Langit sore yang belum tergores senja menjadi objek yang dipandang oleh wanita bernama lengkap Agatha Claire. Wanita muda itu termenung memikirkan apa yang telah terjadi dalam hidupnya hari ini. Dimulai dari bangun pagi dan mendapati Obie dan Opie yang masih tertidur di gubuknya.
Lalu mengunjungi makam kedua orang tua angkatnya. Hingga kedatangan Jonathan yang mengajaknya untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan temannya.
Sekarang Agatha mengerti mengapa pria yang sekarang ia anggap sebagai mantan kekasih itu memaksanya untuk memakai gaun berwarna putih yang indah, jelas saja jika pria itu telah mengatur rencana penukaran mempelai dengan sangat baik. Agatha juga sekarang tahu, Jonathan yang kerap kali termenung dan terlihat seperti tengah menanggung beban bukan karena pria itu kelelahan bekerja. Melainkan karena pria itu memikirkan ini semua.
Air mata Agatha kembali terjatuh ketika ia merasa telah dibodohi selama ini, Agatha baru menyadari jika sudah setahun ke belakang Jonathan tidak pernah lagi mengatakan cinta. Pria itu hanya selalu menyatakan bahwa dirinya menyayangi Agatha. Selalu kata sayang yang terucap dari bibirnya.
Agatha merutuki dirinya sendiri yang baru bisa memahami dan menyadari hal tersebut sekarang. Seharusnya Agatha bersikap lebih peka terhadap perubahan yang ada dalam diri Jonathan dan sadar diri jika dirinya tidak lagi diinginkan.
Agatha menutup kedua matanya karena air mata yang sudah terlalu banyak menggenang, membiarkan air mata itu jatuh meluruh ke pipinya membentuk aliran sungai kecil yang sendu dipandang mata. “Aku tidak tahu apa yang salah dariku hingga kau berpaling, John,” lirih Agatha dengan pilu.
Tubuhnya yang semula berdiri dan bertumpu pada pagar kini terduduk di atas lantai. Agatha tidak bisa menerima semua ini. Rasanya ia tidak pernah melakukan dosa yang sangat besar hingga membuatnya pantas mendapatkan ini semua.
Pertama, Agatha kehilangan orang tuanya di hari yang bersamaan dan tepat di depan matanya sendiri. Dan ke-dua, ia mendapatkan fakta jika ternyata selama ini ia telah dikhianati, bahkan ia dipaksa untuk menggantikan posisi pengantin wanita. Dan ke-tiga, Agatha harus menerima fakta mengejutkan jika pria yang menikahinya adalah pria yang sama yang telah menembak ayah dan ibu angkatnya.
Agatha menangis tersedu-sedu seraya menjambak rambutnya sendiri, tidak cukup sampai di situ, ia membenturkan keningnya pada pagar yang menjadi pengaman balkon yang kini ditempati olehnya. Tidak peduli jika ke keningnya akan memar dan kesakitan, Agatha tetap membenturkan kepalanya dengan kuat. Besar harapan dalam hatinya agar kegiatan yang sedang dilakukan olehnya bisa membuatnya kehilangan nyawa.
“Matilah dengan cara yang lebih elegan.”
Suara yang terdengar datar muncul di belakang tubuh Agatha. Hal itu membuat wanita yang tengah dirundung masalah tersebut menegang di tempat. Agatha terdiam seraya terus menangis, tetapi tidak lagi membenturkan kepalanya pada pagar.
Hanya saja, keningnya tetap bersandar pada pagar. Dirinya tidak perlu bersusah payah membalikkan badan untuk mengetahui sosok yang berbicara. Karena ia sudah cukup mengenal suara yang telah melakukan janji suci di atas altar bersamanya tadi pagi.
“Jangan membuat skandal, aku tidak ingin di media massa beredar kabar bahwa wanita yang baru saja kunikahi tewas dengan mengenaskan. Jika kau ingin mati, tunggulah beberapa bulan lagi. Dan aku akan menyiapkan diri untuk tampil sebagai pria berkabung untuk beberapa minggu,” ujar James dengan sinis, ia menendang pintu lalu masuk ke dalam kamar.
Tangis Agatha mulai mereda, karena ia memang meredakannya dengan paksa. Kedua tangannya bergerak untuk menghapus air matanya sendiri. Sungguh malang nasibnya, dibuang oleh kekasih yang selalu berkata sayang dan sekarang ia didapatkan oleh pria sombong dan bengis.
Pria itu tidak terlihat sedih atau marah karena pengantin wanitanya melarikan diri. James terlihat biasa saja saat mengucapkan namanya di atas altar, dan terlihat biasa saja saat mencium bibir Agatha setelah pemberkatan pernikahan selesai dilaksanakan.
Mengingat hal tersebut membuat Agatha kembali memegangi bibirnya. Tadi, James mencium bibirnya di hadapan banyak tamu undangan dan di hadapan pendeta sebagai tanda jika mereka telah sah sebagai suami istri. Agatha mengusap bibirnya dengan kasar, merasa tidak terima karena James telah berhasil menyentuh bibirnya.
Jika dipikir-pikir, mengapa James tidak marah saat tahu jika mempelai wanitanya telah berganti? Atau jangan-jangan ini adalah permainan James yang masih belum puas atas hutang yang dimiliki oleh Fred walaupun James sudah membunuh kedua orang tuanya?
Rasanya itu bukan sesuatu yang mustahil mengingat jika James bisa melakukan apa saja yang ia mau. Pemikiran itu membuat Agatha berdiri dengan emosi yang mulai mengudara di dalam hatinya. Kedua tangannya mengepal kuat seraya menatap tajam langit yang tak bersalah.
Lantas Agatha membalikkan tubuhnya dan menghampiri James yang tengah duduk dengan posisi santai di atas sofa yang ada di kamar pengantin. Hal tersebut tidak membuat James memberikan respons yang berarti, James tetap santai sembari membaca majalah pria yang berada di tangannya.
Agatha menarik napas kuat bersamaan dengan tangannya yang menarik majalah milik James dengan kasar dan membuatnya jatuh ke lantai. Agatha tidak merasa gentar walau kini pria yang telah berstatus sebagai suaminya tengah menatapnya dengan tajam.
“Katakan padaku apa yang telah kau lakukan!” gertak Agatha, dengan tangan yang mengepal di kedua sisi tubuhnya.
“Seharusnya aku yang berkata demikian, apa yang telah kau lakukan?” desis James dengan tajam. Namun tidak seperti Agatha yang berapi-api, ia tetap terlihat santai walau menyeramkan.
“Pasti kau sengaja mengatur rencana untuk menikahiku karena aku belum membayarkan hutan Daddy-ku padamu, bukan?” amuk Agatha tidak tanggung. Ia menatap nyalang suaminya tersebut tanpa rasa takut.
Mendengar hal tersebut, James terkekeh sinis. Lalu bangkit dan langsung mencengkeram wajah Agatha dengan kuat. “Kau pikir kau istimewa? Lihat siapa dirimu, dan apa kau berpikir pantaskah seorang pria sepertiku menginginkan wanita sepertimu? Maaf, tapi aku masih memiliki standar kualitas yang tinggi.”
Tubuh Agatha terjatuh ke lantai setelah James mendorongnya dengan kasar. Ia memegangi wajahnya sendiri yang merasa sakit karena ulah tangan suaminya tersebut. “Lalu mengapa kau tidak terkejut ketika aku yang menjadi pengantinmu?”
James kembali duduk dengan tenang di sofa, dan kembali membuka majalah yang tadi jatuh ke lantai. “Karena wanita tadi pun bukan pengantin yang sebenarnya.”
Agatha kembali bangkit. “Lalu siapa pengantin yang sebenarnya?”
“Itu bukan urusanmu sama sekali. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah bersyukur karena kau telah resmi menjadi istri dari seorang James Hunt. Tapi jangan berharap agar aku menjadikanmu sebagai Nyonya Hunt. Karena jabatan itu hanya pantas disematkan pada wanita berkelas dan terhormat.”