Rena menatap telepon genggamnya,
"Yaaa … di-cancel," gumamnya yang terdengar oleh Andra dan Ricko.
"Kamu lagi nunggu ojeg online? " tanya Ricko kembali menoleh kepada Rena setelah Andra tidak memberikan jawaban apapun atas tatapan pertanyaannya.
"Iya tapi di cancel ... aku harus pesen lagi! Pak Ricko sudah baikan, kan? saya tinggal pulang duluan ya! Pak Ricko ... Pak Andra saya duluan..," pamit Rena lantas membalikan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan kedua pria tampan tersebut.
"Hey ... Nona manis! Biar kami antar pulang, sebagai ungkapan rasa terimakasih," usul Ricko yang sudah beranjak dari duduknya, ia menyipitkan mata memfokuskan pandangannya yang sempat kabur dan memijit tengkuknya yang terasa berat.
Rena menghentikan langkahnya, "Terimakasih Pak Ricko, saya bisa pulang sendiri!" jawab Rena, membungkukan sedikit tubuhnya.
"Kami memaksa," kata Ricko menderapkan langkah menyusul Rena.
"Betul Nona, kami antar aja nanti ada yang menganggu lagi seperti tadi, boleh ya Pak Andra?" ujar pak Syam yang berdiri di samping mobil tidak jauh dari Rena.
Rupanya supir Andra itu telah selesai membersihkan jok mobil yang terkena muntahan Ricko.
"Siapa yang mengganggu? " tanya Ricko memperlihatkan ekspresi bingung, sewaktu Rena ditolong Pak Syam dari anak berandal tadi, Ricko memang sedang mabuk berat.
"Masuk semua ke mobil!!” titah Andra dengan suara baritonnya sambil melengos masuk ke dalam mobil.
Pertahanan pria dingin itu goyah setelah pak Syam mengingatkan tentang kejadian pelecahan yang baru saja dialami Rena.
Tanpa berkata apa pun semua masuk kedalam mobil termasuk Rena, suara yang tegas dengan penakanan di akhir kalimatnya, tidak ada yang berani membantah perintah Andra.
Rena mengambil duduk di kabin depan tepat di samping pak Syam karena etikanya hanya Bos besar yang duduk di kabin belakang..
Dia memposisikan dirinya seperti seorang karyawan di kantor, setiap pak Rudi minta ditemani bertemu nasabah, Rena akan duduk di depan di samping pak Dede-sang driver kantor.
"Ndra … kita ke coffe shop di depan ya? Kepala gue masih sakit, biar efek alkoholnya hilang, kita ngopi dulu lah ya!” Ricko bukan sedang meminta ijin melainkan memberitahu.
Tidak ada respon dari Andra, pria itu hanya melirik Ricko sekilas dengan sorot mata sebal yang malah menyengir lebar.
"Nona manis boleh pulang pagi, kan? Temani kami minum kopi dulu, mau ya? Please … Please … Please." Ricko berakting memelas, mencondongkan tubuhnya melewati sela antara kursi kabin depan.
Rena tampak berpikir, sebenarnya dia masih trauma pulang sendiri jadi menganggukan kepala mengiyakan ajakan Ricko.
“Boleh deh …,” putus Rena sambil tersenyum pelik.
Lima menit kemudian mereka sampai di coffe shop yang buka dua puluh empat jam, Ricko langsung pergi ke kasir untuk memesan Kopi sedangkan Andra dan Rena mencari meja yang kosong.
"Mau kopi apa Nona manis?" teriak Ricko dari meja kasir.
"Caramel Machiato ...,” jawab Rena setengah berteriak dari tempat duduknya.
Ricko tidak perlu menanyakan kopi apa kesukaan Andra, pria itu sudah hapal betul apa yang akan di pesan sahabatnya.
Sementara itu Rena dan Andra duduk saling berhadapan.
Rena tidak berani menatap wajah Andra, pandangannya hanya ke kanan dan ke kiri lalu menunduk, menghindari tatapan pria berparas tampan di depannya karena Rena merasa tatapan Andra sangat tajam hingga bisa menembus jantungnya.
"Aduuuuh ... salah ambil kursi kayanya nih, kalau aku pindah dia tersinggung enggak ya? jangan liat matanya jangan liat.” Rena membatin.
Rena berharap Ricko segera kembali memecah kecanggungan yang hanya dia sendiri yang merasakannya karena Andra malah terlihat santai, duduk dengan tegap di depan Rena tanpa ekspresi, kedua tangannya di simpan di atas meja dengan jemari saling bertaut, sedangkan netranya terus mengawasi gerak-gerik Rena yang tampak salah tingkah.
Kepala Andra sampai miring ke kiri lalu ke kanan memperhatikan Rena.
Diperhatikan seperti itu membuat jantung Rena berdetak marathon, kakinya terasa lemas untung saja dia sedang dalam posisi duduk bila sedang berdiri mungkin gadis itu sudah jatuh berguling-guling di lantai.
Tidak lama kemudian, Ricko datang membawa kopi untuk Andra dan Rena.
"Silahkan kopinya, Nona manis!" Ricko menyimpan dengan hati-hati kopi pesanan Rena di atas meja.
"Terimakasih ... tapi Pak Ricko, cukup panggil saya Rena aja," pinta gadis itu lantas tersenyum lebar.
Ricko terkekeh. “Baiklah.”
"Jadi kenapa kamu bekerja di restoran? Kamu resign dari Bank BUMN?" tanya Ricko to the point.
"Ini hanya kerja sambilan, saya sedang membutuhkan biaya untuk membayar sekolah adik, kebetulan bapak saya sudah pensiun dan sakit-sakitan jadi hanya bisa mengandalkan uang pensiun.” Sesuai janji, bila di luar jam kerja Rena akan menjawab pertanyaan Ricko.
Meski sebetulnya dia enggan menceritakan masalahnya kepada orang yang baru dikenal, tapi janji adalah janji dan Ricko adalah seorang yang gigih.
Pria itu tak akan melepaskan Rena begitu saja sebelum menjawab semua pertanyaannya.
Dan Rena memberikan senyum ramah diakhir kalimatnya guna menetralisir perasaan si pendengar dengan memberitahu kalau dia baik-baik saja.
Rena tidak suka dikasihani.
“Anda pintar bersandiwara, Nona … menceritakan sesuatu yang sedih tapi bibir masih bisa tersenyum.” Andra bicara di dalam hati.
"Oh kamu lagi butuh uang? Kenapa enggak bilang dari tadi? Bagaimana kalau Andra kasih kamu lima Milyar?" Tiba-tiba ide menjadikan Rena istri Andra tercetus dalam benaknya.
Ricko bersemangat sekali sampai menepuk d**a Andra menggunakan punggung tangannya sontak Andra terhenyak sembari melototkan matanya menatap Ricko.
"Banyak sekali lima Milyar, Pak! Saya hanya butuh empat juta rupiah ... Tapi terimakasih tawarannya, saya masih bisa mengusahakannya sendiri … uang saya akan terkumpul dengan bekerja sampai hari minggu besok,” balas Rena dengan senyum khas.
"Sebentar Rena, saya belum selesai bicara,” sela Ricko mengangkat tangan.
Andra sengaja menginjak kaki Ricko karena tahu apa yang ada di dalam benak sahabatnya.
"Awww ….” Setelah berteriak, Ricko pun meringis.
"Cuma lima tahun, Andra ... apa salahnya kita coba?!" Ricko berbisik, tapi bisikan pria itu masih terdengar jelas oleh Rena.
Andra memalingkan wajah kemudian melipat tangan di d**a, lengan kemejanya menyempit, otot-otot di lengan Andra tampak seksi seperti meronta ingin merobek lengan kemeja itu.
Andra memang idaman setiap wanita, tidak ada wanita yang tidak menoleh bila Andra lewat termasuk kasir coffeshop ini yang sedari tadi melihat ke arah Andra hanya sekedar menikmati ketampananya.
"Begini Rena, sekarang aku tanya, apakah kamu punya pacar?" Ricko mengubah mode menjadi serius, tubuhnya condong ke depan menatap Rena lekat.
"Emm ... Be ... belum, memangnya kenapa, Pak? Saya enggak tertarik untuk berpacaran karena masih harus fokus bekerja sampai adik saya lulus kuliah.” Rena jujur sekali.
Andra menatap tajam gadis di depannya. “Masih sih enggak punya pacar?” batin Andra lagi.
"Jadi gini, Ren … Andra lagi cari cewek untuk jadi istrinya tapi hanya sampai lima tahun aja dan kalau kamu bersedia, Andra akan memberikan lima Milyar sebagai kompensasi … Jika kamu memberitahu satu orang aja tentang ini maka kamu harus membayar denda sebesar 10 Triliun,” tutur Ricko memberikan penjelasan, mimik serius masih bertahan di wajahnya.