6. Mahardhika Wiradhana

1345 Words
Seorang pria bertubuh tegap berbalut pakaian formal khas eksekutif muda, kini sedang duduk terdiam dengan tatapan menerawang menatap lurus ke arah langit mendung melalui jendela kaca di sebuah ruangan kerja miliknya yang begitu besar dan megah karena jabatannya sebagai direktur operasional Wiradhana Group dan saat ini tercetak jelas gurat perpaduan antara kesedihan dan penyesalan atas apa yang sudah terjadi di masa lalu pada wajah pria berusia tiga puluh limat tahun itu. Saat ini tangan pria itu sedang memegang sebuah bingkai foto dimana di dalam bingkai itu terdapat foto sepasang pria dan wanita yang saling tersenyum bahagia menatap lurus ke arah kamera. Pria dalam foto itu memeluk erat wanita disebelahnya dari samping seakan tidak ingin ada jarak sekecil apapun diantara keduanya dan jelas terlihat gurat kebahagiaan yang tulus terpancar ada di wajah pasangan dalam foto itu. Tatapan pria itu pun beralih dari langit yang mendung menuju foto yang ia pegang. Mendungnya langit seakan menggambarkan muramnya hati pria itu saat ini. Perlahan pria itu menarik nafas dalam-dalam. Ia meraih oksigen banyak-banyak seakan ia hendak mengisi paru-parunya yang terasa sesak akibat kekurangan oksigen. Bertahun-tahun ia mencari dan kini semesta seakan sedang berbaik hati padanya dengan mempertemukan dirinya dengan orang yang ia cari selama ini dalam sebuah pertemuan yang tidak pernah ia duga akan terjadi. Nama Alranita yang Mahardhika dengar saat mendengar ucapan seorang pengusaha paruh baya yang berusaha menawarkan jasa desain interior dari perusahaan milik pria itu pada Mahardhika dan adiknya membuat Mahardhika seakan tersihir. Nama Alranita membuat Mahardhika tanpa pikir panjang menerima permintaan pengusaha paruh baya itu untuk bertemu dan mendengarkan presentasi karyawannya yang pria itu gadang-gadang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengerjakan sebuah proyek desain interior. Mahardhika tidak pernah berpikir bahwa Alranita yang disebutkan oleh pria yang menemuinya adalah Alranita yang sama dengan Alranita yang ia cari selama ini. Padahal bisa saja ia bertemu dengan orang lain yang memiliki nama yang sama dengan Alranita karena ada jutaan orang yang mungkin memiliki nama yang sama di dunia ini. Bisa juga akhirnya Mahardhika mendengarkan presentasi yang sebenarnya tidak sebagus bayangannya hanya akan membuang waktu berharganya. Namun saat itu Mahardhika seakan tidak perduli dengan resiko itu. Nama Alranita sudah lebih dari cukup dan nyatanya semesta mengizinkan mereka bertemu kembali dan Mahardhika sama sekali tidak menyesali keputusan impulsifnya mau mendengar presentasi hanya berdasarkan sebuah nama yang sama. Ingatan Mahardhika melayang pada pertemuan mereka tadi. Pria itu bahkan masih ingat betul bagaimana kagetnya wanita itu bertemu dengannya dan walau wanita itu merubah namanya Mahardhika masih bisa mengenal wanita itu dengan sangat baik. Ingatan akan respon wanita itu seakan memaksa jantung pria itu dicabut dari tempatnya. Rasa sakit itu seakan menjalar ke seluruh tubuhnya mengingat tatapan Alranita padanya. Pria itu masih ingat bagaimana tegangnya tubuh wanita itu tadi dan bagaimana wanita itu tidak ingin menatap dirinya sudah cukup menjelaskan bahwa luka yang ia torehkan begitu dalam dan hal itu terbukti saat wanita itu menatap dirinya, sebuah tatapan penuh luka dan kebencian yang tidak wanita itu tutup-tutupi sama sekali tertuju padanya. Pertemuan tidak di sengaja hari ini membuat Mahardhika merasa ini adalah jalan untuknya memperbaiki seluruh kesalahannya di masa lalu pada Alranita. Mahardhika mencari-cari Alranita dan kini pria itu sudah menemukannya jelas ia tidak akan membiarkan wanita itu menghilang lagi. Mahardhika pun dengan cepat menyuruh asisten sekaligus sekretaris pribadinya, Aksa untuk mencari tau segala sesuatu tentang Alranita. Tangan Mahardhika mencengkram bingkai foto yang ia pegang semakin kuat seakan bisa meremukan bingkai yang terbuat dari besi itu karena pria itu mengingat masa lalu. Di masa lalu kedua mata Alranita menatapnya dengan penuh cinta dan kekaguman. Kedua mata itu akan selalu berbinar saat berbicara dengannya dan kini semua itu sudah hilang. Wanita itu tidak ingin walau hanya sekedar menatap dirinya sesaat padahal tatapannya saat ini selalu tertuju pada wanita itu. Wanita yang tumbuh semakin dewasa dengan pesona yang sedari dulu sebenarnya sudah membuatnya sadar bahwa ia sudah melakukan kesalahan besar. Di masa lalu, Mahardhika mengikuti bisikan setan dan mengancurkan seseorang yang tidak harusnya ia hancurkan. Mahardhika kehilangan dirinya dan ia menghancurkan wanita yang tidak seharusnya ia sakiti dan akhirnya pria itu malah kehilangan wanita yang tulus mencintainya. Namun untungnya di saat ia sadar akan kesalahannya masih ada Alvian sahabatnya yang membuatnya sadar kalau hidupnya harus tetap berjalan dan ia perlu mencari keberadaan wanita yang sudah ia hancurkan itu. Mahardhika mencari sosok Alranita Aryadwipa ke seluruh pelosok Semarang bahkan namun sosok itu tidak ia temukan. Wanita itu menghilang seperti ditelan bumi dan pantas saja ia tidak menemukan Alranita di Semarang kalau nyatanya wanita itu pergi ke kota lain dan merubah namanya. Alranita bahkan menggunakan nama almarhum mamanya menjadi namanya dan menyadari hal ini Mahardhika tersenyum getir. Tidak hanya keluarganya ia pun turut menyumbangkan luka pada wanita itu. Kini Alranita berada di dekatnya dan Mahardhika tidak akan melepaskan wanita itu lagi. Mahardhika harus menyusun semua rencananya dengan baik dan memperbaiki semua kesalahannya di masa lalu. Luka yang terlihat dari cara Alranita menatapnya tadi sempat membuat Mahardhika tersesat. Pria itu mendadak tidak berani mendekat namun kesadaran akan rasa bersalah dan penyesalan yang menghantuinya selama ini membuat Mahardhika menguatkan hatinya. Pria itu terus tenggelam dalam isi kepalanya mengenai Alranita hingga pria itu tidak sadar kalau waktu berlalu dengan begitu cepat. Langit mendung sudah berubah menjadi gelap karena matahari sudah meninggalkan singasananya dan bulan mengambil alih langit malam. Mahardhika duduk diam selama berjam-jam hingga sebuah ketukan menyadarkan pria itu. Aksa masuk ke dalam ruangan dengan amplop coklat tebal yang pria itu letakkan ke atas meja kerja atasannya. Mahardhika dengan perlahan meletakkan kembali bingkai foto yang ia pegang ke tempat dimana biasanya bingkai foto itu berada dan mengambil amplop yang Aksa letakan di atas meja kerjanya dengan segera. "Ini dokumen Ibu Alranita Sasmita yang berhasil saya dapatkan dari Pak Sudibyo, Pak." Ucapan Aksa berhasil membuat Mahardhika tersenyum puas. Aksa memang tidak pernah mengecewakan Mahardhika dengan kemampuannya melakukan segala hal yang Mahardhika tugaskan pada pria itu. Mahardhika membuka isi dokumen yang Aksa berikan dan mendengarkan setiap detail penjelasan Aksa. Pria itu menjelaskan ia mendapatkan dokumen itu dengan alasan pihak Wiradhana perlu tau mengenai orang yang akan bekerja sama dengannya. Aksa meminta dokumen perusahaan Pak Sudibyo seperti company profile dan tidak lupa data Alranita yang menjadi tujuan utamanya. Mahardhika mendengarkan setiap ucapan Aksa dengan seksama dengan telinga yang pria itu buka lebar walau matanya membaca setiap kata yang tertulis dalam dokumen yang ada ditangannya saat ini. "Menurut cerita Ibu Heryanti, Ibu Alranita itu seorang single parent, Pak. Ibu Alranita memiliki dua orang anak laki-laki yang diasuh oleh nenek dan kakeknya selama Ibu Alranita bekerja. Saya sudah bertanya perihal nenek dan kakek yang dimaksud-" Ucapan Aksa terhenti ketika pria itu melihat Mahardhika mengangkat kepalanya dan menatap Aksa tepat dikedua bola matanya. "Tidak perlu kamu cari tau soal orang yang menjaga kedua putra Alranita. Segera atur pertemuan selanjutnya dengan perusahaan Pak Sudibyo secepatnya. Besok pagi atau besok siang. Pastkan juga Alranita ikut dalam pertemuan nanti." Aksa diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut atasannya dan pria berusia tiga puluh tiga tahun itu menganggukan kepalanya, "Baik, Pak." "Kamu bisa pulang." Aksa menganggukan kepalanya dan pamit undur diri meninggalkan atasannya yang hanya berbeda usia dua tahun diatasnya itu. Di sisi lain Mahardhika sedang berusaha menguasai dirinya. Delapan tahun Alranita menghilang dan kini wanita itu sudah memiliki kehidupan baru yang bahkan tidak terpikirkan olehnya. Alranita sudah menikah dan Mahardhika tidak perlu informasi lebih lanjut karena Mahardhika tau kedua putra Alranita pasti diasuh oleh kedua orang tua dari pihak suaminya karena Aksa tau pasti kalau kedua orang tua Alranita kini berada di Semarang. Satu ayah kandung dan satu ibu tiri dan keduanya sibuk dengan satu-satunya putri mereka yang tersisa. Mahardhika kembali melihat satu per satu dokumen yang berhasil Aksa dapat dari perusahaan Pak Sudibyo dan pria itu menatap foto Alranita yang terdapat di cv wanita itu lekat-lekat. Foto Alranita dalam dokumen cvnya terasa berbeda. Ada binar yang hilang dari mata Alranita dalam foto itu dan Mahardhika semakin dipeluk erat oleh rasa bersalah. Di tengah kesunyian malam dengan rasa bersalah, kehilangan dan penyesalan atas apa yang terjadi di masa lalu yang begitu mencengkram kuat membuat Mahardhika merasa begitu sesak. Perlahan tapi pasti mata Mahardhika mulai memproduksi air mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD