"Mana wanita kampung itu? Bukankah dia yang aku suruh membuatkan minuman?" Ditya bertanya dengan garang pada pelayan yang membawakan minuman untuk Hana. Wajahnya sungguh tidak sedap dipandang. Padahal dia berencana untuk membuka mata Fira lebar-lebar siapa wanita yang pantas menyandang status sebagai nyonya pemimpin perusahaan MHN. Atau jangan-jangan Fira sudah ciut nyali? Baguslah! Jadi, dirinya tidak perlu lagi melewati drama tidak ingin perceraian dengan istri kampungannya itu. Namun, jawaban sang pelayan membuatnya heran.
"Maaf, Tuan. Nyonya Fira sudah tidak ada di dapur."
"Tidak ada di dapur bagaimana? Dia 'kan bertugas menyiapkan seluruh menu. Kenapa dia lari? Tidak bisa dibiarkan! Wanita kampung dan miskin seperti dia memang suka membuat ulah!" Mili mendelik. Gadis yang masih berstatus mahasiswi itu memang dari dulu tidak begitu menyukai Fira karena berasal dari desa. Mana bisa gadis desa disandingkan dengan dirinya yang modis?
"Jangan begitu, Mili. Mungkin Fira masih capek. Bukankah dia tadi sibuk mengatur semua? Biarkan saja dia beristirahat sebentar." Hana mencoba menenangkan sambil memasang senyum penuh pengertian.
"Tidak bisa dibiarkan! Panggil dia kemari!" Winda memberi perintah pada pelayan tersebut. Namun, lagi-lagi pelayan tersebut memberi jawaban yang tidak mereka sangka.
"Maaf, Nyonya besar. Nyonya Fira tidak ada di rumah. Nyonya sudah pergi," jawabnya sambil menunduk ketakutan.
Mendengar jawaban itu, Ditya merasa darahnya mengering dengan tiba-tiba. Fira pergi meninggalkannya? Tanpa berkata-kata, Ditya berlari keluar, meninggalkan Hana yang tangannya terkepal dan menatapnya dengan tajam.
Di pos keamanan, Ditya segera bertanya, "Di mana Fira?" Matanya menatap tajam pada dua orang petugas keamanan yang berjaga.
Kedua pria tegap yang bertugas itu sontak merasa ketakutan. "Maaf, Tuan. Nyonya baru saja pergi," jawab keduanya sambil menunduk.
Tanpa diduga, tamparan mendarat di wajah keduanya. Nafas Ditya memburu karena marah. Rahangnya mengetat hingga ototnya tampak. "Bodoh!! Kenapa kalian biarkan dia pergi?? Kenapa tidak ada yang mencegahnya??"
Dua petugas keamanan itu semakin menunduk. Tidak ada satupun dari mereka yang menjawab. Bukankah nyonya Fira sering disuruh keluar membeli sesuatu sambil berjalan kaki menuju mini market di depan kompleks padahal rumah mereka berada berkilo-kilo jauhnya dari gerbang depan?
Tidak ada yang menjawab, Ditya kembali mengajukan pertanyaan dengan tidak sabar. "Pergi ke mana???" Suara Ditya naik beberapa oktaf.
"Sebuah sedan hitam baru saja menjemputnya." Seorang petugas keamanan menjawab sambil memejamkan matanya, bersiap mendapat tamparan kedua yang lebih keras.
"Putar CCTV!" Ditya memberi perintah sambil berjalan ke depan layar di dalam pos keamanan.
Seorang petugas segera memencet papan ketik dan tidak lama kemudian, layar menampilkan video seorang wanita berambut panjang dan dress sederhana berjalan keluar. Ditya bisa melihat betapa lebar senyum yang terlihat di wajahnya. Untuk beberapa saat, Ditya sempat tertegun. Seingatnya, dia tidak pernah melihat Fira tersenyum selebar itu. Istrinya itu selalu berwajah tenang dan penurut. Beberapa kali, dia memang menampilkan senyum malu-malu, dan itu membuatnya jijik. Akan tetapi, kenapa senyum lebar itu tampak natural, cantik, dan membuatnya ingin terus melihatnya? Namun, semua angan Ditya itu mendadak luntur melihat Fira sengaja melihat ke arah kamera saat hendak melewati pagar. Wanita cantik itu seolah sedang berpamitan padanya. Hal itu membuat darah Ditya mendidih. Diraihnya ponselnya di saku dan memencet sebuah nomor.
"Selamat malam, Tuan." Heru, asisten Ditya, menjawab dengan segera.
"Cari tahu semua informasi tentang sedan nomor X 190 WS segera!"
"Baik, Tuan."
Ditya menutup teleponnya. Namun, gelap di wajahnya tidak berkurang. Pikirannya menerawang pada wanita yang sudah dia nikahi selama satu tahun tersebut. Apa yang membuat Fira berubah? Wanita itu dulu sangat pendiam dan penurut. Tidak pernah mengeluarkan suara kecuali untuk hal yang penting. Namun yang paling mencolok adalah matanya. Dulu, Fira lebih suka menunduk dan menatapnya malu-malu. Intinya, Fira tidak pernah membuatnya emosi. Namun hari ini, wanita itu terus berulah. Setiap kata yang keluar dari bibirnya membuat darahnya mendidih terus menerus.
Ditya terus memikirkan Fira hingga saat ponselnya berdering, dia begitu terkejut. Mulutnya sudah terbuka, bersiap mengeluarkan kata-kata pedas. Melihat siapa yang meneleponnya, dia segera mengurungkannya.
"Bagaimana?" Nada suaranya penuh dengan rasa penasaran yang tidak terbendung. Pria itu tidak sabar mendengar hasilnya.
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak berhasil mendapatkan identitas pemiliknya. Namun, melihat dua huruf terakhir pada plat nomornya, sepertinya itu milik keluarga Waskita."
Kening Ditya berkerut. Keluarga Waskita adalah pemilik perusahaan WS Grup; perusahaan yang memproduksi seluruh kebutuhan keluarga. Produknya menguasai lebih dari lima puluh persen segmen pasar di negara ini. Selain itu, Waskita dan keluarganya memiliki hubungan yang tidak begitu baik. Sejak kapan istri kampungnya yang lugu mengenal keluarga konglomerat itu? Fira tidak pernah keluar, tidak diajaknya mengikuti acara-acara besar, baik itu pesta, amal, ataupun pernikahan. Fira selalu berada di rumah. Bagaimana caranya Fira bertemu dengan mereka?
"Selidiki apa saja yang dilakukan istriku selama ini!" Hanya itu yang bisa Ditya lakukan sekarang.
Fira Zahra hanyalah seorang gadis lugu yang dia temui di sebuah desa saat perusahaan mengadakan kegiatan amal. Selama tiga hari di sana, Fira tampak aktif mengikuti setiap segmen acara. Di saat gadis hanya bisa duduk dan tertawa manja di depannya, Fira menyibukkan diri dengan membantu warga saat pendistribusian sembako atau alat-alat pertanian.
Wajah Fira yang manis dengan rambut panjang yang selalu diikat menjadi satu itu memancarkan aura yang berbeda dari semua gadis yang ada. Meskipun hanya lulusan SMA, tapi gadis itu tampak menonjol dan selalu fokus dengan pekerjaannya.
Ditya yang jengah dengan gadis-gadis seperti itu, mulai menaruh perhatian pada Fira. Saat ada kesempatan, mereka akhirnya berkenalan dan menjadi dekat. Ditya yang sedang patah hati ditinggal Hana, melabuhkan pilihannya pada Fira. Semesta pun mendukung. Fira setuju. Hanya beberapa bulan kemudian, mereka akhirnya melangsungkan pernikahan.
Meskipun bukan sebuah pernikahan mewah, namun Ditya tahu jika Fira sangat bahagia. Senyuman gadis itu yang lebar dan tulus menular padanya. Namun perlahan, perasaannya pada Fira mulai terkikis.
Ibu dan adik perempuannya sering mengkritik penampilan Fira yang dinilai sederhana dan kampungan. Nama Hana mulai kembali disebut. Dan sejak saat itu, perasaan Ditya pada Fira hanya sebatas nafsu. Dia adalah pria normal. Melihat perempuan cantik dan penurut tentu membuat gairahnya tersulut.
Kini, Fira telah pergi. Meskipun Ditya merasa senang, tapi dalam hati, dia masih penasaran dengan hubungan wanita itu dengan keluarga Waskita.
--
"Kakak senang. Kamu mengambil keputusan yang tepat. Jika bukan karena dirimu, kakak sudah menghancurkan keluarga mereka."
Adam, kakak Fira, adalah seorang pemimpin dan pewaris WS Grup. Perusahaannya sudah berdiri dengan kokoh dan memiliki banyak cabang di seluruh dunia.
"Jangan suka marah, Kak. Nanti cepat tua." Fira tersenyum tipis, mencoba menghibur sebelum mengalihkan pandangannya keluar.
"Jadi, kenapa baru sekarang?"
Fira tidak langsung menjawab. Wanita cantik dengan rambut sebahu itu terlihat menerawang jauh. "Dia ingin berpisah. Hari ini, Hana kembali."
Adam mendengkus dengan keras. "Apa aku bilang? Ditya itu b******k!" Adam meninju kemudinya. Nafasnya menderu. Namun, dengan cepat dia kembali menguasai dirinya. "Sudahlah! Tidak usah dipikirkan lagi. Aku dan papa bisa memberikan semua padamu. Tidak ada yang perlu kamu pikirkan. Sudah saatnya kamu kembali menjemput kejayaanmu. Kamu terlalu lama bersembunyi."
Fira tersenyum haru. Sebenarnya, seluruh keluarganya menentang pernikahannya. Namun, Fira yang dibutakan oleh cinta, tetap memaksa. Dengan terpaksa, kedua orang tua dan kakaknya merestui.
Tidak ada yang tahu jika Fira adalah keturunan asli keluarga Waskita. Saat berumur dua tahun, dia telah diculik, namun berhasil diselamatkan oleh seorang petugas keamanannya. Sejak saat itu, Fira dititipkan padanya dan tinggal bersama keluarganya di desa demi keamanannya sendiri.
Lulus dari SMA, Heru Waskita, papa kandung Fira bermaksud menjemputnya dan mengirimnya ke kampus di kota. Namun, semuanya gagal saat Fira jatuh cinta pada seorang Ditya. Fira yang lugu mengira cinta Ditya padanya tulus dan murni. Dia mengira Ditya memang menyukai tipe gadis desa seperti dirinya. Akhirnya, Fira mengesampingkan fakta bahwa dia adalah putri seorang miliarder. Siapa sangka, beberapa Minggu setelah pernikahan, sifat aslinya muncul. Suami dan seluruh keluarganya selalu memanggilnya wanita kampung dan merendahkan derajatnya. Namun, Fira tidak pernah memedulikannya. Dia terus patuh dan menurut pada mereka, berharap suatu saat mereka akan melihat nilai yang ada pada dirinya. Namun, kini semua terbuka dengan jelas. Tidak ada satupun dari keluarga Ditya yang mau menerimanya.
"Kak, kenapa kita kemari?" Fira memperhatikan sekelilingnya. Ini bukanlah jalan menuju mansion. "Kita mau ke mana?"
Adam tersenyum lebar. "Tenang saja, Princess. Kamu pasti akan senang."
Tepat setelah mengatakan itu, mobil yang dikemudikan Adam berbelok menuju pelabuhan, lalu memarkirnya di dekat sebuah kapal feri mewah. Mata Fira membelalak. Itu adalah kapal feri berwarna putih dan biru yang sesuai dengan impiannya.
"Kakak!" Fira terpekik bahagia.
"Apa aku bilang? Papa dan aku akan membuatmu bahagia."
Fira sontak memeluk Adam. "Terima kasih, Kak," ucapnya bahagia sebelum turun dari mobil.
Mulai hari ini, kehidupan lamanya sudah berakhir. Saatnya Fira menyambut kehidupan baru yang lebih baik. Tanpa keluarga yang menuntut dan suami yang b******n. Fira bertekad akan membuktikan pada mereka bahwa wanita kampung yang mereka hina sebenarnya adalah wanita posisinya bahkan lebih tinggi dari Hana yang mereka agungkan.
Tekad itu begitu bulat, menyala di matanya.