I dont Believe

1256 Words
  "Bagaimana?" Tanya Lyra saat melihat wajah lusuh Drew masuk kedalam kamar. Rupanya ia sudah lama menanti untuk mendengarkan ucapan Drew. Lekas, pria itu menatapnya lalu mengeluh kasar membuat Lyra tersenyum.  "Ohh Tidak, kau tidak perlu tersenyum Lyra. Aku rasa ini cukup gila tapi pada kenyataannya dia— tidak lebih dari gadis lainnya."Wajah Drew sedikit memelas, menyimpan sesuatu yang begitu luar biasa sulit ia akui.  "Hm, apa kau tidak berdebar atau sedikit termenung saat menatap matanya?"tanya Lyra penasaran sambil menatap lekat-lekat mata Drew dan menyipitkannya.   Drew memalingkan wajah, mengingat bagaimana ia memperlakukan Clara. Ini pertama kalinya ia mau mengambil sikap terhadap gadis. Tapi, Clara menolaknya.  "Tidak. Aku tidak menyukainya Lyra. Dia bukan type ku."Drew membalas tatapan kakaknya itu lebih lama, serius dan membuat Lyra langsung memutar tubuhnya.  "Ya sudah, kau tidak perlu marah Drew. Lagipula siapa yang mau menerima pria plin-plan dan kasar seperti mu."Lyra membanting pintu kamar Drew sekuat nya meninggalkan pria itu sendiri. Drew merebahkan tubuhnya, menggantungkan kakinya kebawah dan memikirkan hal-hal yang hampir merusak otaknya.  "s**t. C'mon Drew. Kau bisa mengatasi ini."Drew bicara sendiri sembari memegang kepalanya kuat-kuat hendak menghapus semua bayangan yang tidak seharusnya.  ••••• Clara tampak berlari di tengah hutan, kakinya yang kecil seakan tidak letih saat berlarian, menghindari orang-orang yang mengejarnya. Ia merasa begitu frustasi.  "Please, jangan dekati aku."Clara menangis, mengerang ketakutan saat orang-orang itu mendekati dirinya.  "Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya butuh kau tidak melihat ini."Clara menjerit saat sebuah suara dari arah lain terdengar begitu mengerikan. Seperti leher yang langsung patah dalam waktu beberapa detik. Seketika pandangannya menjadi gelap, yang ia ingat adalah sebuah api besar di depannya. Tubuh seseorang di dalam sana meronta-ronta seakan meminta pertolongan terakhir.  "Sekarang kau harus melupakan semuanya, yang harus kau ingat hanyalah besok dan seterusnya. Hapus semua dari ingatan mu." Gadis itu mengangguk dengan tatapan kosong lalu terbangun dari semua mimpi-mimpinya. Clara langsung menaikkan tubuh, melihat keadaan sekitar yanf berbeda dari apa yang ia lihat.  "Ya tuhan, kenapa mimpi itu kembali datang." Nafas Clara terengah, ia merasa kepalanya begitu sakit seperti seseorang memukulnya dengan kuat. Saat ini ia merasakan bahwa sesuatu menghilang dari ingatannya.   "Hmm— ini sudah cukup siang, aku harus bangun." Clara mengusap wajahnya, Ia mengeluh kasar dan segera menurunkan kakinya yang terasa bergetar. Hal ini sudah menjadi kebiasaan, Ia akan merasakan hal aneh di tubuhnya saat memimpikan sesuatu yang tidak ia mengerti.  "Hey, siapa kau? Bagaimana kau bisa masuk?"Clara sedikit terkejut saat melihat seekor kucing yang duduk di sofa sambil memperhatikannya.   "Ya tuhan, kau sangat lucu. Apa kau tersesat Hm?"Clara bicara seperti memahami kucing itu, terlihat dari pancaran mata biru kucing tersebut terlihat seperti sedang merasakan lapar.  "Hm— mungkin aku punya sesuatu di kulkas untukmu."Clara tersenyum lalu memutar tubuhnya untuk melihat isi kulkas. Kebetulan, Ia masih menyimpan beberapa potong ikan agar ia bisa memberi makan kucing tersebut.  "Apa kau menyukainya? Makanlah yang banyak."Clara mengelus-elus kucing asing itu dengan lembut, sungguh ia merasa beruntung karna singgah kedalam rumah yang menyambutnya dengan kasih sayang.  "Kau tidak memiliki kalung, tubuhmu juga terlihat sedikit kotor. Apa kau di buang ? Jika ia tinggallah disini."Clara bicara layaknya manusia, Kucing itu mengeong keras lalu mengendus-enduskan hidungnya ke arah Clara sembari mengusap kepalanya di sudut kaki gadis itu sebagai tanda setuju.  "Baiklah, kau akan menjadi temanku. Mulai sekarang aku akan memanggilku dengan sebutan Barl, oh maaf aku bukan type orang yang bisa memberikan nama yang baik." Cerca Clara terus mengoceh sendiri, ia benar-benar terlihat kesepian hingga seekor kucing pun mampu ia ajak untuk berkomunikasi.  •••••• Beberapa hari kemudian......  Suasana Stefano School mulai memasuki tahap serius, seluruh pelajar harus menyiapkan diri untuk ujian dan bersaing menjadi yang terbaik.  Tak berapa lama, moment detik bel berbunyi suara Supercar menggema di lapangan. Drew dengan mobil barunya, seperti biasa ia melakukan sesuatu agar mendapatkan tunggangan baru dari daddy-nya.  Ia tampak lebih dingin dari biasanya, wajahnya begitu serius seakan semua orang ingin ia singkirkan. Drew melewati lorong perlahan, membuat para gadis menatapnya dengan pandangan kagum, penuh harapan hingga mulai berhalusinasi.  Drew tiba-tiba berhenti berjalan,  Ia melihat sebuah pemandangan yang tidak enak tepat di depannya. Seseorang kembali menjejel kaki Clara, membuat gadis itu tersungkur dan seakan menyembah ke kaki orang-orang.  "Bangunlah, kau harus membawakan tas ku."Perintah seorang gadis dengan wajah santai, ia melipat tangannya sambil tersenyum sadis ke arah Clara.  "Aku tidak mau." Ucap Clara pelan. Mendengar itu gadis tersebut murka, Ia mendengus lalu melempar sesuatu ke arah Clara dan menendangnya kuat.  "Ahhhh—"Clara mengeluh sakit, tidak mampu melawan. Jumlah mereka terlalu banyak.  "Bangun, cepat bawakan tas ku." Gadis itu berbisik kembali tidak sadar diri. Sungguh Drew merasa marah, Ia mengepal tangannya begitu kuat dan ingin menghentikan semua itu. Clara berusaha menguatkan diri untuk bangun Namun, seseorang lainnya mendorong Clara hingga ia kembali terjembab hingga harus terbentur di sudut lemari. Kepalanya terasa perih, Ia tergores sedikit.  "Brengsek." Drew melangkah cepat, pandangannya begitu kalap hingga kakinya kembali berhenti saat seseorang menepuk bahunya kuat.  "Hey Drew. Kau juga ingin bersenang-senang?" tawar David, membuat Drew dan Clara langsung saling memandang satu sama lain. Bisakah Clara mengharapkan bantuan Drew saat ini?.  "Jangan bilang, kau sedang tidak mood Drew." Pria itu menoleh ke arah David, sedikit tersenyum tipis lalu kembali menatap ke arah Clara.  Drew mendekati Clara secara perlahan, berdiri di dekat gadis itu tidak jauh dan menatap lama.  "Memohonlah Clara, katakan kau butuh bantuan ku."batin Drew sambil merasakan nafasnya begitu cepat. Clara mendongak antara siap menerima hal yang lebih memalukan atau sebuah pertolongan dari Drew seperti yang ia harapkan. Orang-orang melempari Clara dengan kertas, botol dan air. Tidak akan ada yang peduli.  "Hentikan!" Teriak Drew terdengar lantang, sungguh mata mereka kembali saling menatap. Seakan mengingat beberapa kejadian yang mereka lewati kemarin.  Tiba-tiba, Drew mengulurkan tangannya ke arah Clara membuat semua orang merasa heran dan terkejut. Ini tidak mungkin, Drew selalu menjadi bagian bully dan mereka tertawa bersama.  "Ayo."perintah Drew pada Clara untuk menyambut tangannya. Melihat itu, Clara menelan Saliva dan memberanikan diri untuk meraih tangan Drew. Pelan sekali ia bergerak untuk menggapai tangan Drew sembari tersenyum tipis.  Saat tangan mereka hampir menyatu, Drew malam menarik tangannya dengan sangat cepat hingga Clara memposisikan tubuhnya seakan terbungkuk memohon di kaki Drew. Ia menyentuh kaki Drew hingga rasa malu begitu menusuk.  Seketika, seluruh orang tertawa keras. Menertawakan dirinya yang entah pernah melakukan dosa apa hingga semua bagian begitu membencinya.  Brakkk!!!  Seseorang memukul wajah Drew dengan keras, hingga pria tersebut sedikit terpental dan harus menahan rasa sakit yang luar biasa.  "Brengsek." Drew menoleh, lalu melihat Andy yang memukulnya langsung di pegang oleh Andy dan teman lainnya hingga ia tidak berkutik.  "Kau keterlaluan Drew. Bagaimana bisa kau memperlakukan seseorang seperti itu? Hahh?"Andy berusaha melawan, membuat Drew sedikit menahan diri.  "Ini, bukan urusan mu." "Yah, ini bukan urusan ku Drew. Tapi kau. Kalian semua sungguh keterlaluan. Apa tidak ada keadilan di sekolahan ini? Apa daddy mu tidak tahu kelakuan anaknya yang sungguh memalukan?"Andy berteriak kencang membuat Drew langsung mendekat dan memukul perut Andy dengan kencang, Ia benci jika seseorang membawa nama keluarganya. Ini tentang dirinya, bukan Damon ataupun keluarga Stefano.  "Tidak ada seorangpun, yang bisa membuat nama keluargaku rendah."Bentak Drew dengan rahang mengeras, Ia melihat wajah Andy yang masih menahan sakit akibat pukulannya.  "Semua yang aku lakukan, adalah atas dasar kemauan ku. Apapun yang aku lakukan dan pada siapapun itu— semua, atas dasar rasa ingin bersenang-senang dan itu tidak lebih."Drew memutar kepalanya memandang wajah Clara yang masih menatapnya dengan terluka. Mata Clara mendadak  berkaca-kaca, ia tidak mengerti Drew.  Clara segera berdiri, mengigit bibirnya kuat dan meninggalkan kerumunan orang-orang yang asik menatap lemah dirinya. Ia tidak tahan lagi, semua begitu berat dan saat ini Drew begitu membuatnya hancur dalam beberapa saat. Kepercayaannya hancur. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD