ONID.04 APAPUN UNTUK ELLA
Ariella Dalex Saralee
KRIIIING...KRIIIING...KRIIIING!!!
Suara alarm yang memekakan telinga membangunkanku dari tidur nyenyakku. Ku buka mataku yang masih terasa berat dan meraih alarm yang ada di meja nakas di samping tempat tidurku. Cahaya matahari telah mulai masuk dibalik tirai jendela. Aku terbelalak menatap jam yang sudah menunjukan pukul 9 pagi. Oh Tuhan! sudah pukul 9 pagi kalau tidur lagi aku bisa terlambat, ucapku membatin.
Aku segera bangkit dan berlari ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian aku keluar dari kamar mandi dan kembali berlari menuju ruang pakaian yang ada di sudut kamar. Aku mengambil seragam kerjaku yang ada di dalam lemari dan memakainya. Setelah itu aku merias wajah dan menata rambutku di depan cermin. Aku terdiam sejenak saat menatap diri sendiri di cermin, aku merasa ada yang kurang. Ku buka laci yang ada di meja rias mencari accessories seragam kerjaku dan kemudian memakainya.
Well, sekarang seragam beserta atribut semuanya sudah lengkap. Aku mengambil tas dan koperku yang sudah dipersiapkan dari semalam. Aku melangkah keluar kamar sambil merapalkan do'a, sudah waktunya aku berangkat dan bekerja.
Namaku Ariella Dalex Saralee. Seorang pramugari dari maskapai penerbangan yang terkenal di Hong Kong. Aku adalah anak pertama dari pasangan pebisnis yang sangat terkenal di Asia, terutama di Hong Kong. Semenjak kecil, kedua orang tuaku selalu membawaku berlibur keluar negeri saat libur sekolah. Hal itu membuatku sangat menyukai traveling. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengikuti jejak kedua orang tua ku dan memilih menjadi seorang pramugari di maskapai penerbangan.
Dengan begitu aku bisa menggapai cita-citaku untuk keliling dunia. Meski aku bisa mengajukan permohonan untuk berlibur keliling dunia pada Daddy, tapi aku ingin melakukannya dengan uang hasil jerih payahku sendiri. Dan Daddy-ku yang tampan dan memiliki mata bak batu sapphire itu selalu mendukung keinginanku. Beliau selalu berkata, “Asalkan Ella bahagia, Daddy akan selalu mendukung keinginan Ella.”
Aku memasuki lift dan menekan tombol angka 1 yang ada pada dinding lift. Hanya butuh waktu 5 detik aku sudah sampai di lantai dasar Villa yang besar ini. Aku melangkah keluar pintu lift dengan tas kerja tersandang di bahu kiri dan tangan kanan menyeret koper ukuran cabin.
"Morning, Sayang. Kamu ada penerbangan hari ini, Ella?" suara yang selalu memberi kehangatan di hatiku terdengar dari ruang makan yang ada di sudut lantai dasar Villa.
Daddy ku sedang duduk di meja makan yang menghadap ke pantai Silvermine Bay yang ada di belakang Villa. Beliau sedang membaca berita di ipad sambil menyeruput secangkir kopi kesukaannya, buatan mommy-ku. Daddy ku bernama Abraham Xander, seorang pemilik perusahaan Crown Corp yang bergerak di bidang export-import di Asia-Eropa. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan “The King Of Commerce”. Daddy ku juga memiliki beberapa perusahaan besar yang bergerak di bidang properti di London, Inggris. Beliau adalah seorang pria yang hebat. Bagiku beliau adalah seorang hero yang sangat kuat yang mampu melindungi kami sekeluarga dengan kekuatan yang beliau punya.
"Morning, Dad." Aku menjawab pertanyaan Daddy ku sambil berjalan kearahnya. Aku mengalungkan tanganku di leher Daddy memberikan pelukan selamat pagi dan melanjutkan ucapanku, "Iya, Dad. Aku ada penerbangan siang ini."
Daddy memberikan senyuman mautnya kepadaku yang selalu mampu menenangkan jiwa. Beliau menatapku dengan sepasang matanya yang biru bagaikan batu sapphire, "Jaga dirimu baik-baik."
"Iya Dad, aku akan jaga diri baik-baik."
"Hari ini rute penerbanganmu kemana Sayang?" tiba-tiba suara yang sangat lembut dan keibuan terdengar dari arah dapur. Mommy-ku berjalan kearah meja makan dengan segelas s**u dan sepiring sandwich di tangannya. Mommy ku bernama Freya Adrien Saralee, seorang ratu bisnis di kota Hong Kong. Meskipun beliau adalah ratu di dunia bisnis kota Hong Kong, tapi beliau tidak lupa untuk memperhatikan kami. Beliau adalah contoh ibu yang sangat mencintai keluarganya. Dan beliau tidak pernah membiarkan para maid untuk menyiapkan sarapan kami. Beliau selalu membuatkan sarapan untuk kami, terutama untuk Daddy yang hanya ingin makan masakan Mommy dan minum kopi buatan Mommy.
Aku menoleh kearah Mommy yang sedang berjalan, "Hari ini aku ada rute ke Istanbul, Mom."
"Ini Mommy buatkan sarapan kesukaanmu. Makanlah dengan kenyang, agar kamu tidak kelaparan di perjalanan nanti." Mommy berbicara sambil meletakan s**u dan sarapanku di atas meja.
Aku tersenyum menatap wajah Mommy-ku yang masih cantik meski sudah hampir kepala lima. "Mom, aku sudah dewasa. Jadi jangan terlalu cemas."
Mommy-ku duduk di samping Daddy sambil mengerutkan bibirnya berkata, "Sayang, meski kamu sudah dewasa kamu tetaplah putri kami. Kamu salah satu harta yang paling berharga bagi kami."
Aku segera bergerak mendekati mommy dan memeluk dari belakang sambil mencium pipinya yang masih kencang. “Dari dulu hingga sekarang, Mommy tetap cantik. Mommy, aku sangat ingin cantik seperti Mommy.”
“Sayang, sekarang ini kamu bahkan jauh lebih cantik dari Mommy. Kamu sangat cepat tumbuh dewasa.” Mommy berbicara sambil membelai rambutku.
“Mommy, walaupun aku sudah dewasa, aku masih tetap menjadi putrid kecil Mommy. Kali ini aku hanya pergi satu bulan. Setelah itu akan ambil cuti selama dua minggu.”
“Meskipun dua minggu, itu masih saja tetap kurang jika dibandingkan waktu berkumpul keluarga. Kamu pasti akan pergi berlibur dulu sebelum kembali ke Hong Kong.” Daddy berbicara sambil meletakkan ipadnyan di atas meja.
Kemudian Daddy menyeruput kopinya dan kembali berkata, “Setelah ini kamu akan berlibur kemana, Sayang?”
“Kali ini aku ingin berlibur ke Dubai, Dad.” Aku tersenyum lebar menatap Daddy yang juga menatapku dengan penuh kasih sayang.
“Ya sudah, kalau begitu kamu harus hati-hati dan jaga diri. Kalau ada apa-apa, segera hubungi kami.”
Aku mengangkat tanganku dan member hormat, “Oke, Dad.”
“Ke Dubai dengan siapa? Apa kamu ingin berbelanja disana?” Daddy kembali memberiku pertanyaan. Beliau selalu mengkhawatirkanku meski aku sudah dewasa seperti sekarang ini.
Aku menarik kursi dan duduk di hadapan Daddy dan Mommy. Aku meminum seteguk s**u yang ada di atas meja lalu menjawab, “Aku pergi sendirian, Dad. Aku hanya ingin jalan-jalan. Kan Daddy tahu sendiri kalau aku tidak suka berbelanja. Bukannya pelit, tapi kalau tidak penting kenapa harus dibeli? Sangat mubazir.”
Mommy tertawa kecil mendengar jawabanku. “Kamu berbanding terbalik dengan adikmu, Steve. Kalau Steve yang pergi liburan, seberapa pun diberi uang tidak akan pernah cukup baginya. Ia akan membeli semua yang ia mau.”
“Tentu saja, Mom. Aku sangat jarang pergi berlibur keluar negeri. Aku ke luar negeri jika ikut bersama Daddy menghadiri beberapa urusan bisnis. Sisanya aku harus berjibaku dengan dokumen-dokumen yang ada di kantor. Berbeda dengan Cece yang memang selalu keluar negeri karena pekerjaan.” Tiba-tiba Steven, adikku menyahut saat ia baru saja keluar dari lift.
Aku menoleh pada Steve yang baru saja keluar dari lift dan berkata, “Kalau aku keluar negeri hanya untuk bekerja. Kamu? Kuliah saja di luar negeri.”
“Hehehe…itu beda Ce. Aku kuliah bukan liburan. Lagi pula saat kuliah Grandma dan Grandpa juga tidak mengizinkanku keluar mansion sesuka hati. Aku disuruh untuk selalu belajar.” Steve berbicara sambil menarik kursi yang ada di sampingku.
“Tapi itu semua demi dan untuk masa depanmu, Steve. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan mengurus perusahaan kita nanti. Cece mu Ariella juga sudah memiliki pekerjaannya sendiri.” Daddy menegur Steven yang protes secara tidak langsung.
Steven menyantap sarapan yang telah disiapkan mommy di atas meja dengan tenang. Tidak lama kemudian ia menoleh padaku sembari bertanya, “Ce, setelah perjalanan ini kapan Cece akan pulang?”
“Mungkin satu setengah bulan lagi. Aku harus bekerja satu bulan, lalu mendapatkan cuti hanya dua minggu. Memangnya kenapa Steve?”
“Dua bulan lagi aku akan wisuda. Aku ingin Daddy, Mommy dan Cece menghadiri acara wisudaku.”
Aku terdiam sejenak memikirkan jadwalku dua bulan ke depan. Kemudian aku menjawab sambil menepuk ringan pundak Steven. “Tenang saudaraku…Cece mu ini akan hadir di acara wisudamu. Kebetulan dua bulan lagi aku ada jadwal terbang ke London. Jadi aku bisa datang bersama Mommy dan Daddy.”
“Terima kasih, Ce.”
“Apa pun untuk adikku semata wayang ini.” Aku tersenyum pada Steven yang sedang mengunyah sandwich di mulutnya.
Baru saja kami menghabiskan sarapan dan masih duduk di meja makan, tiba-tiba terdengar suara klakson mobil dari luar villa. Itu adalah suara klakson mobil milik Shawn Lee, teman kerjaku. Ia adalah seorang pilot di maskapai penerbangan tempat aku bekerja. Dan kami sudah berteman cukup lama semenjak kami sama-sama bekerja di maskapai yang sama.
“Itu suara klakson mobilnya Shawn Lee.” Dengan segera aku menenggak s**u yang masih ada di dalam gelasku.
Mommy yang melihatku minum dengan tergesa-gesa menggelengkan kepala, “Sayang, hati-hati minumnya. Nanti kamu bisa tersedak.”
“Tidak, Mom. Aku harus cepat. Tidak enak jika Shawn harus menungguku lama.”
“Apa ia kekasihmu? Sepertinya ia pria yang sangat baik. Bahkan jika kalian memiliki jadwal kerja yang sama, ia selalu menjemputmu.”
Aku bergegas ke sisi ruangan lain mengambil tas dan koperku, lalu kembali lagi menghampiri keluargaku yang masih duduk di meja makan. “Tidak, Mom. Kami hanya berteman, tidak lebih. Aku tidak berpikir sejauh itu.”
Aku melangkah mendekati Steven, memeluknya dari belakang dan mencium puncak kepalanya. Kemudian bergerak menghampiri mommy, memeluk dan mencium pipi mommy yang sangat cantik. Terakhir aku menghampiri Daddy dan memeluknya cukup lama sambil berbisik, “Daddy, saat aku pulang nanti, aku ingin semua dokumen identitasku berganti nama menjadi Ariella Xander.”
Seketika Daddy tertawa mendengar ucapanku lalu membelai rambutku, “Iya. Apapun untuk Ella.”
“Terima kasih, Dad.” Aku mencium pipi daddy dan segera berlalu pergi keluar villa.
Saat aku baru keluar dari pintu villa, aku telah melihat Shawn Lee tengah duduk di dalam mobil dengan memakai kacamata hitamnya. Ia duduk di kursi driver dengan seragam pilot lengkap di tubuhnya. Ia benar-benar terlihat sangat keren mengendarai mobil BMW putih dan memakai seragam pilotnya itu. Aku pun terpana melihat tampilannya pagi ini yang sangat mencuri perhatian.
“Pagi, Ariella. Apa kamu sudah siap?” Suara barington milik Shawn Lee menyapa pagiku yang cerah ini.
Aku menggelengkan kepala berusaha mengumpulkan pikiranku yang terpana olehnya. Pria ini benar-benar sangat mencuri perhatian, ucapku membatin.
Kemudian aku tersenyum sambil membuka pintu mobil, “Ya, aku sudah siap. Let’s go.”