Meli menopang dagu dengan kedua tangannya di atas meja. Dia sedang duuduk di kantin kampus sambil menunggu Rita yang sedang memesan makanan. Meli masih memikirkan rencana perjodohannya dengan Bryan. Hingga saat ini dia belum mengambil keputusan akan menerima perjodohan itu atau menolaknya.
“Kamu kenapa, Mel? Mukamu kusut banget,” tanya Rita, duduk di depan Meli sambil meletakkan nampan berisi makanan pesanan mereka. Dia mengambil semangkuk mie ayam dan jus jeruk lalu meletakkannya di hadapan Meli.
“Makasih,” ucap Meli, meminum jus jeruk pesanannya sebelum menjawab pertanyaan Rita. “Semalam aku nggak bisa tidur, Rit,” ungkap Meli dengan raut wajah lesu.
“Kenapa nggak bisa tidur? Heemm... pasti kamu mikirin Ridho ya?” goda Rita, mengedipkan sebelah matanya pada Meli.
“Apaan sih, Rit... nggak usah ngaco deh,” sahut Meli, mendelik menatap sahabatnya.
Ridho merupakan mahasiswa jurusan arsitektur di kampus ini. Dia satu angkatan dengan Meli dan Rita. Mereka mulai berteman ketika bertemu di acara ulang tahun kampus dua tahun yang lalu. Saat itu Meli, Ridho dan Rita sama-sama menjaga stand bazar yang diadakan di halaman kampus.
Meli mulai tertarik pada Ridho ketika melihatnya bernyanyi di acara puncak ulang tahun kampus mereka. Saat itu Ridho tampil sangat memukau dengan suara merdunya. Bukan hanya suara saja, tapi wajahnya juga tampan ditambah postur tubuhnya yang tinggi membuat Ridho diidolakan gadis-gadis di kampus ini. Bisa dibilang Ridho menjadi bintang kampus sejak malam itu.
Seiring berjalannya waktu, rasa ketertarikan Meli menumbuhkan benih-benih cinta di hatinya. Dia tahu Ridho laki-laki yang baik dan juga sopan. Ridho tak pernah memilih-milih dalam berteman. Dia selalu menghormati orang yang lebih tua dan tak pernah sombong kepada orang lain walaupun dia seorang bintang kampus.
Tentu saja Meli mengetahui semua informasi itu dari Rita. Sejak Rita tahu Meli menyukai Ridho, dia mulai mencari informasi tentang laki-laki itu dari teman-teman dan orang-orang yang mengenal Ridho. Oleh karena itu Rita sering menggoda Meli ketika dia memergoki sahabatnya yang diam-diam memperhatikan Ridho dari jauh.
“Tapi mukamu kok merah gitu, Mel?” tanya Rita semakin menggoda Meli.
“Ritaaa... udah deh nggak usah mulai,” kata Meli, menutupi kedua pipinya yang bersemu merah. Dia sering digoda oleh Rita, tapi tetap saja pipinya selalu memerah ketika mereka mulai membahas tentang Ridho.
Rita terkekeh. “Kalau suka itu diungkapin, Mel. Jangan dipendam sendiri atau kamu akan menyesal ketika Ridho memilih perempuan lain. Udah dua tahun kamu menyukai Ridho, tapi sampai saat ini belum ada kemajuan apapun dalam hubungan kalian,” ujarnya menasehati Meli.
“Aku bukan kamu yang bisa menyatakan perasaannya secara blak-blakan di depan laki-laki yang kamu sukai, Rit. Lagipula aku udah cukup bahagia bisa dekat dengannya,” kata Meli, menimpali ucapan Rita.
Rita geleng-geleng kepala mendengar perkataan Meli. Memang sudah beberapa kali dia mengungkapkan perasaannya kepada laki-laki yang disukainya di kampus ini. Terkadang Rita mendapat penolakan dari laki-laki yang disukainya itu. Tapi dia tak pernah jera dan selalu mengulanginya lagi. Karena bagi Rita perasaan itu harus diungkapkan agar dia tahu bagaimana perasaan laki-laki itu kepadanya. Bukan malah dipendam yang akhirnya berujung patah hati karena laki-laki yang disukainya memilih perempuan lain.
Sikap Meli berkebalikan dengan Rita. Selama ini Meli menyukai Ridho, tapi dia tak mau kalau Ridho mengetahui perasaannya. Padahal hubungan Meli dan Ridho sekarang sudah cukup dekat. Komunikasi mereka cukup intens dan terkadang mereka pergi berdua. Teman-teman di kampus mereka bahkan mengira jika Meli dan Ridho telah berpacaran.
“Oh ya, Rit, menurut kamu Bryan itu orangnya gimana?” tanya Meli, tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan.
“Bryan? Bryan siapa, Mel?” tanya Rita dengan raut wajah bingung mendengar nama laki-laki yang disebutkan Meli. Seingatnya mereka tidak memiliki teman laki-laki yang bernama Bryan di kampus ini.
“Aduh Rita... Bukankah setiap hari kamu membicarakan dia? Kenapa sekarang kamu malah bingung?” tanya Meli dengan nada geram. Dia heran kenapa Rita jadi selemot ini. Padahal biasanya Rita menjadi orang yang paling antusias ketika membahas tentang celebrity idolanya.
“Eh. Bryan Aditama maksud kamu? Idola aku itu?” tanya Rita, memastikan.
“Iya, Bryan idola kamu,” kata Meli, menganggukkan kepalanya.
“Kenapa kamu tiba-tiba tanya tentang kak Bryan? Biasanya kamu selalu bosan jika aku mulai membahasnya,” kata Rita dengan raut wajah heran.
Meli tersenyum kikuk. Dia memang selalu merasa bosan jika Rita sudah membahas Bryan. Meli lebih memilih membaca buku manajemen bisnis yang super tebal daripada harus mendengarkan ocehan Rita tentang celebrity idolanya itu. Tapi kali ini Meli membutuhkan informasi tentang Bryan dari sahabatnya untuk membantu dirinya mengambil keputusan.
“Aku hanya ingin tahu kenapa kamu bisa sangat mengidolakannya, Rit,” kata Meli, memberi alasan yang menurutnya masuk akal.
Meli tak mau Rita mengetahui hal yang sebenarnya. Rita pasti sangat syok jika sampai mengetahui rencana perjodohan dirinya dengan Bryan. Meli akan bercerita pada sahabatnya ini ketika dia telah bertemu dengan Bryan dan mendapat kepastian tentang kelanjutan perjodohan mereka.
“Yang pasti kak Bryan itu sangat tampan, tubuhnya tinggi, atletis, aktingnya keren dan senyumnya juga sangat menawan. Bikin aku meleleh saat melihatnya,” kata Rita dengan lebay. “Dia juga sangat baik dan ramah,” tambahnya kemudian.
“Baik dan ramah? Kamu tahu hal itu dari mana? Bukankah kamu belum pernah bertemu dengannya, Rit?” tanya Meli, mengernyitkan dahi.
Rita cemberut mendengar perkataan Meli. Sampai saat ini dia memang belum pernah bertemu dengan Bryan secara langsung. Dia selalu berharap akan ada kesempatan untuk bertemu dengan celebrity idolanya itu.
“Iya sih. Tapi aku tahu dari orang-orang yang udah pernah ketemu langsung sama kak Bryan, Mel. Sikapnya ketika di wawancara dan menghadiri beberapa acara televisi juga menunjukkan hal itu,” kata Rita, menjelaskan.
Meli mengangguk mengerti. Dia berharap sikap Bryan memang baik dan ramah. Bukan hanya di depan kamera dan penggemarnya saja, tetapi di kehidupan nyata juga seperti itu. Karena Meli tak mau menikah dengan laki-laki yang arogan dan juga kasar.
oOo
“Ini, Yan,” Angga mengulurkan sebotol air mineral kepada Bryan yang sedang duduk di bangku taman.
Hari ini Bryan sedang syuting perdana film terbarunya. Rencananya proses syuting akan dilaksanakan selama tiga bulan ke depan di beberapa tempat yang ada di Jakarta. Bryan berharap syuting film kali ini berlangsung dengan lancar dan hasilnya memuaskan. Dia ingin film terbarunya bisa diterima masyarakat Indonesia dan bisa mencapai kesuksesan seperti film-film sebelumnya.
“Thanks, Ngga,” sahut Bryan, menerima botol air mineral dari manajernya. Dia segera membuka tutup botol yang masih disegel itu lalu meneguk isinya.
“Gimana jadwal gue minggu depan, Ngga? Udah lo kosongin, kan?” tanya Bryan setelah menghabiskan setengah isi botol di tangannya.
Angga mengangguk. “Udah, Yan. Mereka setuju untuk memundurkan jadwal pemotretan elo ke hari berikutnya. Gue juga udah menyampaikan permintaan maaf lo pada mereka,” ujarnya menjelaskan.
“Thanks, Ngga. Lo emang manajer gue yang paling bisa diandalkan,” kata Bryan, menepuk bahu Angga.
“Memang lo ada acara keluarga apa, Yan? Nggak biasanya elo minta gue kosongin jadwal secara mendadak gini,” tanya Angga, menatap Bryan dengan raut wajah penasaran.
Angga sudah menjadi manajer Bryan sejak Bryan mulai meniti karir di dunia entertainment Indonesia. Sedikit banyak dia sudah mengetahui sikap dan sifat Bryan, termasuk keluarganya. Bryan termasuk orang yang disiplin dan profesional dalam bekerja. Jika Bryan ada acara keluarga atau keperluan pribadi, biasanya dia sudah memberi tahu Angga untuk mengosongkan jadwalnya dari jauh-jauh hari.
“Nanti gue ceritain ke elo, Ngga. Lo juga perlu tahu hal ini untuk menyusun jadwal gue ke depannya. Ada beberapa hal juga yang perlu lo urus setelah ini,” kata Bryan, menatap Angga.
Jika perjodohan dirinya dan Meli terus dilanjutkan, maka Bryan akan segera menikah dengan gadis itu sesuai dengan rencana kedua orangtuanya. Oleh karena itu, Bryan perlu memberi tahu Angga untuk mengatur ulang jadwal dirinya agar tidak bentrok dengan rencana pernikahan itu. Bryan juga ingin Angga membantu dirinya dalam mengkondisikan suasana yang mungkin terjadi jika kabar pernikahannya dengan Meli tersebar ke media.
Angga mengerutkan dahi mendengar ucapan Bryan yang menurutnya sangat ambigu. Angga yakin ada masalah serius yang sedang dihadapi Bryan saat ini, namun dia tak bisa menebak masalah apa itu.
Angga akhirnya menganggukkan kepala menyetujui perkataan Bryan. Tempat ini memang bukan tempat yang tepat untuk membicarakan masalah Bryan. Sebaiknya mereka membicarakan masalah ini kembali setelah berada di rumah nanti.
oOo