(Lima)

812 Words
Malam merangkak larut, waktu malam adalah waktu yang sangat ditunggu semua orang untuk beristirahat, menjemput mimpi dan melepas lelah. Luna sudah terlelap, memeluk guling dan menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Menyisakan gaun tidur yang memamerkan keindahan tubuhnya. Jim tak ingin matanya menjelajah kurang ajar. Kondisinya saat ini tidak cocok untuk berfikir ke arah sana. Saat ini, dia ibarat tengah menunggu musuh, lalai sedikit saja maka dia akan mati. Keributan beberapa jam lalu berubah senyap. Hanya Jim satu-satunya yang masih memaksa dirinya untuk tak menyerah melawan kantuk. Dan rasanya ... Sangat menyedihkan. Jim bahkan bisa merasakan suara nafasnya sendiri yang bersaing dengan denting kecil suara jarum jam di dinding kamar Luna. Alangkah beruntungnya menjadi mereka, bisa menikmati tidur secara leluasa. Jim tak berani memejamkan matanya. Sebenarnya dia sangat mengantuk, tapi membiarkannya tidur hanya akan membongkar rahasia yang sudah di simpannya rapat rapat selama ini. Rahasia yang tak satupun di ketahui orang lain, bahkan orang tuanya sendiri. Malam hari adalah waktu yang sangat di takutinya. Penyakit langka itu tak memiliki obat sampai saat ini. Ada pun obat hanya akan mengurangi dentuman yang seperti ledakan bom di kepalanya. Bukan berarti penyakit itu akan sembuh. Obat itu pun tidak boleh digunakan dalam waktu jangka panjang. Beberapa saat yang lalu, setelah mempersilahkan Jim meski enggan, Luna memberi bantal dan satu selimut dengan berat hati pada Jim. Kemudian tanpa banyak bicara dia memunggungi Jim yang berinisiatif tidur di lantai yang dilapisi karpet tebal itu. Jim tak mungkin membuka laptopnya di kamar milik Luna. Banyak hal yang harus disembunyikannya dari wanita itu. Dia yang lemah, dia yang penakut, dan dia yang tak seperti manusia pada umumnya. Jam dua pagi, Jim masih bertahan menahan matanya sambil menghitung kertas-kertas yang dibuat sedemikian rupa, menjadi sebuah pajangan dinding kamar, sangat antik dan unik. Hanya orang sabar dan terlatih yang bisa menghasilkan karya serumit itu. Namun, di menit ke dua puluh setelah jam dua dini hari, Jim tak bisa bertahan. Dengan kondisi yang masih bersandar ke dinding matanya mulai meredup tak bisa melawan kantuk. Satu menit, rasanya sangat nyaman, dua menit, tidur nyenyak semakin dalam, tiga menit sampai dimenit ke sepuluh, suara ledakan hebat kembali meledak dalam kepalanya, membuat telinganya berdengung sakit. Jim berteriak, menutup telinganya sambil beringsut ke sudut kamar. Teriakan itu membangunkan Luna. Gadis itu panik dan langsung melompat ke lantai kamar. Jim masih menutup telinganya dengan nafas tersengal, keringat dingin membasahi bajunya dan membuat dia terlihat menyedihkan. Untung saja, kamar milik Luna adalah ruangan kedap suara. Luna mendekati Jim dengan ragu, sambil meneliti keadaan pria itu yang kondisinya sangat memprihatinkan. "Jim?" Luna berusaha mendekati, dia berjongkok dan sedikit menunduk memandang Jim yang masih memejamkan matanya sambil merintih sakit. "Jim? Kau baik-baik saja?" Tak ada jawaban dari Jim, pria itu masih meringis dan menggeram sakit. Luna tak bisa menyimpulkan apa-apa saat ini. Yang dia lihat, laki-laki itu sangat kesakitan. Walau ragu, Luna mengulurkan tangan menyentuh lengan kekar berotot itu. Dia menunggu respon dari Jim, sampai akhirnya laki-laki itu membuka matanya perlahan dan agak tersentak saat melihat Luna yang berada di depan matanya. "Jim? Kau baik-baik saja? Kau mimpi buruk?" Luna mencoba menerka, tapi Jim masih setia dengan kebisuannya. "Se ... sejak kapan kau bangun?" Guratan kecemasan tampak kentara di wajah Jim. "Saat kau berteriak." Jim merasa dunianya semakin runtuh, dia sudah menampakkan kelemahannya pada Luna. Dia merasa tak berguna. "Tidurlah! Ini bukan apa-apa!" Jim membuang muka, supaya kebohongan tak terlihat oleh Luna. Luna naik lagi ke tempat tidur walaupun ragu. Ekor matanya masih memperhatikan Jim. Pria itu terlihat tak berdaya. Jim membuka ponsel pintarnya. Mencoba berselancar di dunia Maya. Sampai akhirnya tak satupun menarik perhatiannya. Jim lalu melempar benda itu ke sembarang arah. Sialnya, efek makan terlalu kenyang, Mata sialan itu tak bisa bekerja sama. Antara sadar dan tidak, mata yang dipaksa terbuka itu meredup kembali. Menit pertama sampai menit ke sepuluh terasa nikmat, tapi di menit ke sebelas, ledakan dahsyat kembali menggema di dalam kepala Jim. Laki- laki itu meraung menutup telinganya, Luna yang kaget melompat ke arah pria itu. Meraih lengan Jim berusaha menyadarkan laki laki itu. "Jim! Apa yang terjadi? Kau membuatku takut." Tak ada jawaban dari Jim, namun detik berikutnya Luna yang tak bisa berkata-kata, tubuh kekar itu menelusup ke pelukannya, mengeratkan pelukannya sampai sampai Luna terdorong mundur. Tubuh kecilnya belum apa-apanya bagi Jim. "Lima belas menit, aku mohon." Jim merintih. Luna hanya menyerah tak berdaya, Jim masih menata nafasnya yang sesak, pegangannya begitu erat ke punggung Luna. Luna termangu dengan fikirannya. Baru beberapa jam bersama laki-laki itu dalam satu ruangan, banyak misteri yang terjadi. Jim, adalah benang kusut yang tak bisa di urai. Begitu kusut, begitu rumit. Luna menyerah, saat dengkuran halus Jim terdengar di telinganya. Luna merebahkan sedikit tubuhnya dengan Jim, bersandar ke dinding yang sudah di lapisi bantal. Dia harus mencari tau sendiri? Siapa laki-laki ini? Ada apa dengannya? Dan kenapa dia melarikan diri dari pernikahan mereka? Serta apa tujuannya kembali ke sisi Luna? *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD