14. Pertama bekerja

1227 Words
“Begini Pak Rei,” Mega mengangkat satu tangannya sebagai bentuk protesnya. “Saya bekerja disini sebagai asisten rumah tangga, tapi saya harus dapat bayaran yang sepadan dong. Nggak mungkin saya bekerja secara cuma-cuma.” Hal paling utama adalah negosiasi gaji, tidak masalah bekerja dimana saja asal tidak menjual diri, Mega tidak akan pernah protes selagi ia mampu melakukannya dengan bayaran sepadan tentu saja. “Siapa bilang kamu kerja secara cuma-cuma. Saya akan tetap bayar, sesuai gaji terakhir di tempat kerja kamu.” “Di kantor Mahendra?!” Kedua mata Mega terbuka lebar dengan berbinar penuh harap. “Tempat kerja terakhir!” Tegas Rei, yang membuat senyum Mega pudar seketika. Mega tahu tempat kerja terakhirnya bukan Mahendra Group, tapi sebuah minimarket yang tentu saja gajinya tidak akan sebesar di kantor Mahendra. Tapi setidaknya Mega masih memiliki sedikit harapan, meskipun harapan itu saat ini sudah tidak ada lagi. “Oh, di minimarket.” Nada suaranya melemah. “Kirain di Mahendra.” Gumamnya pelan. Mega menyebut nominal gaji dimana ia bekerja, sebuah angka yang tentu saja sangat jauh berbeda. “Tapi ada uang transportasi dan uang makan, hitungannya lain lagi.” Mega mencoba bernegosiasi, tidak apa-apa berbohong karena nyatanya Mega butuh uang lebih untuk datang ke tempat tinggal Rei setiap harinya. “Saya nggak mungkin tinggal disini, kan? Jadi saya butuh uang ongkos atau uang transportasi.” Jelasnya. “Siapa juga yang mau kamu tinggal disini.” Cibir Rei. Mega hanya menghela. “Saya cukup tahu diri Pak Rei, jadi nggak usah khawatir.” Jawabnya kesal. “Gaji pokok, uang transport dan uang makan samakan saja dengan tempat kerjamu itu.” Balas Rei. Mega mengangguk setuju, tidak tanggung-tanggung ia menyebut nominal uang ongkos dan uang gaji dengan jumlah yang hampir sama. Artinya Mega bisa mendatangkan gaji dua kali lipat dari tempat kerja sebelumnya. Sebuah keberuntungan bukan? “Tapi, biasanya saja mendapat uang muka di awal perjanjian kerja.” Ucap Mega lagi. “Tidak semuanya, hanya lima puluh persen saja sebagai bukti terjalinnya kerja sama.” Mega tersenyum kamu, berharap Rei percaya dengan ucapannya. Kening Rei mengerut, “Dimana ada kesepakatan kerja seperti itu? Saya baru dengar?” “Ada. Kesepakatan antara kita berdua.” Balas Mega. “Karena saya minim modal, saya butuh uang pegangan. Jadi Pak Rei harus bayar lima puluh persen gaji saya di muka. Gimana?” Rei tentu saja tidak akan setuju dengan mudah, apalagi tatapan intimidasi nya yang terlihat begitu mendominasi, membuat nyali Mega ciut. “Pak Rei, saya beneran nggak punya uang apalagi saat ini saya kembali terancam di PHK karena saya pergi begitu saja tanpa izin kesini. Saya nggak punya pegangan uang, sementara jarak antara kontrakan dan rumah ini lumayan jauh.” Mega sudah menggunakan cara terakhir untuk membujuk Rei, yakni menjual kesedihan yang dialaminya. Tapi sepertinya Rei tidak bisa dengan mudah di bujuk. “Tidak ada jaminan kamu kembali setelah mendapat uang dari saya.” “Pak Rei nuduh saya penipu?” “Saya nggak bilang begitu, itu asumsi kamu saja. Saya hanya berandai-andai, kalau kamu nggak kembali setelah mendapat uang dari saya.” “Ya ampun!” Mega menghela lemah. “Saya bukan penipu, saya bertanggung jawab dalam hal apapun, termasuk ucapan saya.” “Kalau begitu kerja dulu saja, setelah saya percaya baru saya akan kasih uang sebagai jaminan bahwa kamu memang benar-benar bertanggung jawab.” Sepertinya Mega tidak punya pilihan lain, selain pasrah dan menerima aturan kerja yang dibuat Rei. Aturannya memang tidak berat, tapi dikarenakan ia tidak memiliki cukup bekal untuk kebutuhannya sehari-hari, Mega merasa ia harus kembali memutar otak supaya bisa tetap bertahan selama satu Minggu kedepan. Cara yang dilakukannya tidak lain yaitu kembali merecoki Nela dan Tama. Hanya dua orang itu yang bisa diandalkan olehnya saat ini. Setelah kesepakatan kerja terjalin , Mega pamit pulang. Rei tidak menuntut banyak hal, hanya saja lelaki itu mewajibkan Mega membuat sarapan setiap paginya sebelum lelaki itu berangkat ke kantor dan tentu saja Rei berharap rumahnya senantiasa bersih. Mega adalah wanita multitalenta, membersihkan rumah, pakaian dan lain-lainnya bukanlah perkara sulit untuknya. Sejak dulu ia sudah terbiasa hidup mandiri, keadaan membuatnya dewasa dalam menyikapi segala situasi. Membersihkan sebuah apartemen bukan perkara sulit baginya, apalagi dengan penghuninya yang hanya berjumlah satu orang saja. Mega menganggap mudah pekerjaannya kali ini apalagi dengan gaji yang cukup menggiurkan. Setidaknya itu gambaran pekerjaan saat ini, mudah dengan gaji yang cukup besar. Tapi Mega tidak tahu ada hal lain yang nantinya tidak akan bisa dikendalikan dan mungkin akan membolak-balik kehidupannya secara singkat. “Ini gaji Lo,” Tina memberikan uang gaji yang tidak dibayangkan Mega sebelumnya. Kedatangannya ke minimarket hanya untuk berpamitan, bukan untuk mengambil gaji. Mega cukup tahu diri, ia tidak akan menuntut hak yang belum dipenuhi kewajibannya. “Terimakasih,” Mega tidak tahu harus bereaksi seperti apa, dengan sikap Tina yang jauh lebih dari sekedar jutek. Wajahnya menunjukkan ketidak sukaan yang begitu kuat, hingga membuat Mega tidak berani berbicara banyak pada wanita itu selain maaf dan berpamitan secara baik-baik. “Maaf sudah membuat kekacauan disini.” Ucapnya sebelum akhirnya Mega pamit pergi, tapi baru beberapa langkah tiba-tiba saja tangan ditahan oleh Tina. “Buat Lo!” Tina memberikan sebuah kantong plastik berisi beberapa roti dan s**u kemasan. “Jangan berterima kasih, itu harganya murah. Pergi sana! Lo udah nggak dibutuhin lagi disini.” Usir Tina dimana wanita itu langsung pergi meninggalkan Mega dalam keadaan terharu. “Terima kasih ya!” Teriak Mega yang pastinya didengar langsung oleh Tina. Tapi wanita itu tidak menoleh apalagi membalas ucapan terima kasih Mega. Usai berpamitan dan mendapat gaji, Mega tidak langsung menuju kediaman Rei. Ia justru mengunjungi Davin untuk memastikan kondisi anak itu secara langsung. “Kak Me,” Davin tersenyum senang saat melihat kedatangan sang kakak. Tidak lupa sebelum datang, Mega menyempatkan diri untuk membeli beberapa keperluan Davin. “Kak Me nggak bisa lama-lama,” Mega mengusap puncak kepala Davin dengan penuh kasih sayang. “Ini uang jajan dan ini barang-barang kebutuhanmu.” Mega memberikan satu kantong plastik besar pada Davin. “Bagi teman sekamarmu, jangan pelit sama teman. Mengerti?” Davin menganggukan kepalanya dengan senyum mengembang sempurna di wajahnya. “Tentu, mereka selalu baik padaku dan aku pun akan melakukan hal yang sama.” Balas Davin. “Anak pintar.” “uang bulanannya Kak Me sudah kirim ke wali kelasmu, sudah kak Me bayar untuk bulan ini dan bulan depan.” “Iya Kak. Terima kasih banyak.” “Kamu adik kak Me, kamu tanggung jawab Kak Me. Belajar yang rajin ya, supaya jadi orang yang sukses. Karena setelah kamu sukses, gantian kamu yang jaga Kak Me.” “Tentu, Davin janji akan membahagiakan Kak Me.” Janji yang akan selalu Mega tunggu dan berharap Davin akan menepatinya. Usai mengurus segala keperluan Davin, barulah Mega berangkat menuju kediaman Rei. Untuk saat ini Mega belum memiliki akses masuk ke kediaman lelaki itu, butuh bantuan seorang petugas apartemen agar bisa masuk ke rumah Rei. Tentu saja setelah izin dari lelaki itu. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh pagi, Rei sudah tidak berada di rumahnya dan hanya menyisakan sisa-sisa keberadaannya salah satunya bau parfum yang mulai famili di indera penciuman Mega. “Parfum orang kaya memang beda, orangnya udah nggak ada tapi wanginya masih tertinggal di rumah.” Ucapnya sambil tersenyum. Mega lantas memulai kegiatannya membersihkan rumah tersebut, dimulai dari menyapu pel, sampai merapikan kamar tidur. Tapi ternyata kamar tidur Rei terkunci, yang artinya lelaki itu tidak mau Mega masuk kesana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD