Pagi di rumah Adrian dan Safira terasa lebih hening daripada biasanya. Dari dapur, terdengar suara piring beradu pelan, diiringi langkah hati-hati Mbak Ratih yang sedang menyiapkan sarapan. Aroma roti panggang dan teh sudah mengisi udara, menenangkan sekaligus memberi rasa hangat pada ruangan yang masih dingin. Safira duduk di kursi makan dengan posisi setengah bersandar. Kerudungnya diikat seadanya dengan pakaian rumahan. Wajahnya masih tampak pucat, tetapi senyumnya masih berusaha muncul ketika Adrian berjalan mendekat dengan setelan kerja rapi dan dasi abu-abu yang sudah terpasang sempurna. “Kamu udah siap kerja, ya Mas?” suara Safira terdengar pelan, nyaris seperti bisikan. Ia duduk di kursi ruang makan dengan posisi sedikit membungkuk, kedua tangannya saling menggenggam di atas meja

