Malam itu, rumah tua milik orang tua Rio berdiri dengan tenang, dikelilingi pepohonan yang bergoyang pelan karena angin malam. Balkon di lantai dua terbuka, menghadap halaman belakang dengan lampu taman redup yang remang-remang. Di sanalah Laras duduk, kedua tangannya memeluk lutut, wajahnya menatap kosong ke arah langit. Bintang hampir tak terlihat, tertutup awan tipis sisa hujan sore tadi. Udara lembab menempel di kulitnya, membuatnya sesekali menghela napas panjang. Besok pagi ia harus berangkat ke pelosok untuk menjalani program koas. Dan Rio… sahabatnya Adrian itu… harus berangkat ke luar negeri. “Eh, ngapain lo manyun begitu?” suara Rio terdengar dari belakang, santai banget, disusul langkah kakinya yang nggak pernah bisa ditebak ritmenya, seakan dunia nggak pernah jadi masalah bua

