“Ami, tunggu!” Bukannya menunggu seperti yang Putra minta, Ami malah beranjak dari kursi. “Ami bersamamu?!” suara terkejut dari seberang telepon menarik atensinya. Kaflin masih tersambung dengannya. “Apa yang terjadi, Ami mau ke mana?” “Kacau, Kaf. Ami melihat nama dan fotomu pas panggilan ini. Dia marah.” Kaflin diam. “Aku akan menyusulnya. Nanti ku telepon.” Setelahnya Putra segera mengakhiri panggilan tersebut. Putra menyusul Ami yang sudah keluar dari kafe. Ami berjalan menuju bahu jalan yang ada tepat di depan Kafe. “Ami..” Putra berhasil menyamakan langkah, mencekal Ami. Langkah keduanya berhenti. Ami menarik tangannya langsung bersedekap. “Aku bisa jelaskan.” “Cukup jelas. Aku bisa menyambungkan dari awal.” Putra tertangkap basah jika sebenarnya ia mengenal Kaflin. “