Mantan Yang Tidak Tahu Diri.

1019 Words
"Mari kita mulai!" Pak Ishak memulai meeting. Sekar duduk di sopa berhadapan dengan Saka. Lalu Pak Ishak duduk bagian kirinya Sekar. Saka cukup melihat perubahan jauh dari penampilan perempuan yang dua tahun telah meninggalkan dirinya, dan membuatnya harus berhadapan dengan kedua orang tuanya. Saka dibuang dari rumah, dan tidak menerima harta sepeser pun dari keluarganya. Bukan hanya itu saja, Saka juga telah ditinggalkan oleh Bening sang kekasih. Dia tidak mau menikah dengan Saka, karena lelaki itu yang sudah tidak memiliki apapun. Dan selama dua tahun itu Saka berjuang untuk mendapatkan pekerjaan dan kepercayaan perusahaan lain. Sehingga saat ini Saka mendapatkan kepercayaan sebagai Direktur perusahaan, dan ia bisa bekerja sama dengan PT Buana, yaitu perusahaan yang saat ini ia datangi. Di mana ia bisa menemukan perempuan yang sudah lama ia cari. Sekar, perempuan yang telah menghancurkan semua kehidupannya. Sekar yang merasakan tatapan insten dari Saka, ia merasa tidak nyaman. Ia sungguh ingin sekali kabur dari sana, kalau saja ia tidak membutuhkan uang untuk kelangsungan hidupnya. "Jadi seperti ini, Pak. konsep yang saya tawarkan adalah hotel dengan sentuhan hijau." Demi bisa menghindari tatapan gila sang mantan yang cukup membuat jantungnya seakan meledak. Sekar mulai menjelaskan secara detail konsep yang ia miliki, dengan memperlihatkan miniatur yang ia buat, juga desain digital yang ada di laptopnya. Saka cukup terkesan dengan apa yang Sekar jelaskan. Ia juga sangat suka desain buatannya. Saka tidak heran kenapa Sekar memiliki keahlian itu. Karena ia tahu Ayah dari perempuan itu adalah seorang arsitek. "Bagaimana Pak Hadi?" tanya Pak Ishak pada Saka, setelah Sekar selesai menjelaskan pekerjaannya. Saka terdiam beberapa saat, lalu ia menatap Sekar. "Apa saya boleh bicara dengan karyawan anda, sebentar saja?" Saka ingin bertanya kemana selama dua tahun perempuan itu menghilang. Sekar mendelik dan menatap Saka ganas. "Saya rasa, semuanya sudah selesai, Pak. Saya tidak punya hal lain yang ingin saya jelaskan lagi." Sekar sungguh tidak mau berdua saja dengan Saka berada diruangan yang sama. karena hal itu bisa membuat nya merasa sesak dan naik darah. "Kita ini akan menjadi pathner. Kalau dalam sebuah adegan film, kita harus memiliki kemistri. Bukan begitu Pak Ishak?" Saka menatap Ishak, tentu saja untuk meminta dukungan. Ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan keinginannya. Dan sebagai pemilik perusahaan yang baik, maka Ishak tentu saja akan menyetujui apa yang diminta oleh sang klien. "Ya, itu tidak ada salahnya. Kalau begitu, malam ini kalian bisa makan malam di restoran yang akan saya pesankan." Memang atasan sialan, dia pasti akan memanfaatkan apapun demi kelangsungan perusahaannya. Sekar menghela napas kesal. Bagaimana pun anaknya harus mempunyai kehidupan yang layak. Sekar harus menahan egonya dan mengikuti permainan sang mantan sialan tidak tahu diri itu. *** "Jadi selama ini kamu di mana saja?" tanya Saka, setelah keduanya berada di restoran. Mereka saat ini sedang menunggu pesanan dan duduk saling berhadapan. "Bukan urusan kamu!" jawab Sekar cuek. Hal itu membuat Saka tersenyum kecil. "Kamu pergi dari rumah di malam malam buta! saya bahkan tidak tahu jam berapa kamu pergi." "Bukankah itu keinginan anda?!" kali ini Sekar menatapnya nyalang. "Benarkan?" tambahnya lagi. "Saya tidak pernah nyuruh kamu pergi dari rumah itu." "Tapi sayakan bukan istri anda lagi." "Malam itu saya yang akan pergi, bukan kamu." "Dan saya sudah katakan, bahwa saya akan pergi. Apa kamu enggak dengar?" Saka terdiam, ia memilih mengalah dan meneliti wajah perempuan itu. Sepertinya ia terlihat lebih kurus dan lelah. "Apa hidupmu terlalu lelah?" tanya nya agak hati hati. Namun hal itu tentu saja terdengar lain di telinga Sekar. Ia merasa kalau Saka saat ini sedang meledeknya. Dan Sekar sangat tidak menyukai itu. "Anda tidak punya hak untuk menanyakan hal yang tidak berguna itu! Dan kalau memang apa yang akan anda bicarakan saat ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Maka saya permisi!" Sekar hampir saja akan pergi, kala Saka menahannya. "Oke, aku minta maaf. Aku hanya--" "Kenapa? kamu senang melihatku seperti ini?" serang Sekar. "Bukan Sekar ..., bukan seperti itu." "Lalu?" Saka menggaruk pundaknya yang tidak gatal sama sekali. Dalam hati ia mengeluh, kenapa perempuan di depannya ini begitu emosional. Padahal dulu perempuan itu selalu bersikap lembut dan mengalah. "Ayo duduklah, kita harus menyelesaikan ini baik baik." "Tidak ada yang baik baik, Saka. Kamu mengakhiri pernikahan itu dengan cara yang tidak baik. Jadi jangan pernah berharap kalau aku akan mau berbicara baik baik saja sama kamu!" Saka sejenak terdiam. Sejujurnya ia seharusnya marah seperti yang dilakukan perempuan di depannya. Bukan hanya Sekar yang telah kehilangan masa depannya. Bahkan ia pun sama telah kehilangan perempuan yang ia sukai. "Aku hanya ingin kita berdamai, karena sejujurnya kita berdua adalah korban." "korban?" Sekar bertanya dengan nada yang mengejek. Saka mengangguk seolah ia tidak tahu kalau Sekar sedang mengejeknya saat ini. "Iya, aku dan kamu adalah korban dari kedua orang tua kita. Mereka punya mimpi untuk kita. Tapi mereka tidak tahu, kalau mimpinya itu telah merusak apa yang kita impikan." Sekar terdiam beberapa saat. Tidak! lebih tepatnya dia ingin terbahak kuat. Juga ingin membunuh laki laki yang sudah menanam benih di dalam dirinya, namun setelah itu dengan begitu angkuh dia telah melepas dirinya. Padahal setelah itu Sekar mengandung anaknya. Dan sekar membesarkannya sendirian tanpa bantuan dari siapapun. Sepertinya yang hancur di sini hanyalah Sekar. Tidak untuk Saka. "Lalu apa yang kamu inginkan?" "Aku ingin kita kembali!" Sekar tersenyum kecut. "Untuk apa?" "Mamah dan ayahku ingin bertemu sama kamu!" "Aku akan menemui keduanya tanpa harus kembali menikah sama kamu!" "Tapi itu yang diinginkan mereka. Mereka ingin kita--" "Aku tidak bisa!" Sekar harus mengakhiri percakapan ini. Betatapan dengan lelaki itu, membuat nya kesal tanpa alasan. "Aku rasa, kita tidak perlu lagi membicarakan ini." "Sekar!" Saka menahannya. "Aku serius!" Sekar menjauhkan lengan yang di tahan Saka. "Dan aku lebih serius lagi. Aku sudah hidup bahagia Saka! Aku sudah menemukan hidupku!" Saka terlihat termenung. Apakah dia sedih? Apakah dia telah menyesal karena melepaskan Sekar? Atau dia merasa kalah dari Sekar, karena sampai saat ini Saka masih sendirian? "Aku tidak ingin membahas ini lagi!" Sekar keluar dari bangkunya dan hendak memutar diri. "Apa kamu sudah menikah lagi?" pertanyaan Saka membuat langkahnya terhenti. Namun perempuan jelita itu tidak mengubah arahnya. Dia tetap membelakangi Saka. "Tidak! Tapi aku mencintai laki laki lain! Dan aku akan menjaganya selamanya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD