Akhirnya sampai juga pada masa Inara mengejar pembimbing. Sepenting apapun seorang Inara dengan nama belakang Bramawijaya tidak membuatnya diprioritaskan. Sama seperti mahasiswa yang lain, Inara harus mengejar. Mungkin jika kondisinya tidak hamil, Inara tidak mudah menyerah. Sekarang ada janin yang dia pertimbangan. Terlebih moodnya naik turun, Inara mudah mengeluh dihadapan Neysa. Lebih bebas hingga kalimat yang keluar lebih banyak umpatan. “Gak tau apa gue ini orang penting. Sepenting itu, gue calon pimpinan Yayasan yang harusnya diprioritaskan. Anjirrr bangettt lah. Capek ngejar dosen yang sok sibuk itu. Diminta ketemu diluar jam kuliah juga gak bisa, ada aja alasannya.” “Ya kan mereka gak mau ada ketimpangan. Nanti mau dipandang anak emas gara-gara skripsi cepet beres? Nikmatin aja