Vicky mengejar Stela yang berlari menjauh. Ingatkan dia untuk menghajar para bodyguard nya yang sama sekali tak berguna. Mereka lengah dalam menghambat pergerakan Stela. Vicky juga merutuki dirinya yang lengah saat Stela berlari menjauh. Vicky sendiri juga tidak habis pikir kenapa Stela sampai harus berlari. Perasaan dia tidak salah apa-apa dengan perempuan itu.
"Stel!" panggil Vicky menarik kencang tangan Stela hingga Stela menubruk dadaa bidangnya. Stela menangis keras seperti anak kecil. Percuma Stela berlari kalau belum sampai jauh dia sudah tertangkap. Wajah Stela berada tepat di dadaa bidang Vicky, tanpa sadar ia pun memeluk tubuh Vicky dengan erat.
"Huaaaa hikksssss hiksss!!" tangis Stela dengan kencang yang membuat Vicky bingung. Dengan sekali hentakan, Stela sudah berada di gendongan suaminya. Vicky menggendong Stela dengan mudah dan berjalan menuju mobilnya.
"Buka mobilnya!" titah Vicky pada Claudia. Claudia membukakan pintu belakang untuk majikannya.
"Clau, kamu yang menyetir!" lagi-lagi Claudia patuh. Ia masuk ke bangku pengemudi dan mulai menjalankan mobil tuannya untuk segera sampai ke rumah.
Stela mendorong tubuh Vicky agar sedikit menjauh. Jantungnya tak karuan berdekatan dengan manusia batu yang sangat tidak peka itu. Lihatlah sekarang, setelah Stela menangis Vicky sama sekali tidak bertanya alasan kenapa dia menangis. Laki-laki itu malah diam saja seakan tidak pernah ada kejadian apapun.
"Clau, bawa aku kemana saja. Aku tidak mau pulang sekarang!" ucap Stela memecah keheningan. Claudia Melirik Vicky yang menatapnya tajam.
"Maaf, Stel. Kita harus pulang ke rumah!" ucap Claudia sesopan mungkin. Saking lamanya dia bekerja dengan Vicky, Claudia sampai hapal apa yang dimau Vicky tanpa laki-laki itu ucapkan.
"Why?" jerit Stela tertahan. Stela ganti menatap Vicky tajam dan tanpa aba-aba Stela menjotos pipi Vicky dengan keras.
Buaghh!
"Rasakan ini b******n!" teriak Stela memukuli pipi Vicky membabi buta. Vicky meringis sedikit, tapi laki-laki itu hanya diam tidak menghindar maupun melawan. Respon Vicky sangat sukses membuat Stela naik pitam. Sebenarnya Stela menikahi manusia atau patung manusia? Kenapa Vicky tidak bisa diajak bicara layaknya manusia dengan manusia?
Dering hp Vicky berbunyi. Buru-buru pria itu mengambil hpnya dari saku kemejanya. Ia melihat nama tangan kanannya yang sangat dia percaya, Ricko. Vicky menempelkan hp nya, mencerna kata demi kata yang Ricko bicarakan.
"Clau, turunkan aku disini! Aku ke mobil yang satunya. Kamu antarkan Stela dengan selamat!" titah Vicky. Claudia menghentikan mobilnya. Tanpa sepatah katapun Vicky keluar mobil untuk menuju mobil di belakang yang daritadi mengikuti mereka.
Melihat pintu mobil yang terbuka sedikit membuat Stela tersenyum. Stela melirik Claudia yang masih menguncir rambutnya. Dengan sigap Stela meloncat keluar mobil. Mumpung jalanan sepi, membuat Stela mudah menyebrang.
"Stela!" teriak Claudia yang ikut turun. Vicky yang belum menjalankan mobilnya dan melihat Stela kabur lantas mengumpat dengan keras. Ia sedang sibuk, banyak pekerjaan yang akan dia lakukan, tapi Stela malah mengajaknya main kejar-kejaran.
"Kejar Stela! Kalau perlu tembak kaki kirinya!" titah Vicky pada bodyguard yang mengikutinya. Empat bodyguard langsung mengangguk dan mengejar Stela.
Vicky menyandarkan dirinya di sandaran Kursi, laki-laki itu memijat keningnya dengan pelan. Vicky membuka layar hpnya untuk mengikuti gerak titik merah di hp nya, yang mana itu adalah Stela, cincin pernikahan yang digunakan Stela ada alat pelacak kecil. Vicky tidak bodoh untuk tidak antisipasi masalah ini.
Sebenarnya Vicky heran. Dia tampan dan kaya, tapi kenapa Stela malah tidak pernah menatapnya sama sekali? Apa yang kurang dari dia. Di luaran sana, banyak wanita yang tergila-gila padanya. Bahkan mereka dengan suka cita melemparkan tubuhnya agar bisa ditiduri. Namun Vicky bukan Playboy kelas kakap yang gampang memasuki wanita. Bahkan Vicky seratus persen masih tersegel. Perjaka limitid edition.
Stela mengusap air matanya, dia tak tau mau pergi ke mana. Ke rumah keluarganya? Itu tidak mungkin. Keluarganya bukan tempat untuk berlindung. Mama Papanya pasti akan marah besar bila tau kalau dirinya kabur dari Vicky. Mama dan Papanya menjunjung tinggi image dan kehormatannya sejak dulu. Mana mungkin mereka tidak marah kalau Stela berbuat yang bisa mencoreng nama baik mereka? Stela berlari ke jalanan sepi yang dia sendiri tidak tau daerah mana.
"Arkhhhhh!" teriak Stela saat dirinya hampir ditabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Pengemudi itu keluar. Melihat siapa wanita yang hampir dia tabrak, dia mengetatkan rahangnya saat tau itu Stela. Stevan berjalan mendekati Stela dan mencengkram lengan Stela erat hingga membuat Stela kaget.
"Kakak!" cicit Stela takut-takut. Yang hampir menabrak Stela adalah kakaknya sendiri, Stevan Adiyaksa. Kakak laki-lakinya yang dingin yang selalu memarahi Stela kecil.
"Kenapa kamu keluyuran?" tanya Stevan dengan tajam.
"Kakak, tolong aku!" cicit Stela memohon. Air mata sudah menganak sungai di pelupuk matanya. Ia sangat berharap kakaknya mau mengajak dia pergi bebas.
"Jawab pertanyaanku, Stel!" geram Stevan. Stela menciut, ia lupa kalau kakaknya sangat kejam. Kakaknya sama kejamnya dengan Mama dan Papanya.
"Kak, lepasin aku!" ucap Stela menarik lengannya dari cengkraman Stevan. Namun nampaknya Stevan mencengkram lengan adiknya dengan sangat kuat hingga Stela tidak bisa menepis tangan kakaknya itu. Stela sudah merintih kesakitan, cengraman kakaknya seperti ingin meremukkan tulangnya.
"Apa yang kamu lakukan di sini, Sugar? Jawab kakak!" tekan Stevan mendekatkan wajahnya pada Stela. Stevan menghembuskan napasnya di wajah adiknya.
"Kalau Vicky tak bisa menjagamu. Biar kakak yang akan menjagamu. Kamu mau hidup dengan kakak?" tanya Stevan dengan seringaian misterius.
"Apa kakak yakin?" tanya Stela dengan polos. Pasalnya, kakaknya tak pernah bersikap hangat padanya sejak kecil. Stevan selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Stela punya kakak, tapi tak pernah merasakan kasih sayang kakaknya. Saat Stevan bilang mau hidup bersamanya tentu saja Stela akan sangat senang.
"Makasih kak, Stela seneng banget!" ucap Stela menubruk tubuh Stevan dengan erat. Ia memeluk kakaknya untuk pertama kali selama dua puluh dua tahun dia hidup. Stela menangis, ia merasa terharu dengan keajaiban ini. Stevan tersenyum miring, ia mengendus leher adiknya dengan pelan. Siapa yang tidak tertarik dengan adiknya itu. Cantik, smart dan polos. Tentu saja banyak yang mengincar adiknya untuk jadi kekasih. Namun sayang, b*****h Vicky yang beruntung memiliki adiknya.
"Lepaskan istriku!" ucap seorang pria dengan kemeja hitam yang digulung sampai siku. Jasnya sudah ia buang karena gerah.
"Kak, dia ada di sini!" cicit Stela ketika melihat Vicky dengan sorot mata tajamnya. Stela hanya ingin bebas melakukan apapun, tapi kenapa bisa serumit ini. Bolehkah Stela meminta menjadi seekor burung yang bebas terbang kemanapun dia mau? Bukan terkurung dalam sangkar emas dengan segala kemewahan yang berlimpah, tapi kebebasan bagi Stela hanya kemustahilan.
"Stel, kamu belum pernah melihatku marah kan? Bagaimana kalau aku tunjukkan saat ini juga?" tanya Vicky dengan nada rendahnya. Eskpresi Vicky setajam elang yang siap mencabik-cabik Stela kapanpun dia mau.
"Sugar, kembalilah dulu dengan suamimu. Kakak pasti menjemputmu," ucap Stevan melepas tangan Stela. Stela menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau kembali pada Vicky, ia bersembunyi di belakang tubuh Stevan.
"Stela, jangan buat aku, suamimu menunggumu terlalu lama!" ucap Vicky menekan kata suami. Sorot matanya beralih menatap tajam Stevan.
"Bawa istrimu!" ucap Stevan. Vicky maju mendekat, dalam sekali sentakan ia menarik tangan Stela agar mendekat ke arahnya. Stela gemeteran. Kenapa hanya karena dia kabur, Vicky terlihat semarah ini?.
"Kamu bermain-main di waktu yang tidak tepat, Stel!" ucap Vicky mencengkram dagu Stela. Vicky menubrukkan bibirnya yang masih perjaka dengan bibir Stela yang juga masih perawann di hadapan Stevan yang menatapnya. Stela kaget menerima serangan mendadak dari suaminya. Jantungnya berpacu sangat cepat. Vicky mencium lebih dalam bibir Stela, laki-laki itu bahkan memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk memperdalam ciumannya. Bibir Stela kelu, dia tidak tau harus menggerakkan bibirnya bagaimana saat mendapat ciuman intens ini. Stela hanya diam, napasnya serasa tertahan.
"Bernapaslah!" ucap Vicky di sela ciumannya.
"Cih, ciumannya sangatlah payah!" cibir Stevan berlalu memasuki mobilnya. Dia membunyikan klakson membuat Vicky menarik Stela untuk menyingkir.
"Jangan menciumku lagi!" teriak Stela murka. Stela baru tahu kalau rasanya berciuman semenjijikkan ini. Stela mengusap bibirnya, lebih tepatnya menggosok dengan keras karena merasa ada yang berjalan-jalan di bibirnya.
"Ini bukan waktunya kamu protes. Tapi, waktunya aku mengeksekusi hukuman yang cocok untukmu!" ucap Vicky dengan tersenyum miring. Stela merinding, memang benar ia belum pernah melihat kemarah Vicky sekalipun. Stela selalu melihat Vicky dengan raut tenangnya walau dia selalu mencari gara-gara. Stela menggelengkan kepalanya, dia tidak mau mendapat hukuman dari suaminya.
"Tolong, maafkan aku!" ucap Stela mengiba, jujur saja Stela saat ini takut pada suaminya. Vicky makin tersenyum miring.
"Dimana wajah garang yang selalu kamu tampilkan itu, Stel? Apa kamu mau menjilatku?" tanya Vicky mengejek. Ia membopong tubuh istrinya memasuki mobil yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri. Stela berontak, ia tidak mau dihukum. Stela takut dia akan ditampar berkali-kali, disiksa, bahkan di gantung hidup-hidup.
Vicky memasukkan Stela dalam mobil dengan paksa. Di sana sudah ada Claudia yang duduk dengan tegang di bangku kemudi. Vicky memangku tubuh Stela dengan posisi Stela menghadapnya.
"Sebutkan tiga kesalahmu, Stel!" perintah Vicky dengan tenang.
"A ... apa?" tanya Stela kaget. Perasaan dia hanya melakukan satu kesalahan yaitu kabur.
"Baiklah, biar aku sebutkan. Pertama, kamu kabur. Kedua, kamu menyusahkan Claudia dan bodyguard lain. Dan ketiga, kamu memeluk pria lain dengan Berani, " jelas Vicky. Stela tercekat. Ia memeluk kakaknya sendiri kenapa itu disebut kesalahan?.
"Kita mulai hukumannya, Stela!" bisik Vicky menubrukkan lagi bibirnya dengan bibir Stela. Stela memberontak, dia tidak suka dicium. Namun tangan Vicky menahan wajah Stela agar tidak berontak, satu tangan Vicky mencengrkam leher Stela untuk memperdalam ciuman mereka. Ini lah hukuman yang Vicky maksud, lebih tepatnya hukuman kenikmatan.
Sejak ciuman beberapa menit yang lalu, bibir Stela menjadi candu untuk Vicky. Vicky ingin mencium bibir Stela lagi dan lagi.