marcelle dulu. Saat dia bertugas di suatu negara dan dengan kerennya, ibu Singa melindunginya. Reno sendiri heran kenapa bisa ada singa? Nah karena kejadian di masa lampau itu, bayi singa yang menolongnya dia bawa pulang dan dia urus dengan sebaik mungkin. Hebat sekali bukan bosnya. "Hahaha... Bella akan mati. Karena dengan begitu semua akan selesai." Reno mendengar teriakan itu hanya bisa tersenyum sinis. Apa katanya mati? Yang ada dia yang akan mati karena dia mulai mengacungkan pistol dan berakhir sudah malam ini. Dor.... Dor.... Dor... Dor... Dor... Sampai peluru itu habis, maka di situlah Marcelle menyelesaikan semuanya. Beruntung Reno gesit, jadi semua pekerjaannya sudah selesai sesuai rencana. Dan dia tinggal bersiap membuang mayat-mayat itu kepada singa yang menatap mereka kesal. "Siapa pun yang menyentuh Bella seujung kuku, maka dia akan mati." ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD