Malam Pertama?? ++

1135 Words
Maxime mengalihkan tatapan matanya ke arah wajah wanita yang nampak pucat di sana. Katanya pria ini akan pergi bekerja di malam hari. Tapi kenapa tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar?? Maxime mengusap dagu yang ditumbuhi janggut tipis sambil berjalan mendekati wanita, yang berdiri mematung di depan pintu kamar mandi dan berhenti saat hanya tersisa satu langkah saja, dengan jarak wanita yang masih mematung juga di tempatnya. "Kamu belum pergi??" tanya Megan kepada pria yang langsung menunjukkan senyuman menyeringainya. "Belum. Masih ada waktu beberapa puluh menit," jawab Maxime yang menatap tubuh Megan dari atas hingga ke bawah. Megan gelagapan. Firasatnya langsung tidak enak dan ia pun pergi saja dari hadapan Maxime dan naik ke atas tempat tidur, lalu menutupi tubuhnya dengan selimut. Maxime memutar tubuhnya dan mengikuti kemana Megan pergi. Ia pandangi wanita di atas tempat tidur sana, dengan tatapan mata yang lapar. "K-kamu mau apa??" tanya Megan yang lantas merinding, saat melihat pria yang sudah melepaskan kausnya di hadapannya itu. "Memangnya, apa lagi yang akan dilakukan , oleh sepasang pria dan wanita yang telah menikah di dalam kamar hm??" tanya Maxime sembari menaik-turunkan kedua alisnya bersama. "T-tapi aku sedang hamil. Dokter bilang, tidak boleh berhubungan intim saat sedang hamil!" elak Megan. "Benarkah?? Dokter mana yang mengatakan hal itu?? Biar aku tembak kepalanya!" cetus Maxime yang kemudian tersenyum miring. Maxime maju dan merangkak naik ke atas ranjang. Sementara Megan semakin mengeratkan selimut di tubuhnya. "Pergi bekerja sana!! Katanya kamu mau pergi bekerja!!" usir Megan yang tidaklah mempan, bagi pria yang terus mencoba untuk mendekatinya. Megan terbelalak. Kelopak matanya terbuka dengan sangat lebar, saat Maxime merapatkan tubuhnya, dengan tubuhnya ini. Pada saat wajahnya itu mulai maju dan bibirnya hendak menyentuh permukaan kulit leher Megan, ponsel yang berada di sisi Megan itupun berdering dengan begitu nyaring. Sebuah hembusan napas dilakukan oleh pria, yang wajahnya terlihat kesal itu. Tidak memiliki banyak waktu dan hanya bisa bersenang-senang sebentar. Tapi ada saja pengganggu. Maxime menyibakkan selimut yang menutupi ponsel yang masih berdering itu dan ia melihat, nama dari saudaranya lah yang ada di sana. Maxime tersenyum tipis dan meraih ponsel tanpa persetujuan pemiliknya, serta langsung saja menjawab panggilan teleponnya juga. "Hai, Fred!" sapaan pertama yang membuat si penelepon mengerutkan keningnya. Seperti kenal dengan suara ini dan memang, ia mengenal si penerima telepon ini dengan cukup baik. "Max?? Kenapa kamu yang mengangkat teleponnya?? Apakah Megan sedang bersamamu??" tanya Freddy. "Iya. Tentu saja. Dia ada bersamaku sekarang. Kami... Baru saja akan melewatkan malam pertama. Oh bukan. Maksudku malam yang kedua. Karena malam pertama, sudah terjadi satu bulan yang lalu," ujar Maxime sembari tersenyum dengan puas sekali. Begitu menyenangkan, mempermainkan sepupunya ini, persis seperti ayahnya itu juga, yang menyabotase kematian sang ayah, beserta harta yang ditinggalkan oleh ayahnya juga. "Mana Megan?? Berikan handphone itu kepadanya! Aku ingin bicara dengannya," perintah Freddy. "Ingin bicara apa?? Katakan saja kepadaku. Akan aku sampaikan kepadanya," ujar Maxime. "Tidak bisa. Aku harus membicarakan hal ini secara langsung dengannya!" seru Freddy bersikukuh. "Keras kepala sekali. Ini," ucap Maxime yang benar-benar memberikan handphonenya kepada wanita yang berada tepat di hadapannya ini, tapi sebelumnya, ia nampak menekan tombol pengeras suaranya lebih dulu. "Halo?" sapa Megan dengan pelan. "Megan?? Kamu dimana sekarang?? Kamu pergi kemana??" tanya Freddy. "Aku... Aku ada di suatu tempat." "Dimana?? Tadi siang aku pergi ke rumah orang tua kamu. Tapi kamu malah tidak berada di sana. Mereka bilang, kamu diusir dari sana. Kenapa kamu tidak menghubungiku dan menjawab teleponku juga??" tanya Freddy. "Aku... Eum... Kita ini sudah selesai kan?" ucap Megan, yang terpaksa harus memupuskan perasaannya, karena keadaan yang telah berbeda sekarang. "Selesai?? Tapi kita belum sempat bicara banyak. Kamu belum menjelaskan semuanya. Ada apa sebenarnya?? Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Freddy. "Aku pun sama. Tapi yang jelas, kita sudah tidak bisa meneruskan pernikahan kita. Hubungan kita selesai. Kita...," Ponsel yang berada digenggaman tangan Megan diambil paksa dan dilemparkan ke sisi ranjang lagi. Kemudian, Maxime pun maju tanpa memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu. "Lepaskan!!" seru Megan dan didengar dengan sangat jelas oleh Freddy, yang kini memanggil-manggil namanya. "Megan?? Megan!?" panggil Freddy, sebelum akhirnya ia mendengar suara desahan dari pria, yang adalah sepupunya sendiri maupun ucapan-ucapan tak senonoh, yang diperuntukkan bagi wanita yang tadinya akan ia nikahi itu. Tubuh Freddy mendadak lemas sekali. Sampai ia tak kuasa, untuk menggenggam ponselnya sendiri, maupun mendengarkan suara-suara, yang berasal dari ponsel wanita yang dicintainya. Tatapan mata Freddy nampak kosong, hingga ia harus menutup telinga, untuk menghentikan suara yang begitu menyesakkan dadanya. Beberapa belas menit kemudian... "Ugh!" Maxime menarik diri, dari wanita yang telah selesai ia jelajahi setiap inchi tubuhnya tersebut. Ia duduk sambil bersandar di atas ranjang dan juga nampak tengah mengatur napasnya yang nampak terengah-engah. Lelah sudah. Setelah bolak-balik mencumbui wanita ini. Niatnya, mau pergi untuk menuntaskan pekerjaannya malam ini juga. Tapi , ketika tadi melihat wanita ini dalam balutan pakaian cukup seksi, ia malah jadi tergugah untuk mengerjainya dulu. Sayang bila dilewatkan. Apa lagi, sekarang sudah menjadi istrinya yang sah. Ya sudah. Manfaatkan saja dengan sebaik-baiknya. Hanya saja, setelah pergumulan panas tadi, ia malah jadi mengantuk begini. Padahal, pekerjaannya sudah menanti di depan mata dan harus diselesaikan malam ini juga. "Tidak ada apapun yang terjadi bukan?? Dokter yang kamu bilang itu, pasti seorang pembual," ucap Maxime terhadap wanita, yang kini tengah meringkuk bak udang di sisinya ini. Wanita itu hanya diam saja dan malah menggigiti kuku jemari tangannya. Saat pergumulan mereka berdua telah dituntaskan. Ia terpikirkan, panggilan telepon tadi sudah diakhiri apa belum. Laki-laki ini malah melakukannya lagi tanpa aba-aba sama sekali. Mana ia tidak bisa meloloskan diri dan malah jadi mangsanya lagi. "Hahh... Aku mengantuk sekali. Padahal, pekerjaan sudah menungguku," keluh Maxime sembari mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa berat. "Tadi teleponnya sudah kamu matikan??" tanya Megan dan Maxime pun mengangkat satu alisnya serta tertawa kemudian. "Sudah belum??" tanya Megan lagi dan kali ini sembari memberikan Maxime lirikan yang tajam. "Kenapa memangnya huh?? Aku rasa, sudah ataupun belum tidak jadi masalah. Kita sudah menikah dan apa yang kita lakukan ini , adalah sudah hal yang lumrah. Kenapa kamu malah seperti merasa bersalah kepadanya??" ucap Maxime dengan alis yang terangkat keduanya. Megan terdiam lagi. Biarpun sudah dinikahi oleh sepupu dari cinta pertamanya ini sekalipun. Namun tetap saja, ia tidak bisa seenaknya begitu. Kenapa juga, ia harus dilibatkan, kalau memang diantara mereka tidak memiliki permasalahan. Ia tidak tahu apa-apa. Kenapa sampai sebegitunya sekali dia ini?? "Kamu sudah tidak perlu memikirkannya lagi sekarang. Dia sudah bukan siapa-siapa untukmu. Fokus saja pada yang ada. Tidak usah memikirkan yang tidak ada di sini. Benar kan??" ucap Maxime kepada wanita yang masih bungkam mulutnya. Tapi di dalam batinnya, ia ingin sekali memaki pria menyebalkan ini. Seenaknya menghamili. Seenaknya menikahi dan sekarang, seenaknya juga menyuruhnya untuk melupakan cinta pertamanya itu. Sudah susah payah meluluhkan dan malah gagal untuk sampai ke pelaminan. Sial sekali nasibnya ini. Yang ujung-ujungnya malah menikah dengan pria mesumm satu ini, juga mengandung anak darinya juga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD