Prolog

394 Words
PLAK Suara tamparan menghiasi suasana tegang diantara Janice dan Alvian. Jane-panggilan wanita yang tengah menangis itu sedang menahan perih rasa sakit pipinya yang memerah dan rasa sakit hatinya. "Vian... Kamu salah paham. Alex adalah partner bisnis perusahaan kita. Aku hanya mengirimkan berkas yang kurang padanya." ucap Jane berharap suaminya itu tidak salah paham lagi. "DIAM!!! Jika tidak ada perselingkuhan, kenapa kamu memberikan berkas itu di hotel bersamanya?" teriak Vian geram. "Dia sedang mengunjungi temannya yang menginap disana. Aku tidak ke hotel bersamanya. Aku hanya di depan lobby itu. Percayalah. Aku tidak mengkhianatimu." ucap Jane lirih dan menahan isakan tangisnya. "Kau ternyata seorang jalang! Kau ternyata seperti yang Ibuku dan Kakakku bilang selama ini. Menikahimu yang dari kalangan bawah hanya membuatmu gila harta! Kau mencintaiku karena hartaku, kan?" "Vian! Jangan mengada-ada! Aku mencintaimu tanpa tahu kau adalah anak atasanku sendiri." "Pembohong! Kau wanita yang munafik! Kau seolah polos dan baik. Kau lebih busuk dari jalang!" "Lalu kau mau aku harus bagaimana? Aku sudah menjelaskan semuanya. Aku tidak akan minta maaf untuk kesalahan yang tidak kulakukan!" tensi emosi Jane naik karena hinaan suaminya sendiri. Dia sungguh terkejut mengetahui penilaian keluarga Vian selama ini terhadap pernikahan ini. Sama seperti yang ditakutkan Jane selama ini. "Aku mau kita bercerai! Aku tidak sudi bersama dengan wanita yang sudah disentuh pria lain!" ucap Vian dengan penuh emosi. Sejujurnya, Vian juga terkejut dirinya bisa melontarkan kata cerai dengan semudah itu. Tapi ego laki-lakinya tidak ingin disalahkan, dia tetap melanjutkan emosinya. Bagaikan petir di siang bolong, ucapan suaminya sendiri saat itu menghancurkan hati Jane. Dia merasa sakit dan marah. Kini kilat petir itu beralih pada mata Jane. Dengan penuh keberanian dan kekecewaan, Jane nekat menantang Vian. "Ceraikan aku sekarang juga! Kita lihat siapa yang akan menangisi hari ini dengan seribu penyesalan." tantang Jane dengan air mata pesakitan. Tanpa ada kata-kata lagi, Jane pergi ke kamar dan mengemasi barang-barangnya. Vian tampak shock melihat Jane yang berani bertindak seperti ini. "Ohh, jadi ini yang kamu inginkan. Terbebas dariku agar bisa bersama dengan Alex. Bagus. Selamat jalang!" Vian bertepuk tangan dengan wajah sinis. Jane memilih bungkam. Sekilas dia menyentuh perutnya yang rata dengan menahan tangisnya. Jane merahasiakan buah cinta yang sedang dikandungnya. Dia tidak ingin merasakan sakit dan penghinaan yang lebih dari mulut Vian. Blam. Jane pun menutup pintu rumah pesakitan itu dan Jane juga tidak akan melupakan air matanya yang tumpah saat ini. Selamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD