Lebih Peduli

1246 Words
Nila berdiri diambang pintu ketika melihat Faraz yang sedang merapikan kamarnya. Mereka tidur terpisah sekalipun sudah menikah. Semalam Nila tahu jika dirinya ditunggu oleh Faraz ketika di kamar. Sebetulnya yang dirasakan oleh Nila ketika bertemu dengan Faraz adalah ketakutan yang sampai sekarang ini belum juga terobati. Ketika dia hendak keluar. "Mau ke mana? sini pasangin!" panggil Faraz ketika Nila ingin pergi. Sebetulnya ada barang yang dibawa oleh Faraz dari kamar Nila tadi, yaitu buku kecil catatan Nila yang digunakan untuk berkomunikasi selama ini. Di sana, di meja dengan cat warna putih di dekat ranjang milik Faraz ada buku kecil yang seperti biasa dibawa oleh Nila ke manapun ketika berkomunikasih tapi begitu Faraz memanggilnya, dia tidak bisa lari lagi. Faraz memegang tangannya, Nila mencoba meminta untuk dilepaskan. Tapi Faraz justru memegang semakin erat. Jujur saja jika disentuh oleh Faraz rasa takut seperti waktu itu akan dia rasakan lagi. Tangan Nila gemetar ketika Faraz menyentuh dan memegang tangan perempuan itu, bahkan Nila menggeleng meminta untuk dilepaskan. "Kenapa? Ayo pasangin!" Nila dengan perlahan maju dan Faraz juga melepaskan tangannya saat itu juga. Faraz yang waktu itu memang sedikit kasar juga kepada Nila. "Ngapain takut? Kita sudah suami istri, saya mau apa-apain kamu juga saya bebas. Saya mau setubuhi kamu di sini juga saya berhak," Nila langsung mundur begitu mendengar kata setubuhi dari mulut Faraz. Dia ingat betapa bejatnya pria itu kala dia mencoba untuk menghindar saat itu. faraz yang memang kasar bahkan memperkosanya tanpa ampun malam itu. faraz juga yang tidak peduli dengan dirinya malam itu ketika dia teriak meminta tolong tapi Faraz yang sudah mabuk berat justru membabi buta dan terus menghujamnya tanpa ampun. "Kamu mandi sana! kita ke dokter," Hanya dari tatapan Faraz mengerti bahwa ada pertanyaan yang tidak bisa ditanyakan oleh Nila. "Kita periksa kandungan kamu sekaligus aku pengin lihat jenis kelaminnya," Apa Faraz sudah bisa menerima tentang kehamilannya? Apa Faraz sudah mau menerima anak itu hadir di dunia ini? Pertanyaan itu menghujani pikiran Nila ketika Faraz tiba-tiba saja mengajaknya ke dokter. "Faraz, kamu kerja?" tanya mama Dewi yang melihat keduanya sedikit akrab dibandingkan hari biasanya. "Kerja, Ma. Tapi nanti siang aja, mau ngajakin Nila ke dokter," "Periksa kandungan dia. Sekaligus pengin lihat jenis kelaminnya," "Jangan macam-macam, Faraz! Awas aja kalau kamu mikir mau gugurin, Mama bunuh kamu," Nila menoleh ke arah mertuanya yang mengangkat kepalan tangannya begitu mengancam Faraz. "Ya Tuhan, kenapa sih mikirnya aku jahat banget? Hanya karena aku pernah nolak anak aku terus Mama seperti ini ngancam aku? Ma, aku nggak pernah niat sejahat itu juga kan," "Ya udah, kalau gitu Mama ikut," "Oke. Karena Mama takut banget aku apa-apain menantu kesayangan Mama 'kan?" Mama Dewi tak mempedulikan apa yang dikatakan oleh Faraz dan menganggap bahwa anaknya itu sinting. Faraz dan juga Mama Dewi sudah bersiap menuju rumah sakit untuk cek kandungan Nila dan juga karena Faraz yang penasaran dengan jenis kelamin anaknya. Mengenai pernikahan Rasya juga akan digelar sebentar lagi. Mama Dewi juga pasti akan menyiapkan pernikahan paling megah yang tak kalah megahnya seperti pernikahan Faraz dulu. Tapi sayangnya mempelai prianya memang sialan yang kabur ketika resepsi. Nila keluar dari kamarnya dan membawa tas kecil serta buku yang tak pernah lupa dibawanya. "Kenapa bawa buku segala, sih Ma?" "Kamu bawel. Dia itu istri kamu. Jangan pernah kamu keluhkan kekurangan istri kamu, sekalipun dia seperti itu, setidaknya dia itu baik dan juga tidak pernah melakukan hal macam-macam di rumah ini. Jadi kamu jaga sikap jadi suami. Jangan pernah bersikap bodoh juga yang buat Mama justru jijik karena kamu, Faraz. Mama nggak suka kalau kamu tuh mulai mempermasalahkan orang lain tapi kamu sendiri nggak bisa terima dia," "Mulai ceramahnya," Nila tersenyum dari kejauhan. Ya, Faraz memang mengakui jika istrinya sangat cantik. Kekurangannya hanyalah tidak bisa bicara. Mengingat usia Nila juga yang masih belasan tahun. Faraz melihat istrinya seperti anak kecil yang baru remaja. Mama Dewi menggandeng tangan Nila. Faraz sudah lebih dulu untuk ke garasi karena dia akan menyetir sendiri. Nila memberikan kertas yang berisikan tentang dia yang takut ketika berhadapan dengan Faraz berdua. "Mama, terima kasih sebelumnya karena sudah terlalu baik untuk, Nila. Tapi Nila nggak mau berduaan sama Mas Faraz, yang Nila takutkan adalah ketika Mas Faraz melakukan hal yang seperti dulu lagi ke Nila," Mama mertuanya mengeluarkan ponsel dan mengetik, "Kenapa? Takutnya kenapa?" Nila langsung mengambil ponselnya dan mengetik, "Takut diperkosa lagi kayak waktu itu," Mama Dewi mengerti jika luka Nila masih belum bisa disembuhkan. Perlahan dia ingin mendidik anaknya untuk bersikap lebih baik kepada Nila. Karena Faraz yang menerima kehamilan Nila saja sudah sangat syukur. Apalagi ketika nanti Faraz menerima istrinya juga dan tidak melakukan hal bodoh apalagi ketika itu hendak menceraikan Nila ketika anaknya lahir. Tapi suaminya tidak pernah berhenti untuk bertindak untuk mengingatkan Faraz yang kemudian perlahan seperti sekarang ini sudah mau menerima. Tiba di rumah sakit karena katanya Faraz sudah membuat janji dengan salah satu temannya yang bekerja di sana sebagai dokter kandungan. Yang Mama Dewi sendiri tidak tahu jika Faraz punya teman yang profesinya sebagai dokter kandungan. Tanpa menunggu lama, Nila dipersilakan untuk masuk ke ruangan dan diperiksakan mengenai kandungannya. Teman Faraz mulai mengoleskan gel ke atas perut Nila. "Sebentar lagi punya anak, nggak nyangka banget gue kalau lo bakalan nikah secepat ini," "Kecelakaan," "Kecelakaan gimana?" "Faraz, udah ya!" tegur mamanya. Faraz langsung diam. "Kita lihat perkembangannya ya, naaaah ini ketemu kelaminnya," dokternya pun menjelaskan mengenai perkembangan janinnya begitu baik. "Jangan banyak beban pikiran, ibunya juga harus sehat. Minimal ya jangan terlalu banyak debat apalah yang bikin ibunya stress, jenis kelaminnya udah kelihatan. Anaknya laki-laki," "Beneran laki-laki?" tanya Faraz memastikan. Dokternya membersihkan sisa gel yang tadi dioleskan di perut Nila. "Iya laki-laki. Tapi kita nggak bisa pastikan, itu juga kehendak Tuhan. Tuhan itu gampang ubah jenis kelaminnya, walaupun sekarang aku bilang laki-laki ya kita nggka tahu kalau nanti yang keluar bisa jadi perempuan. Intinya jangan kecewa apa pun yang diberikan yang penting sehat, ibunya juga sehat," Faraz menganggukkan kepalanya kemudian meminta mama dan juga Nila menunggu diluar sembari dia bicara dengan sang dokter. "Awalnya mau digugurin," ucap Faraz tiba-tiba ketika mamanya sudah keluar dengan Nila. "Kenapa? Kamu hamili dia? Terus mikir buat gugurin karena mikir itu adalah kesalahan? Tahu nggak diluaran sana ada ratusan ribu orang yang kadang nunggu dikasih anak, mereka menanti keturunan tapi emang belum dikasih. Dan kamu? Hanya karena kamu hamili perempuan tadi mikirnya mau gugurin? Percaya enggak tentang hukuman, Tuhan?" "Percaya," "Tapi kenapa sampai mau digugurin? Jujur aku nggak bakalan pernah mau untuk bunuh anak kamu. Secara dia terlihat sedih, tatapannya kosong. Nikah terpaksa karena kecelakaan itu ya nggak masalah. Yang penting kamu ada usaha buat rawat mereka. Bukannya kamu malah mikir buat gugurin, masa kamu mau enaknya aja, terus waktu ada hasilnya sekarang kamu mau kasih dia beban gitu aja. Ngurus anak itu nggak gampang, Faraz. Makanya kalau nggak mau, ya jangan rusak pacar," "Please, ini karena kesalahan," "Raz, apa pun itu ya. Kalau udah menyangkut soal kehamilan dan juga anak. Ya harus tetap tanggung jawab. Jangan pernah lari dari masalah kamu! Dia hamil juga karena kamu, banyak banget orang yang pengin punya anak. Tapi kamu ketika dikasih kepercayaan malah mau sia-siain gitu? Nggak ngotak banget sih," "Dari pada menggerutu mending kasih vitamin buat dia sini, nggak usah banyak ngomel. Kan aku bilang awalnya mau gugurin. Kalau udah tahu calon anak sehat, ya enggak bakalan digugurin juga kali," omel Faraz pada temannya. Faraz mengambil resep vitamin yang harus ditebusnya diapotik rumah sakit. "Kamu kenapa sih?" tanya Mama Dewi. "Enggak ada, Ma. Mama tunggu di depan, aku mau ngambil vitamin dulu buat, Nila." Mereka berdua pergi terlebih dahulu karena Faraz harus menunggu antrian. Tidak mungkin dia mencelakai Nila dengan membeli obat aneh-aneh karena di sana ada darah dagingnya yang sedang tumbuh di perut istrinya. Seperti yang dikatakan dokter tadi. bahwa Faraz harusnya bersyukur dan tidak berpikiran untuk menggugurkan kandungan itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD