bc

When Mr. Right Comes

book_age12+
643
FOLLOW
5.1K
READ
fated
sweet
humorous
lighthearted
first love
friendship
secrets
love at the first sight
teacher
widow/widower
like
intro-logo
Blurb

Ketika Mr. Right datang, bisakah kau menyangkal kehadirannya? Ketika Mr. Right datang, sanggupkah kau pertahankan segala ego dan standar yang kau tetapkan sebelumnya? Ketika Mr. Right datang, sanggupkah kau menentang takdir dan menolaknya?

---------------------

Teman-temanku terus bertanya, "Bagaimana kejadian sebenarnya?"

Namun tak pernah ada yang memercayai jawabanku. Padahal begitulah faktanya. Aku melihatnya. Dan aku langsung menyukainya. Akhir cerita. Ah, tidak. Itu bukan akhir. Segalanya baru dimulai dari sana. Dia melintas di depanku dan langsung menempati seluruh hatiku.

- Khairul Anwar -

---------------------

Ta'aruf? Satu kata itu langsung membuatku merengut tak suka.

Aku memang bukan wanita yang selalu bersinggungan dengan istilah-istilah islami. Tapi aku tahu betul arti satu kata itu walau hanya dari film. Istilah perkenalan antar pria dan wanita dalam islam yang merujuk pada pernikahan.

Sungguh! Rasanya aku ingin memukul kepala orang ini. Bagaimana tidak? Dia mengatakan "Salam kenal" dan "ta'aruf" di hari yang sama.

- Emilya -

---------------------

Post Dreame : Jumat (17.37), 08 Oktober 2021

Status : On Going

Copyright © 2021 by Aya Emily

chap-preview
Free preview
Acara Yasinan
Jumat (17.39), 08 Oktober 2021 -------------------------- “Mbak, sabtu bisa anterin ke rumah Risa?” Emilya bertanya pada Elisa yang tengah sibuk menjahit seragam salah satu putranya. Yang ditanya mendongak dari kegiatannya dengan kening berkerut. “Mau apa?” Elisa tak merasa perlu bertanya siapa itu Risa. Dia tahu betul siapa yang Emilya maksud karena adiknya memang tak punya banyak teman dekat. Risa dan 3 wanita lainnya adalah teman dekat Emilya sejak kuliah. Selain keempat orang itu, Emilya tak pernah membawa teman ke rumah. Ah, sepertinya pernah beberapa kali semasa sekolah menengah. Tapi sejauh yang Elisa tahu, Emilya sudah kehilangan kontak dengan mereka. Terkadang Elisa heran dengan lingkup pertemanan sang adik. Yah, adiknya memang cenderung penyendiri dibanding dirinya. Tapi dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, Elisa punya banyak grup chat yang isinya teman-teman semasa sekolah. Bahkan teman-teman semasa SD pun ada. Dan di sebagian besar grup chat itu, Elisa lah adminnya. Namun berbanding terbalik dengan dirinya, tampaknya Emilya tak punya banyak teman. Ah, tidak. Sebenarnya Emily juga punya banyak teman dan grup chat yang jauh lebih banyak darinya. Tapi mereka semua adalah teman-teman virtual. Teman-teman yang tak pernah Emilya temui di dunia nyata. “Dia kan baru melahirkan.” Tanggapan Emilya memudarkan lamunan Elisa tadi. “Ini janjian sama teman-teman mau jenguk.” Teman-teman yang dimaksud pasti anggota geng Emilya yang lain, “Jam berapa? Mbak ada acara yasinan sekolah.” “Siang kayaknya.” “Kok kayaknya?” “Masih rundingan dulu.” Sejenak Elisa terdiam, tampak berpikir. “Bilang jam 1 dah. Rumahnya tetap di Kraksaan, kan?” “Iya,” Emilya mengangguk. “Masih satu daerah sama rumah yang ditempati acara yasinan. Kamu pagi langsung ikut saja. Pulang yasinan langsung ke rumah Risa.” “Oke.” Setelahnya Emilya kembali sibuk membalas chat di grup whatsapp lalu tersenyum geli membayangkan apa yang akan teman-temannya katakan begitu mereka berkumpul. Topik yang sama dengan susunan kalimat berbeda. “Kamu kapan nikah? Di antara kita, cuma kamu yang belum.” Otak pengarang Emilya berputar merangkai kalimat apa kali ini yang akan ia lontarkan sebagai tanggapan. Mungkin kalimat semacam, “Imamku belum kelihatan hilalnya.” Sepertinya cocok karena Ramadhan sudah di depan mata. Sejujurnya Emily sama sekali tak pusing untuk urusan menikah. Bukan berarti dia tidak mau menikah. Dia masih cukup normal dan berharap suatu saat nanti akan menikmati kebahagiaan seperti itu juga. Namun Emilya selalu berpikir jauh ke depan. Baginya menikah adalah sesuatu yang sakral dan mengikat. Menikah bukan hanya tentang kenikmatan duniawi. Ada tanggung jawab besar juga yang menyertainya. Dan dirinya belum siap memikul tanggung jawab itu. Tidak sebelum dia menikmati hidup sesuai harapannya. Emilya menyandarkan punggung di dinding ruang tamu dengan pandangan menerawang keluar rumah. Ada kesedihan yang menghiasi matanya selama sepersekian detik. Kesedihan yang tersimpan rapi dalam hatinya. Rasa sepi yang ingin ia halau dengan menjelajah keliling Indonesia usai lebaran ini. Bertahanlah, Em! Kurang dari dua bulan lagi. *** “Pak Khairul, gimana nanti?” tanya Pak Lim dengan bibir berkedut menahan senyum geli. Berbanding terbalik dengan Pak Lim, Khairul menahan kesal dalam hati dan berusaha agar tidak menampilkannya di raut wajah. “Gimana apanya, Pak?” Sengaja dia balik tanya untuk menghindari keharusan menjawab. Tapi tentu saja, Pak Lim tak mungkin membiarkan Khairul lolos dengan mudah. “Acara yasinan di rumah Bu Vita. Katanya mau sekalian lamaran?” Seperti yang Khairul duga, pasti tentang “itu” lagi. Sebenarnya dirinya dan Bu Vita tak ada hubungan apapun. Berawal dari kesalahpahaman yang dia sendiri sudah lupa bagaimana mulanya, para guru di sekolah tempatnya mengajar mulai menjodoh-jodohkan mereka. Bahkan sampai kepala sekolah pun dengan entengnya menanyakan kelanjutan hubungan mereka. “Kalau perempuannya mau, saya sih iya-iya aja Pak.” Begitu ia menanggapi pertanyaan kepala sekolah kala itu. Khairul memang tak pernah muluk untuk urusan pernikahan. Baginya yang penting wanita itu bisa menerima dia dan keluarganya apa adanya, dia akan siap melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Sayangnya Bu Vita bukan wanita yang dia cari. Pernah suatu ketika Khairul menanyakan langsung perasaan Bu Vita pada dirinya karena dia sempat menduga wanita itu menyukainya. Bagaimana tidak? Pernah Bu Vita meminjam ponsel Khairul dengan alasan hendak menumpang chat whatsapp karena ponselnya sendiri kehabisan daya baterai. Tapi begitu ponsel dikembalikan, Khairul menemukan foto Bu Vita di galerinya. Saat ditanya, wanita itu mengaku mengirim foto itu pada teman yang hendak dia chat dan lupa menghapusnya. Di lain kesempatan, Khairul pernah berkomentar bahwa Bu Vita akan terlihat lebih cantik dengan mengenakan rok alih-alih celana seperti yang biasa dia pakai. Yah, mengingat wanita itu pembina ekstrakurikuler pencak silat di sekolah mereka, wajar jika kepribadiannya sedikit tomboy. Di luar dugaan, esoknya Bu Vita benar-benar mengenakan rok sesuai arahan Khairul hingga mau tak mau diapun memuji bahwa wanita itu benar-benar terlihat cantik dan anggun. Kali terakhir, saat dia akhirnya menodong Bu Vita dengan pertanyaan mengenai perasaan wanita itu terhadap dirinya, jawaban yang Khairul dapat sangat bertolak belakang. Terang-terangan Bu Vita mengatakan bahwa dia tak memiliki perasaan apapun. Jelas itu sebuah penolakan. Karenanya Khairul tak membuang waktu untuk bertanya lebih jauh. Dia hanya meminta maaf karena salah mengartikan sikap Bu Vita. Setelahnya situasi antara Khairul dan Bu Vita menjadi canggung. Wanita itu seolah menghindari Khairul hingga Khairul merasa tak nyaman sendiri. Terutama karena teman-teman mereka kian gencar menggoda agar mereka segera meresmikan hubungan. “Duh, Pak… kok malah ngelamun.” Ucapan Pak Lim berikutnya berhasil menarik Khairul lepas dari memori tak mengenakkan itu. “Jangan khawatir. Nanti saya temani menghadap calon mertua,” lanjut Pak Lim. Khairul sadar, jika dirinya tidak segera pergi dari sana, ucapan Pak Lim akan semakin tak jelas. Ditambah lagi jika rekan-rekan kerja mereka yang lain turut datang ke ruang guru yang saat ini masih sepi karena jam mengajar. Bisa-bisa dirinya masak di tengah bullyan. “Saya bukan ngelamun itu, Pak. Ini lagi bingung mikir lagu baru untuk hadrah santriwati. Sepertinya anak-anak bosan dengan lagu yang itu-itu saja. Tapi mereka harus tampil kurang dari seminggu lagi.” Itu bukan kebohongan meski Khairul mengatakannya untuk mengalihkan pembicaraan. Buru-buru dia berdiri seraya menyampirkan tali tas ransel ke sebelah bahu saat dilihatnya Pak Lim kembali hendak mengatakan sesuatu. “Sebaiknya saya berangkat ke pondok sekarang. Anak-anak hadrah pasti sudah berkumpul menunggu.” “Loh Pak… acara yasinannya kan sebentar lagi…” Kali ini Khairul pura-pura tak mendengar dan bergegas keluar ruang guru. Tiba di area pondok santriwati tempatnya melatih hadrah, Khairul mengeluarkan ponsel lalu menghubungi kepala sekolah SMK tempatnya mengajar, mengatakan bahwa dia tidak bisa hadir acara yasinan. “Lalu nanti siapa yang imami acara yasinannya, Pak?” Sebagai satu-satunya guru PAI laki-laki, Khairul memang kerap kali kebagian tugas memandu kegiatan keagamaan seperti ini. Apalagi tempatnya mengajar adalah sekolah swasta di bawah naungan Yayasan sebuah pondok pesantren. Jadi wajar ada banyak kegiatan rutin bertajuk islami yang membutuhkan kehadiran Khairul. Dan dirinya tak pernah mengeluh. Bahkan bangga karena kehadirannya dinantikan. Tapi tidak kali ini. Rasanya nyawanya berada dalam bahaya saat membayangkan rekan-rekan kerjanya seperti predator kelaparan di rumah Bu Vita nanti. Lebih baik melarikan diri selagi ada kesempatan. “Ada Ustadz Faiz, Pak.” Ustadz Faiz memang bukan guru PAI. Tapi bisa dibilang dia guru yang ditugaskan dari Yayasan. Seperti mata-mata yayasan, kadang begitu Khairul pikir. Namun entah sadar Khairul sedang ingin melarikan diri atau bukan, kepala sekolah mengeluarkan ancaman andalannya. “Tidak hadir kegiatan rutin sekolah, apapun alasannya, tetap masuk ke buku pelanggaran, Pak.” Andai saja dia bukan kepala sekolah… Istighfar, istighfar. Khairul mengingatkan diri sendiri seraya menarik napas panjang sebelum melanjutkan ke rencana B. “Kalau datang terlambat, boleh kan, Pak? Saya benar-benar harus melatih anak-anak sekarang.” “Oh, boleh kalau terlambat. Pokoknya jangan ketinggalan isi absen nanti.” “Baik, Pak. Terima kasih.” Usai memutus sambungan telepon, Khairul menghela napas lega. Tidak apa-apa lah. Dia akan perkirakan kedatangannya menjelang akhir acara. Setelah itu segera kabur pulang sebelum dirinya jadi bulan-bulanan para singa kelaparan. ------------------------------ ♥ Aya Emily ♥

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
12.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.2K
bc

My Secret Little Wife

read
95.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook