"Untuk sementara kita tinggal di sini dulu ya, Bi? Maaf uang simpanan Kakak hanya cukup untuk mengontrak rumah sederhana ini. Sekarang kamu istirahat saja dulu di atas koran ini ya? Jadikan saja paha Kakak sebagai bantal kamu. Nanti agak sorean baru kita beli kasur lipat dan kebutuhan-kebutuhan kita yang penting-penting dulu ya?" Tian terlihat agak malu saat mengucapkan kata-katanya tadi. Sedikit banyak pasti kata-kata ayahnya tadi mengusiknya. Ia telah membawanya hidup susah. "Maafkan Kakak yang sudah membawa kamu hidup susah seperti ini ya, sayang?" Tian mengelus sayang pipi mulus Bintang. Tian sebenarnya mempunyai banyak dollar maupun rupiah selama ia menjalankan perusahaan ayahnya di New York City. Hanya saja ia tetap menganggap itu semua adalah fasilitas seorang Diwangkara yang tela

