Keesokan harinya. Taksi yang ditumpangi Gio Jr. berhenti tepat di hadapan kediaman sang papa, Giorsal Maha Saputra Iswari Dhika Sr. ”Mas, Mas, Mas, kita sudah sampai,” beritahu Pak Supir seraya menoleh ke belakang. Jok tempat Gio nyaris sepanjang malam rebahan berusaha cari ketenangan. Gio mengerjapkan mata. Ia ”sedikit” syok karena rasanya ini kali pertama ia bisa beristirahat setenang itu setelah sekian lama. Tanpa sadar air mata menetes melihat pemandangan istana Gio Sr. yang dulu selalu ia anggap tempat paling menyebalkan. Tempat yang paling ingin segera ia tinggalkan. Namun, untuk sekarang semua itu tidak akan lagi terjadi. Kalaupun hal seperti waktu itu terulang lagi. Aku tidak harus menghadapinya sendiri, batin Gio bahagia. Membuka pintu hendak turun usai menyerahkan dua puluh

