Menjalani Peran

2081 Words
Callista duduk dengan gaya paling angkuh yang ia bisa. Dagunya terangkat dengan mata yang berkeliling mengitari ruangan restoran yang tengah ditempatinya demi untuk mencari keberadaan seseorang, syal bulu masih melekat di lehernya, kacamata pun masih bertengger manis di hidungnya. Di meja yang sama dengannya, ada Mark dan Elva, juga Fahima dan Abdullah. Hal tersebut membuat Callista mengumpat dalam hati. Seharusnya dia mengajak atau membayar seorang pria tampan untuk menemaninya malam ini agar ia tidak terlihat seperti nyamuk yang mengenaskan. Di antara semua, dirinya yang paling berpenampilan spektakuler. Tetapi hanya ia yang tidak memiliki pasangan. Bagaimana jika nanti Jonathan akan mengejeknya karena belum bisa membawa seorang pasangan ke hadapan pria b******k itu? Ah tidak! Callista mencoba untuk berpikir positif bahwa hal semacam itu tidak akan terjadi. Bukannya mengejek dirinya yang tidak mempunyai pasangan, Jonathan justru akan kelimpungan untuk menghadapi drama yang akan ia mainkan. “Cally, tidak bisakah kita memesan makanan terlebih dahulu? Sudah ada empat orang pelayan yang kau tolak. Apa kau tidak malu jika kita hanya berdiam diri saja di sini? Kau pikir restoran ini adalah tempat untuk menumpang duduk?” protes Fahima yang mana kalimatnya tersebut langsung diangguki oleh Elva yang juga merasa malu. Sudah lebih dari lima belas menit mereka duduk di sana, dan sudah ada beberapa pelayan yang menghampiri mereka untuk memberikan menu makanan yang tersedia. Namun, Callista selalu menolak dan membuat semua pelayan yang menghampiri mereka pergi meninggalkan meja tanpa catatan. Jika terus seperti ini, mereka bisa disangka sebagai pengunjung yang hanya menumpang masuk untuk berfoto dan memanfaatkan jaringan internet yang disediakan secara gratis di sini. Padahal, mereka hanya menunggu mangsa mereka yang sampai sekarang tidak menunjukkan batang hidung belangnya. “Mungkin kita memesan makanan terlebih dahulu? Setidaknya kita tidak terlihat seperti orang d***u di sini,” tawar Mark yang kebetulan merasa lapar. Ia sengaja tidak makan saat berada di rumahnya karena ingin makan di restoran bersama Elva. Tapi apa yang dilakukan oleh Callista membuatnya harus menahan lapar untuk waktu yang tidak ditentukan. Callista menatap teman-temannya satu persatu. Ia melihat pergelangan tangannya yang ternyata tidak dipasangi jam. Lantas kembali menatap wajah teman-temannya. “Kalau kita memesan makanan sekarang, bagaimana bisa kita menjalankan rencana? Pokoknya aku akan menunggu Jonathan ada dan biarkan dia yang melayani kita agar kita bisa memainkan drama yang akan membuat pria itu malu dan kehilangan pekerjaannya malam ini juga.” “Kita bisa memikirkan itu nanti. Lagi pula, apa kau yakin jika Jonathan masuk kerja malam ini?” tanya Fahima, ia menyebutkan nama Jonathan dengan perasaan yang tidak enak karna ada Abdullah di sini. Kekasihnya tersebut tahu jika Jonathan adalah sosok mantan kekasihnya di masa lalu. Fahima takut jika pria yang berasal dari negara yang sama dengannya tersebut akan merasa cemburu. “Aku yakin jika dia pasti masuk, kau seperti tidak mengenal Jonathan saja. Dia itu giat bekerja,” balas Callista dengan mata yang berputar. “Kau terdengar seperti sedang berusaha untuk memujinya? Apa kau masih menyukainya?” Elva bertanya dengan alis terangkat. Rasanya ia baru saja melihat tanda-tanda jika sahabatnya tersebut masih menyimpan rasa yang tertinggal dari beberapa tahun yang lalu. Callista yang mendengar itu langsung mendengus kasar. “Aku hanya berkata jujur saja, dia memang pria yang giat bekerja.” Dan Callista sama sekali tidak mempunyai niatan yang lebih. Jika ditanya apakah masih ada sisa-sisa rasa yang ia rasakan, maka jawabannya adalah tidak. TIDAK! Callista tidak akan ragu untuk mengatakannya. Apalagi sejak kejadian yang menimpa Agatha, perasaan bencinya pada pria itu semakin bertambah saja. Callista yang tadinya sebal karena ucapan Elva mendadak tersenyum ketika melihat seseorang yang menjadi incarannya malam ini akhirnya muncul. Dengan semangat Callista mengangkat tangannya. “Hei, pelayan! Kemarilah!,” teriak Callista tanpa unsur kesopanan. Melupakan fakta jika mereka tengah berada di sebuah restoran mahal yang mana hanya didatangi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan atas saja. Jonathan yang sedang berjalan dan hendak masuk ke ruangan lain mendadak menghentikan langkahnya. Kedua matanya langsung menatap horor keberadaan dua mantan kekasihnya di tempat yang sama. Mungkin pria itu mengingat kejadian ketika di toko elektronik di mana kedua mantan kekasihnya bekerja sama untuk membuatnya babak belur dan mempermalukannya. Daripada harus menghadapi mereka lagi yang berpotensi akan kembali membuat sebuah kericuhan, Jonathan memilih untuk melanjutkan langkahnya. Namun sayang, ia malah berpapasan dengan seorang pria yang berusia lebih tua darinya. Yang mana orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah manajer dari restoran ini. Namanya Lee, pria tampan yang berasal dari Korea Selatan. “Jonathan, bukankah pengunjung yang sedang melambaikan tangannya memanggilmu? Mengapa kau mengabaikannya? Apa kau sudah tidak peduli dengan kinerja yang selama ini kau tunjukkan?” Helaan napas kasar Jonathan keluarkan. Sungguh malang sangat sulit ditolak. “Maafkan aku Tuan Lee, aku baru menyadarinya. Kalau begitu aku akan menghampiri mereka terlebih dahulu.” “Berikan pelayanan yang terbaik untuk mereka. Lihatlah wanita yang memakai kacamata dan syal bulu, dia terlihat sangat berkelas.” Jonathan meringis dalam hati mendengarnya. Ia segera menganggukkan kepalanya dengan sopan lantas pergi dalam langkah yang gontai untuk menghampiri meja yang ditempati oleh Callista dan beberapa orang lainnya. Bahkan lebam di wajah dan luka cakaran yang memanjang di lehernya masih terlihat jelas. Dan justru sekarang ia malah harus kembali menghadapi dua wanita yang menjadi penyebabnya. “Selamat malam, Tuan dan Nona. Ada yang bisa aku lakukan untuk kalian?” tanya Jonathan dengan sopan, tak lupa ia membungkukkan tubuhnya sejenak. Sesuai protokol pelayanan yang diberlakukan di restoran ini. Callista tersenyum miring dibuatnya. Dengan sombong ia mengibaskan syal bulunya hingga mengenai wajah Jonathan. Bahkan pria itu ampai harus mengedipkan matanya berkali-kali karena terasa perih. “Tentu saja ada yang perlu kau lakukan untuk kami. Kami datang ke sini untuk makan. Kalau orang kaya seperti kami tidak makan di sini, maka restoran ini akan bangkrut dan kau tidak akan bisa mendapatkan gaji.” “Baik, kalian bisa memesan makanan melalui ponsel kalian masing-masing. Jangan sampai salah untuk menentukan nomor meja. Selanjutnya, aku yang akan mengantarkan makanan yang kalian pesan kemari.” Jonathan masih menjalankan perannya dengan profesional. Tak lupa ia menyunggingkan senyum yang sangat khas dari seorang pelayan sepertinya. “Baiklah, kami akan memesan makanan melalui ponsel. Dan pastikan bahwa kau yang akan mengantar makanannya. Aku akan menuliskan namamu di pesanan agar hanya kau yang membawakan kami makanan, sebanyak apa pun makanan yang kami pesan.” *** “BUKA PINTUNYA SEKARANG JUGA!!! Teriak Agatha tetap tidak kehilangan tenaga meski ia sudah berteriak sejak satu jam yang lalu. Sejak bangun tidur, Agatha sudah berniat jika hari ini akan pergi ke universitas. Ia tidak mau jika pendidikannya terputus begitu saja hanya karena sekarang ia sudah menikah. Fred dan Elena meregang nyawa karena Fred yang berhutang kepada James untuk membayar biaya kuliahnya. Agatha tidak mau jika perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh orang tua angkatnya berakhir sia-sia. Seharusnya sekarang Agatha dapat memperoleh pendidikan dengan lebih mudah mengingat jika statusnya sebagai sorang istri dari pengusaha terkenal telah diketahui banyak orang. James juga telah berjanji pada Agatha jika selama Agatha masih menjadi istrinya maka pria tersebut akan memenuhi semua kebutuhan Agatha. Dalam segala hal, itu artinya James juga harus mau membiayai dan mengizinkan Agatha untuk mengenyam pendidikan di jenjang yang lebih tinggi lagi. Bukankah seharusnya James senang jika istrinya masih mau kuliah? Hal tersebut pasti mengundang banyak pujian dari banyak pihak. Agatha juga berpikir sangat penting baginya untuk menyelesaikan pendidikan agar ketika nanti ia berpisah dengan James maka ia tidak perlu merangkak lagi untuk menyelesaikan pendidikannya. Ketika nanti mereka bercerai, Agatha harus sudah mempunyai gelar agar ia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Agatha yakin jika nanti statusnya sebagai mantan istri dari seorang James Hunt akan membuat hidupnya lebih mudah dan semua orang akan lebih menghargainya. “KUBILANG BUKA PINTUNYA AKU INGIN PERGI KULIAH!! TIDAKKAH KALIAN BISA MENDENGARNYA?” Agatha berteriak dengan frustrasi. Sudah satu jam dan sama sekali tidak ada yang menyahuti kalimat yang diteriakkannya. Padahal di luar kamarnya ada tiga orang wanita yang bekerja sebagai pelayan pribadinya. Mereka merupakan wanita yang dipilih oleh James secara langsung kemarin malam di sebuah yayasan penyalur kerja. Menurut James, Agatha harus tampil bak seorang putri kerajaan yang memiliki pengawal pribadi. Tak tanggung-tanggung, pria tersebut langsung menyewa tiga wanita terlatih sekaligus untuk menjadi pelayan pribadi Agatha. Bukannya merasa tersanjung, Agatha justru merasa jika semuanya terlalu berlebihan. Tangan dan kakinya masih berfungsi dengan baik yang membuatnya tidak begitu membutuhkan bantuan dari tiga pelayan tersebut. Dan lagi, Agatha bukan orang penting yang memiliki kesibukan tingkat tinggi yang membuatnya harus memiliki pelayan sebanyak itu. “KALAU MASIH TIDAK DIBUKA JUGA AKU AKAN MENDOBRAKNYA!” ungkap Agatha dengan murka. Setelahnya, ia terdiam selama beberapa detik. Dan ternyata masih tidak ada tanda-tanda jika akan ada orang yang merespons permintaannya. Agatha menarik napas gusar seraya menatap tajam pintu kamar. Ia menarik dan menghembuskan napas dengan cara yang kasar, lalu mundur beberapa langkah sebagai ancang-ancang. Tidak main-main dengan kalimatnya, Agatha memasang posisi kuda-kuda untuk mendobrak pintu yang ia yakini sangat kokoh tersebut. Namun, jika belum dicoba siapa yang tahu seberapa kuatnya pintu tersebut. Tanpa pikir panjang, Agatha berlari untuk mendobrak pintu berwarna putih yang menjadi penghalangnya untuk ke luar tersebut. Brukkk! Jantung Agatha terasa mencelos ketika tubuhnya hampir tumbang ke belakang setelah menabrak sesuatu yang kokoh. Bukan pintu yang berhasil didobraknya, melainkan tubuh James yang tiba-tiba masuk tepat ketika tubuh Agatha akan sampai pada pintu. “Apa yang kau lakukan?” tanya James dengan tajam. Agatha tidak fokus pada hal tersebut, ia justru bersyukur karna tubuhnya tidak jadi menghantam lantai berkat salah satu tangan James yang kini melingkari pinggangnya. Bolehkah Agatha berterima kasih pada suaminya tersebut? Rasanya iya, bahkan sekarang tangannya dengan lancang melingkar di leher James tanpa tahu malu. “Jawab pertanyaanku, apa yang kau lakukan? Apa kau akan berusaha untuk mendobrak pintu?” tanya James seraya melepaskan tubuh Agatha. Beruntung istrinya tersebut sudah dapat berdiri dengan normal hingga tidak terjatuh ketika ia melepaskan pinggangnya. Agatha terkesiap seraya menormalkan detak jantungnya. “Tentu saja aku akan mendobraknya. Sejak tadi aku berteriak meminta agar pintu kamar dibuka tapi tidak ada yang bisa mendengarku. Apa kalian semua tuli?!” James berjalan santai menuju sofa. “Tentu saja tidak ada yang bisa mendengarmu, dasar wanita bodoh! Kamar ini kedap suara!” Kalimat tersebut membuat Agatha membulatkan mulutnya seketika kemudian merengut kesal dan berjalan menghampiri James dengan wajah yang ditekuk. “Kenapa kau tidak mengatakannya? Seharusnya kau memberi tahu aku jika kamar ini kedap suara. Mungkin dengan begitu aku tidak akan berteriak seperti orang gila selama satu jam!” James malah tertawa melihatnya, ia menepuk sofa di sebelahnya untuk memberikan isyarat agar istrinya tersebut menghampirinya. Jangan heran mengapa mereka terlihat seperti pasangan yang berdamai, karna mereka telah memutuskan untuk bekerja sama sebagai suami istri yang baik agar mantan pasangan mereka yang telah berkhianat menyesal. Tanpa menolak Agatha pun langsung duduk di samping tubuh suaminya, sangat dekat sampai ujung lutut mereka saling bersentuhan. “Apa yang kau inginkan sampai berteriak selama satu jam?” “Aku ingin pergi kuliah. James kita sudah sepakat untuk menjalani peran pura-pura sebagai suami istri yang bahagia. Dan aku harap kau tidak akan melarangku untuk mengenyam pendidikan. Harusnya kau merasa senang, karena kau akan disanjung karena mau membiayai kuliahku. Banyak orang akan menilai jika kau adalah suami yang baik.” Agatha langsung menjelaskan keinginannya. Jika masalah pendidikan, ia tidak mau bertele-tele. Agatha ingin pergi ke universitas sekarang juga. Bukan mata kuliah yang ia rindukan, bukan pula dosen-dosen yang memiliki usia dan cara mengajar berbeda yang ingin ia temui. Melainkan tiga teman-temannya yang Agatha tebak sekarang pasti sudah tahu apa yang dialaminya dari televisi. Mereka pasti akan sangat mengkhawatirkan dirinya, dan Agatha sendiri pun sudah tidak sabar untuk berbagi cerita. Ia ingin bercerita mengenai bagaimana awalnya Jonathan menemuinya, membawanya ke salon, dan bagaimana akhirnya ia bisa menikah dengan pria yang telah membunuh orang tua angkatnya. Bahkan Agatha tidak menyangka jika dirinya akan merindukan Fahima dan Callista yang selalu mengganggunya dengan perdebatan mereka yang tidak berguna. “Tentu aku akan mengizinkanmu untuk kuliah, karena dengan begitu akan lebih mudah bagiku untuk menunjukkan betapa beruntungnya dirimu menjadi istriku.” Mendengar hal tersebut, Agatha tersenyum bahagia. Tidak ia duga jika suaminya tersebut tidak mempersulit keinginannya untuk berkuliah. Tadinya Agatha berpikir jika mereka harus beradu argumen terlebih dahulu sebelum sampai pada sebuah keputusan. “Kau serius? Jika begitu aku ingin pergi ke universitas hari ini juga.” “Ada hal-hal baru yang harus kau terapkan selama berkuliah. Kau akan diantar oleh salah satu sopirku, dan mendapatkan pengawalan. Tiga pelayan pribadimu pun akan selalu ikut bersamamu, termasuk ketika kau sedang kuliah. Kau harus terlihat seperti wanita yang hidup bersama seorang raja kerajaan. Anggaplah aku sebagai raja yang telah memanjakan selirnya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD