Mengambil Keputusan

1535 Words
Pagi menjelang, suasana kamar hotel tempat Keira menginap cukup membangunkan wanita itu tanpa perlu siang menghampiri. Lelah setelah menangis semalaman, rupanya sudah membuat sosok wanita itu bangun dalam suasana hati yang berbeda. Kini ia sudah yakin bahwa hidup harus tetap berjalan meski ia sudah dikhianati oleh suaminya sendiri. Suami yang sudah menjadi kekasihnya sejak kuliah, rupanya tak mampu menguatkan cinta keduanya setelah sosok wanita lain hadir dalam kehidupan rumah tangga mereka. Keira sudah mantap untuk berpisah dengan Ardan. Tapi, ia tahu jika semuanya harus dibicarakan dengan secara baik-baik dengan pihak lain sebagai penengah. Ibunya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Rela meninggalkan wanita paruh baya itu sendirian di sebuah rumah peninggalan ayahnya yang sudah meninggal, Keira merasa jahat dan menyesal di waktu yang bersamaan. 'Bangun Kei. Sudah cukup kamu diam saja selama ini dan mengikuti semua perintah Ardan. Sekarang, sudah waktunya bagi kamu bangkit dan menjalani hidup yang sebenarnya.' Motivasi yang wanita itu ucapkan di saat kedua mata terbuka dan melihat seonggok tas miliknya yang hanya menampung dua pasang pakaiannya, seakan menjadi letupan semangat di tengah hati dan pikirannya yang mulai bangkit. Di saat Keira memutuskan untuk beranjak bangun dan meninggalkan tempat tidur, seseorang tiba-tiba mengetuk pintu dari luar kamar. 'Siapa yang mau mengetuk pintu? Sepertinya aku belum memesan makanan apapun,' gumam Keira bingung. Namun, wanita itu tetap mencoba untuk melihat siapa sosok yang mengetuk pintu kamarnya dibanding ia harus mati penasaran. Melalui lubang pintu yang ada di depan wajahnya, Keira bisa melihat sosok laki-laki yang sepertinya ia ingat. 'Bukankah ia ....?' Seiring pertanyaan yang tidak terjawab, Keira pun membuka pintu yang kembali diketuk untuk ketiga kalinya. Benar, laki-laki itu adalah Gathan. Supir taksi yang semalam Keira tumpangi. "Selamat pagi, Mbak. Maaf mengganggu waktunya." Sapaan yang Gathan ucapkan, Keira respon dengan anggukan dan senyuman manis. "Pagi. Iya, ada apa yah, Mas?" Keira tahu siapa Gathan. Ia ingat lelaki bertopi baseball semalam. Lelaki yang sudah menjadi pahlawan baginya sebab bisa terbebas dari kejaran Ardan. Tapi, ada keperluan apa lelaki itu menyambanginya sampai ke kamar hotel di waktu yang masih pagi ini? Seketika senyum Keira pudar saat pikirannya berubah negatif. 'Apakah lelaki itu menguntitku selama semalaman?' Gathan yang awalnya senang karena mendapat senyuman manis dari wanita cantik yang sudah membuatnya jatuh hati itu, mendadak bingung ketika ekspresi wanita di depannya berubah ketus. "Maaf, Mbak Keira. Saya menemukan barang ini di jok belakang mobil. Saya pikir ini adalah milik Anda." Gathan berkata seolah menjawab tatapan ketus yang Keira berikan. "Eh. Apa ini?" ucap Keira, tetapi tangan terulur mencoba meraih barang yang Gathan berikan. Wanita itu melihat sebuah buku catatan bersampul hitam yang ia pegang. Rupanya buku miliknya tertinggal di mobil tanpa ia sadari sebelumnya. "Ah, betul. Ini buku punya saya," ucap Keira sumringah. "Eh, makasih yah, Mas. Maaf sudah sempat berpikir negatif tadi." Gathan tersenyum senang. Ia tampak begitu bahagia ketika dilihatnya Keira gembira karena buku miliknya telah kembali. "Enggak apa-apa, Mbak. Syukurlah karena saya takut salah sebelumnya." Buku itu memang bukan barang mewah, tetapi itu cukup berharga baginya karena di dalam buku itu berisi catatan pribadi Keira selama ia merasa cintanya dikhianati oleh Ardan, sang suami. Sebenarnya Gathan masih ingin berlama-lama berada dekat dengan Keira, tetapi otaknya mengatakan untuk ia segera pergi supaya tidak menimbulkan citra buruk di mata wanita yang sedang ia lakukan pendekatan tersebut. "Baiklah. Kalau begitu saya permisi. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya," ucap Gathan pamit. "Eh, iya, Mas. Sekali lagi, makasih yah?" "Sama-sama, Mbak. Permisi!" Keira mengangguk dan tersenyum ketika Gathan akan berbalik pergi. Setelahnya ia kembali masuk ke kamar dan meletakkan buku hariannya di dekat tas. Saat ia memutuskan untuk pergi membersihkan diri, tiba-tiba ia teringat hal yang mengganjal ketika berbicara dengan Gathan tadi. 'Aku lupa tanya namanya,' gumam Keira. Wanita itu merasa menyesal karena tidak sempat berterima kasih dengan menyebut nama lelaki tadi. 'Tunggu! Tadi dia tahu namaku Keira. Dari mana dia tahu?' gumamnya lagi. "Eh, di bukulah. Di mana lagi memangnya?" ucap Keira tertawa sendiri sebab merasa konyol. Baru satu langkah ia menuju kamar mandi, tetapi kembali terhenti karena sesuatu. 'Tapi, bagaimana ia bisa tahu aku menginap di kamar ini? Bukankah ini hal yang privasi? Tak mungkin pihak resepsionis memberi tahu keberadaan tamu hotel tanpa konfirmasi sebelumnya. Itu bisa dianggap pelanggaran bukan?' Di saat Keira merasa was-was dengan keberadaan dirinya yang bisa diketahui oleh seorang supir taksi, ia pun mencoba untuk bertanya pada petugas resepsionis saat akan keluar nanti. 'Pertama-tama, mandi dulu. Lalu, bersiap untuk menemui Mas Tama.' Tama adalah kakak angkatan Keira ketika kuliah dulu. Juga kakak dari temannya, Yora, waktu kuliah yang kini sudah menjadi seorang pengacara sukses. Ia ingin bertanya tentang gugatan perceraiannya pada Ardan. Meski ia tahu kalau Tama tidak pernah mengurusi kasus perceraian, tetapi setidaknya ia mendapatkan sedikit pencerahan dan bantuan atas niat atau keinginannya yang ingin menyudahi pernikahannya dengan suaminya itu. ** "Seharusnya Mbak tidak boleh memberi tahu siapapun mengenai keberadaan tamu yang menginap di hotel ini!" kesal Keira setelah mengetahui kalau sang supir taksi memang mengetahui kamarnya dari petugas resepsionis. "Iya, Bu. Maafkan kami. Tapi, sebelumnya memang kami sudah meminta Mas-nya untuk menyerahkan barang tersebut pada kami. Tapi, beliau maksa karena khawatir tidak kami sampaikan," ucap seorang petugas wanita membela diri. Nyatanya, mereka dengan senang dan rela hati memberi tahu Gathan mengenai keberadaan Keira, tanpa menyadari jika wanita itu akan menginterogasi atau bahkan marah seperti yang tengah terjadi sekarang. Namun, Keira masih tidak terima. Ia berpikir jika bukan si supir taksi yang benar memang ingin memberikan barangnya, apakah pihak hotel tetap akan memberi tahukan keberadaannya? "Sekali lagi kami minta maaf, Bu. Kami melakukan hal itu karena sebetulnya kami sudah mengenal dekat dengan Mas-nya. Beliau sudah menjadi langganan hotel kami untuk antar jemput tamu hotel yang datang dan keluar. Seandainya bukan, kami juga tidak akan memberi tahukan data pribadi tamu hotel pada orang lain yang tidak kami kenal." Untuk penjelasan barusan, Keira sepertinya sudah sedikit bisa menerima. Itu tampak dari wajahnya yang sedikit mengendur, tidak setegang sebelumnya. Terlebih, ia kemudian kembali bertemu dengan sosok Gathan yang tiba-tiba muncul dari area dalam hotel menuju keluar. "Eh, Mbak Keira!" sapa Gathan terlihat senang. Ia pastinya tak menyangka akan bertemu dengan Keira untuk kedua kalinya di hari itu. "Mas Taksi. Eh, maaf. Saya belum tahu nama Mas-nya." Keira tampak meninggalkan meja resepsionis setelah dirasa tak ada protes lain yang mesti ia lontarkan, setelah hatinya mencoba menerima penjelasan yang sudah petugas tersebut berikan. Setidaknya, ia dalam keadaan baik-baik saja. Tujuan si supir taksi pun jelas sebab mau mengembalikan barang pribadi miliknya. "Saya Gathan, Mbak." "Oh, Mas Gathan." Keduanya kini diam. Lalu, Keira pun tersenyum dan bermaksud pamit. "Eh, maaf. Apa Mbak Keira mau pergi?" tanya Gathan basa-basi. Keira yang tadi sudah akan melangkah pergi, sontak berhenti untuk menjawab pertanyaan Gathan. "Iya. Saya ada janji dan harus pergi." "Ehm, Mbak Keira mau naik apa memangnya? Apa mungkin mau saya antar?" "Itu, saya mau naik taksi juga. Tapi, apa enggak apa-apa Mas Gathan antar saya? Memang lagi enggak lagi bawa tamu?" "Bawa tamu? Maksudnya?" Gathan menatap Keira bingung. Wanita itu pun kemudian menengok pada petugas resepsionis yang tadi menjelaskan kedekatan pihak hotel dengan status Gathan di hotel tersebut. Sempat membuat petugas wanita itu bersikap canggung, pada akhirnya Gathan dengan cepat mengerti akan maksud penjelasan yang diberikan karyawan papanya kepada Keira. "Ah, itu. Saya lagi enggak bawa tamu kok. Baru selesai nge-drop barusan sesudah antar barang punya Mbak." "Oh, gitu. Ya sudah, kalau memang tidak lagi ada penumpang, bisa Mas Gathan antar saya?" Gathan sontak mengangguk. 'Tentu saja!' teriaknya dalam hati. Lelaki itu pun lantas memberikan jalan bagi Keira yang pagi itu terlihat lebih segar meski sisa sembab di kedua matanya masih sedikit terlihat. Ia sama sekali tak menyangka akan mendapat kemudahan untuk ke sekian kalinya demi mendekatkan diri dan mengetahui profil Keira. Beberapa menit kemudian. "Silakan, Mbak!" ucap Gathan yang sudah menghentikan mobil tepat di sisi Keira yang berdiri di pelataran gedung hotel. Gathan dibantu seorang petugas security —yang sempat mengangguk hormat padanya, membuka pintu bagian depan supaya Keira duduk di sebelahnya. Apresiasi sangat tinggi akan Gathan berikan pada petugas keamanan hotel itu karena sudah berhasil membuatnya dekat dengan wanita yang sudah membuat pikirannya berkelana itu. Sebab sekarang, Keira tanpa sungkan duduk di sebelah bangku kemudi di mana Gathan sudah di duduk di baliknya. "Ke mana tujuannya, Mbak?" tanya Gathan ramah. "Jalan Adipati. Gedung menara Tigadua." "Siap!" Entah apa yang tengah Tuhan rencanakan di balik pertemuan dua insan tersebut. Keira yang semalam masih menangis karena perselingkuhan yang suaminya buat, pada akhirnya bisa melewati hari dengan sedikit melupakan rasa sakit di hatinya sebab ada orang baik yang tanpa sungkan mau membantu. Juga Gathan, yang setelah dua bulan ini mencari sosok perempuan yang bisa membuatnya jatuh cinta, begitu mudah diberi jalan untuk mendekati wanita yang tanpa sengaja bisa bertemu dalam suasana sedih tak mengenakan. Saat mobil sudah mulai melaju meninggalkan gedung hotel, Keira yang mencoba menenangkan hatinya sebab akan bertemu dengan Tama dan Yora, tampak menyalakan ponsel yang sejak semalam ia matikan. Langsung saja, puluhan panggilan tak terjawab masuk ke riwayat panggilan. Nomor dari Ardan yang mendominasi, juga ada nomor ibunya yang mungkin sudah mendapat kabar dari suaminya itu mengenai kepergiannya semalam. Tak berselang lama, wanita itu kaget saat ponselnya tiba-tiba berdering. Gathan yang mencuri-curi pandangan sejak menjalankan mobil, terlihat khawatir sebab ekspresi Keira yang mendadak emosi. "Enggak diangkat, Mbak?" ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD