"Tarik, Mang! Yuhuu!"
"Senggol, Bang! Sawerannya mana? Saweran!"
"Gas, cukk!"
Teriakan demi teriakan yang bersahutan berlomba dengan suara musik bertalu-talu di sekitar panggung. Beberapa pria naik ke panggung sambil joged sempoyongan.
"Lulu! Lihat noh! Cowok lo ikut nyawer juga!" seru salah satu wanita dengan baju belahan dadanya yang terlihat tanpa kutang.
Gadis yang dipanggil Lulu itu terlihat tidak kaget, hanya cekikikan sambil menggoyangkan kepalanya.
"Bodo amat lah, gue masih punya banyak stok, cuy! Haha!"
"Bangke lo, Lulu!" sahut yang lain. Musik makin menggema seolah menenggelamkan teriakan anak-anak muda itu.
Mereka tertawa sambil bergoyang. Ya, suasana di club itu terlihat ramai dan bising. Beberapa bahkan mulai mabuk. Lulu sendiri minum beberapa gelas. Yeah, dari coba-coba menjadi terbiasa, dari terbiasa menjadi ketagihan!
"Heh, itu bukannya bokap elo, Lu?" Seseorang menepuk bahu Lulu dengan gerakan sempoyongan.
Lulu tidak peduli, ia masih menikmati hingar bingar club yang sudah dia datangi ke sekian kalinya.
"Bokap gue gak mungkin ke sini, woy! Jangan ngaco lo pada! Mas, segelas lagi ya?"
Teman-temannya tidak menjawab, ekspresi wajah mereka terlihat takut. Lah kenapa mereka? Lulu mengerutkan kening.
"Heh, Markonah! Kenapa kalian mingkem? Haha, nikmati malam ini! Goyang terosss! Aduh, aduh!" Tetiba ada sensasi panas yang dia kenal di telinganya. Seperti cubitan .... Papanya?!
Teman-teman Lulu terlihat meringis. Iya, tetiba ada sosok pria datang dan menjewer telinga Lulu.
Yang dijewer jelas kaget dong, ia melirik si empu tangan. Matanya membulat sempurna. Benar ternyata Papa.
"Lho, Papa? Kok bisa nyasar ke sini sih, Pa? Aduh, sakit, Pa!" Lulu memegang telinganya berharap lepas, tapi Amar masih enggan melepas jewerannya di telinga putri semata wayangnya itu.
"Pulang kamu, anak bandel! Disuruh ke pengajian malah belok ke tempat ginian! Mau jadi apa kau?" Pria yang ternyata ayahnya Lulu itu terlihat sangat marah dan kesal pada putrinya.
"Gak belok kok, jalan ke sini lurus, Pa. Aduh, aduh!"
"Pulang kau!"
Teman-teman Lulu menatapnya iba. Entah beneran iba ataukah kecewa karena Lulu gak jadi membayar semua tagihan mereka malam ini. Ya, Lulu bagaikan mesin ATM berjalan untuk teman-temannya.
"Pa, Lulu masih mau main!" rengek Lulu.
"Main endasmu! itu bukan main, malah merusak diri kamu! Haduh, Papa benar-benar sakit kepala dengan kelakuanmu! Kalau saja si Mardi gak ngadu, mungkin Papa gak tahu kamu di tempat terkutuk itu."
Lulu mendelik kesal. Ha? Si Mardi yang ngadu? Markonah sialan! Padahal dia sudah menyuap temannya itu dengan lima lembar uang seratus ribuan. Bangke emang!
Sesampainya di depan rumah, Papa membawa paksa Lulu masuk ke dalam. Kok ada mobil orang sih? Ada siapa ya? Lulu menebak, mungkin ada tamu teman Mama.
"Aduh, Lu, kamu darimana aja? Ya ampun, bikin Mama malu saja." Wanita cantik yang berusia sekitar 50 tahun itu terlihat menahan malu.
Lulu melirik dengan ekor matanya. Seketika pupil matanya membesar. Wow, siapa itu? Gila, ini sih ganteng namanya! Ah, bukan! Seksi kali ya?
"Hai, Mas? Temannya Mama ya?" Lulu langsung mendekat. Sesekali ia menggeleng, berusaha menormalkan penglihatannya yang agak aneh. Mungkin ia minum terlalu banyak tadi.
Papa sendiri langsung masuk ke dalam. Beliau hanya menggeleng melihat tingkah anak gadisnya. Mungkin merasa sudah kelar tugas, sudah berhasil membawa Lulu pulang ke rumah.
Pria tampan yang barusan disapa sama Lulu itu hanya tersenyum tipis tanpa mau melihat ke arah Lulu yang memang bajunya sedikit terbuka.
"Aduh, maaf Nak Raihan, si Lulu masih anak-anak, kelakuannya masih harus dibimbing." Mama meringis malu.
"Tidak apa, Tante. Kalau begitu, saya permisi dulu!"
Lah, kok udah pergi sih? Lulu kecewa.
"Mas, mau kemana? Uhuk, main sini sama saya, main Ludo, ayo! Uhuk!"
Mamanya benar-benar malu sekarang. Ia melotot ke arah Lulu, "Lu, masuk ke kamarmu!" Lalu beralih ke pria tadi, "Duh, maaf ya, sepertinya dia mabuk perjalanan tadi."
"Ah, iya. Gak apa-apa, Tante. Mari"
Lulu mendelik. Dih sombong amat dia! Awas aja, ia akan memastikan pria itu takluk padanya, haha!
"Ah, iya. Besok Tante suruh Komang buat ambil barangnya ya?" Mama mendorong Lulu agar mau naik ke lantai atas.
Pria gagah itu mengangguk. Aih, tampan sekali! Seketika hati Lulu terpesona! Punggungnya juga tampak sangat seksi! Kalau nemplok di sana pasti nyaman. Ugh!
"Heh, mata kamu jaga itu! Bikin Mama malu saja!" ucap Mama setelah si ganteng pulang dengan mobilnya.
Lulu nyengir. Ya, gadis yang memiliki nama lengkap Mezzaluna itu sudah terpesona pada pria yang barusan keluar dari rumahnya.
Lulu anak tunggal dari pasangan Amar dan Sinta. Pengusaha kosmetik yang memiliki brand terkenal di Indonesia. Mungkin karena terbiasa segala diturutin, membuat Lulu menjadi sosok manja yang bersikap semaunya.
Amar sebenarnya sudah berusaha menjaga anak gadisnya dengan baik, tapi tetap saja selalu kecolongan. Sikap Lulu yang supel dan mudah bergaul membuat anak itu punya banyak teman. Bukan sekali dua kali Lulu membawa teman-temannya mengadakan pesta di rumah besarnya.
"Ma, namanya siapa sih?" Ah, seketika Lulu merasa ada banyak kunang-kunang di hatinya. Ah, bukan, tapi di matanya.
"Jangan digodain! Anak baik-baik dia. Sana masuk dan mandi! Bau sekali! Mabok lagi ya kamu? Modelan Raihan mana mau melirik kamu, Lu!"
"Dih, kok gitu sih, Ma? Kan bagus kalau dia anak baik, Mama dapat mantu kek gitu emang gak mau?"
Sinta melihat tampilan putrinya. Baju kurang bahan, bau alkohol pula. Haduh, kepalanya mendadak migren.
"Bukan gak mau, dia itu Raihan. Anak dai kondang. Lah kamu? Modelan begini mau sama anak Ustadz? Mama yang malu jadinya, Lu!"
Lulu bengong, "Ha? Anak dai kondang? Beneran, Mak? Seganteng itu?!"
"Heh, kamu pikir anak dai gak boleh ganteng?" Sinta menggeleng.
"Maksudnya tuh si Mas-mas tadi kelihatan gaul lho, Mak. Kok bisa sih?" Sumpah ya, dia gak nyangka jika pria keren tadi anaknya seorang pemuka agama. Tampilannya gak jubahan, malah kece dan menawan.
"Makanya, kalau mau sama Raihan, rasanya gak mungkin. Mesti si Raihan juga nyari yang jubahan lagi kayak emaknya."
Lulu terdiam sejenak, wah tantangan nih!
"Ma, aku mau sama dia aja deh, boleh ya?"
"Apaan sih kamu? Raihan mana mau sama gadis yang suka pulang malam? Mana mabok lagi. Makanya kamu tuh nurut deh sama Mama dan Papa. Ini mah, diomongin susah banget!" Sinta gemes sama putrinya ini. Kapan mau berubah coba? Udah mau lulus sarjana masih aja kerjaannya hura-hura. Mungkin salahnya karena terlalu memanjakan Lulu. Jujur, mau dapat Lulu itu lama sekali menunggu bahkan ikut program kehamilan berkali-kali.
"Ma, janji deh, aku mau berubah. Besok aku jubahan deh." Lulu memasang wajah serius. Walau rasa kleyengan efek alkohol belum juga hilang.
Sinta bengong. Waduh, jangan bilang putrinya itu beneran mau ngejar si Raihan? Kalau Pak Kiyai tahu, bisa malu dia punya anak macam si Lulu. Nakalnya ampun deh.
"Kamu jubahan cuma mau godain Raihan kan? Duh, jangan ngejar Raihan deh, kalau kamu udah insaf beneran, baru Mama dukung."
"Ma, masa sama anak sendiri gak percaya sih? Aku beneran mau tobat, Mak!"
Otak Lulu sudah berkerja aktif. Memikirkan cara untuk mendapatkan Raihan! Siapa suruh pria itu sok jual mahal?