Situasi jadi semakin tidak menguntungkan baik untuk Luke maupun rekan barunya yang seperti sudah berada di ambang kematian karena tidak kuasa menahan rasa kehausan! Ditambah hal buruk terjadi karena keberadaan para monster itu. Dan Young Soo yang pengetahuannya diharapkan mampu membantu mereka dalam menghadapi situasi dan kondisi ini malah memutuskan untuk diam. Tidak menjawab pertanyaan yang Luke butuhkan untuk "mengakhiri" kesengsaraan mereka saat itu.
Cobaan seperti apa lagi yang akan mereka lalui setelah ini? Berhasilkah mereka menghadapinya? Apa yang akan para leveler lain lewati selanjutnya? Mampukah Luke dan rekan barunya terus bertahan tanpa melakukan pengorbanan apa pun? Untuk mendapatkan masa depan yang selalu mereka harapkan. Karena setiap ujian sejatinya tak melulu soal kekuatan yang seperi ini atau seperti itu. Tapi, juga mengenai penguasaan pada kesadaran akan manifestasi jiwa sendiri. Yang tidak mengenal batasan. Dan juga tidak memiliki tepian.Seperti itulah sejatinya seorang manusia harus bersikap untuk menjalani kehidupan mereka, bukan. Karena tidak ada kebahagiaan yang gratis atau cuma-cuma di dunia. Dunia yang fana dan juga busuk serta tidak ada apa-apanya ini.
"Berhasilkah mereka menyelesaikan ujian kenaikan level kali ini? Apakah semua akan tetap 'semudah' saat pertama? Mari kita saksikan saja semua. Keputusasaan macam apa lagi yang akan para leveler lalui setelah ini.
"Teruslah membaca, Temukanlah jawabannya dan... jangan lupa untuk terus menjadi manusia yang bahagia!"
+++++++
“Cih.”
+++++++
Sayangnya saat itu Young Soo memutuskan untuk tak langsung menjawab apa yang dipinta oleh Luke. Cih, anak ini benar-benar, Luke jadi menggerutu kesal sendiri di dalam hati. Dalam benaknya ia juga langsung melakukan komparasi (membandingkan) antara anak itu (Young Soo) dan Seth. Ia yakin jika Seth (yang sesungguhnya) masih ada. Ia pasti tidak akan jadi rekan yang membuat kesal seperti itu.
Pokoknya pemuda Asia Tenggara bernama Seth itu benar-benar… ahh, mantap.
Sementara itu pikiran yang berbeda ada di sisi si pemuda Asia Timur alias Young Soo. Ia merasa… andai saja saat itu badannya tidak sedang dalam keadaan yang kekurangan cairan. Bisa jadi hampir pasti ialah yang justru berada di posisi membopong tubuh Luke. Untuk diajak melarikan diri di saat menghadapi situasi yang genting seperti saat ini. Eh, tapi badan orang ini lebih besar dariku. Pasti akan sangat sulit untuk aku bisa membopongnya tubuhnya dan harus bergerak dengan cepat, koreksinya kemudian. Ia membatin, orang bule itu memang badannya besar sekali.
Drap drap drap drap drap drap drap drap drap drap drap. Luke terus berlari sekuat tenaga yang ia bisa. Tak tentu ke mana arah dan tujuannya. Pokoknya apa yang ia inginkan saat ini “hanya” untuk menghindar sejauh mungkin dari para makhluk jejadian yang sangat mengerikan (dan juga sangat menjijikkan tentu saja) itu. Ditambah kini jumlahnya yang sudah tidak lagi hanya satu seperti di awal. Sedikit demi sedikit makhluk yang tampak sama dengan yang pertama muncul lagi dari celah-celah reruntuhan bangunan. Dengan rupa yang lebih mengerikan dan ukuran yang lebih besar bahkan.
“Mr. Luke,” panggil Young Soo lirih.
“Apa?!” jawab Luke ngos-ngosan. Masih sedikit emosi. Drap drap drap drap drap drap drap drap drap drap drap. Suara langkah para monster itu yang berat dan ramai. Terdengar sangat mengintimidasi perasaannya sendiri.
Capek, capek, capek, lelah, lelah, lelah, tidak kuat, tidak kuat, tidak kuat, tidak kuasa lagi, tidak mampu lagi, ini semua benar-benar terlalu…
Luke sudah lelah jiwa dan raga. Berbagai macam pertanyaan akan alasan yang melandasi segala tindakannya secara perlahan muncul. Sedikit demi sedikit. Tidak bisa dikontrol. Pertanyaan yang mengungkapkan penyebab dari segala pernyataan akan tindakan. Bahkan juga apakah sebuah kemunafikan?
“Untuk apa kamu terus berjuang?”
“Mengapa kamu selalu saja ingin kabur dari masalah yang menerpa hidupmu?”
“Percayalah, Lucas. Bahwa memang dirimu sendirilah yang menginginkan semua ini terjadi dalam hidupmu.”
Tidak! Bukan seperti itu!
“Dan itu semua karena kamu ingin terus berlari.”
“Karena kamu ingin bersembunyi.”
“Itulah yang membuat kamu sampai berakhir dalam semua situasi yang kamu anggap tidak menguntungkan ini.”
Luke lagi-lagi berusaha menyahut. Memberikan bantahan sekalipun haya dalam benak, itu semua tidak benar! Bukan seperti itu!
“Karena kamu tidak pernah berusaha untuk menyelesaikan masalah yang menerpa hidupmu.”
“Kamu tidak pernah berusaha untuk menghadapi semua itu.”
Tidak… itu semua tidak benar, batinnya lagi-lagi berusaha memberikan sangkalan. Suatu sanggahan.
“Kamu selalu ingin melarikan diri, Lucas Acacius Lachlan!”
“Kamu adalah seorang pengecut sejati, Lucas Acacius Lachlan!”
“Lenorah yang tidak memiliki impian apa pun… atau bahkan Lancelot yang ‘bersedia’ kehilangan nyawa asal tetap menjadi dirinya sendiri pun jauh, jauh, jauh lebih baik dari dirimu.”
“Kamu adalah pecundang dengan seribu kesalahan, Lucas Acacius Lachlan.”
Ia tidak tau. Ia tidak tau. Ia tidak tau. Luke Acacius Lachlan tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu. sebagai gantinya hanya nafasnya yang terus saja menderu, “HAAHH… HAAHH… HAAHH… HAAHH… HAAHH… HAAHH… HAAHH…!”
Tiba-tiba raut yang dipenuhi oleh pergolakan batin pemuda kaukasia yang sedang menggendongnya. Young Soo menarik lembut pakaian lelaki muda itu. ia memanggil, “Luke.”
“Apa?” respon Luke tanpa melihat ke wajah orang yang memanggil namanya.
“Coba turunkan aku,” pinta Young Soo.
Eh? Apa? Ingatan Luke tiba-tiba terputar kembali ke saat terakhir ia bersama dengan Seth di medan ujian kenaikan level yang pertama. Kalau saat itu Seth tak menjatuhkan tubuhnya. Apa yang akan terjadi pada mereka kini? Apa yang sedang Young Soo pikirkan di dalam kepalanya? Apa dia ingin mengorbankannya dalam medan ujian kenaikan level kali ini? Apa Seth benar-benar sudah mati? Benar-benar sudah meninggalkan dunia ini (Ceantar Ghleann Dail)? Seharusnya sih “memang” seperti itu. Tapi, mengapa terasa ada beberapa fakta yang tidak sesuai.
Pernyataan bahwa Seth benar-benar sudah mati. Bagaikan keberadaan dari satu buah keping puzzle yang memiliki bentuk tidak sesuai dengan “celah kosong” dari susunan kenyataan yang lain di sekelilingnya.
Dan begitulah bagaimana kematian seorang Seth menjadi sutau topik konspirasi tersendiri dalam lembah pemikiran Lucas Acacius Lachlan.
Aaaaaaarrrgghh!!! Semuanya itu memang sangat membingungkan!
Bruukh. Bukannya menurunkan tubuh Soung Yoo secara kalem. Luke malah ikut menjatuhkan tubuhnya sendiri saat mereka tiba di suatu titik yang dirasa cocok untuk menjadi tempat persembunyian. Memang tidak salah Luke rajin melatih kekuatan otot kakinya untuk persiapan menjadi seorang penari balet. Hal itu paling tidak membuat ia mampu berlari lebih cepat. Sekalipun membawa beban yang cukup berat.
Bruukh. “Aukh!” erang Young Soo yang tubuhnya seperti dibanting oleh Luke secara tidak “santai”. Luke sendiri menjatuhkan tubuhnya ke bagian depan dan mendarat di bagian depan tubuh.
Anak muda laki-laki bule itu sangat ngos-ngosan, “Hhaahh… hhaahh… hhaahh… hhaahh… hhaahh… hhaahh… hhaahh…” Keringat yang keluar dari pori-pori tubuhnya sudah seperti air yang baru saja disiramkan ke tubuhnya. Saking banyaknya. Ia sudah basah kuyup seperti baru saja disiram oleh satu galon air. Sangat asah kuyup.
Young Soo yang masih memiliki sedikit lebih banyak kekuatan timbang Luke. Berjalan jongkok untuk menuju ke belokan. Dan mulai mengintip untuk mengamati keadaan. Sedikit ke arah jalan di mana langkah mereka dan para monster itu terpisah.
Para makluk mengerikan yang saat ini berjumlah empat ekor itu tampak mengarahkan pandangan ke segala penjuru. Mencari buruan. Mengendus-endus tanah dengan moncong buaya darat mereka.
Menyaksikan itu semua Young Soo langsung menutup mulut dan hidung agar suara nafasnya tak sampai terdengar. Ia tidak tau sudah berapa jam pemuda kaukasian di depannya berlarian dalam panas terik ini. Yang jelas ia juga terlihat sangat kelelahan.
“Luke,” panggil Young Soo. Ia tempelkan jari telunjuk di bibir. Mengisyaratkan pemuda di hadapannya agar tidak melakukan sesuatu yang akan menimbulkan suara sama sekali.
Luke pun menguatkan tubuhnya untuk bangkit. Setelah itu ia berjongkok di belakang Young Soo. Ikut mengamati para predator yang siap memangsa mereka “berdua” hidup-hidup. Yang masih serius mencari jejak.