Tembakan

1575 Words
Sudah tiga puluh menit berlalu sejak Agatha mendatangi ruang kerja milik suaminya. Mungkin apa yang dilakukannya kini terbilang lancang, memasuki ruang kerja seseorang tanpa izin langsung dari pemiliknya. Namun, apa boleh buat? Siapa suruh membangun perpustakaan di dalam ruang kerja? Seharusnya James membangun perpustakaan di ruangan yang berbeda. Lagi pula, rumah ini tidak kecil. Menyisakan satu ruangan untuk perpustakaan tidak akan membuat James jatuh miskin. Ada tiga rak buku yang telah Agatha kunjungi, dan ia belum menemukan buku yang ia harapkan ada. Katanya, jangan menilai buku dari sampulnya. Namun, hanya dengan melihat sampul-sampul buku yang ada di ruangan ini saja Agatha sudah dapat membuktikan bahwa isinya akan sangat membosankan. Jika ia tidak salah menghitung, ada sekitar lima buku yang sudah coba ia periksa isinya. Dan benar seperti dugaannya, isinya sangat membosankan. Setiap lembarnya diisi dengan tulisan yang berukuran kecil dan sangat rapat. Bahkan Agatha merasa bahwa ia harus mengerutkan keningnya untuk setiap kalimat yang ia baca. Seharusnya Agatha sudah dapat menebak, beginilah selera buku untuk pria semacam James. Tidak ada buku novel, kumpulan sajak dan kata-kata mutiara, ataupun buku motivasi yang berisi tata cara mencintai diri sendiri. Yang ada hanya buku mengenai saham, perpajakan, dan segala judul yang berkaitan dengan bisnis. Jadi ini rahasia suksesnya? Jika ini adalah rahasia suksesnya maka Agatha akan menirunya. James itu seorang pria sukses yang namanya sudah tersohor di mana-mana. Walau Agatha tidak begitu tahu tentang suaminya tersebut. Tetapi ia mengingat mengenai ucapan Elva dulu yang mengatakan bahwa James bukanlah pria yang ‘main-main’. Sebuah buku di rak terakhir akhirnya di pilih oleh Agatha. Sebuah buku paling tebal dengan judul ‘Kunci Sukses Memulai Usaha’. Jika saja Agatha melemparkan buku tersebut ke kepala James, maka pria itu pasti akan sangat kesakitan. Buku yang dipegangnya sangat tebal, hampir menyetarai ketebalan buku Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bahkan Agatha perlu mengerahkan sedikit usaha untuk dapat memindahkannya dari rak ke lantai. Wanita dengan gaun hitam selutut yang dikenakannya tersebut duduk berselonjor kaki di bawah rak. Tak peduli jika dinginnya lantai mulai menembus masuk ke kulitnya. “Mungkin ini buku yang dibaca James ketika dulu memulai usaha. Well, aku akan membacanya sekarang. Siapa yang tahu jika dikemudian hari aku ditakdirkan untuk mengikuti jejaknya bukan?” Sampul buku tebal tersebut terbuka dan menampilkan sampul dalam yang memberikan informasi terkait penulis, penerbit, pengedit, dan segala lainnya. Itu bukanlah bagian yang menarik, tetapi ada nama James Hunt dii sana yang berposisi sebagai penulis. Untuk memastikan dugaannya, Agatha kembali menutup buku tersebut dan melihat nama yang tertera di sampul depan. Dan ternya benar, ada nama suaminya di sana. Agatha tidak menyangka jika suaminya bisa menulis buku setebal ini. Seorang pria super sibuk seperti James Hunt bisa menulis buku? Sepertinya aneh untuk didengar, Agatha yakin pasti ada tangan orang lain yang bekerja di sini. Bukan merupakan suatu rahasia lagi jika banyak orang tersohor yang menerbitkan buku atas namanya, padahal ada jasa penulis bayangan yang bekerja di belakang layar. “Tidak mungkin pria sombong seperti dia bisa menulis buku setebal ini! Pasti buku ini dibuat hanya untuk pencitraan dirinya sebagai pengusaha sukses. Mana mungkin dia mau menyempatkan waktu untuk duduk di depan laptop dan mengetik semua ini? Kepalanya pasti akan meledak sebelum ia menyelesaikan tulisannya.” Agatha bergumam sendiri seraya mulai membuka bagian pertama dari buku yang ia letakkan di lantai. Pembukaan yang menarik, meski buku ini dibuat dengan tema yang serius, nyatanya pembawaan yang dituangkan dalam bentuk tulisan sangat santai. Bahkan saking santainya Agatha merasa jika dirinya tengah diajak mengobrol oleh sebuah buku. Pasti penulis bayangan yang dibayar James sudah berpengalaman dan membutuhkan bayaran yang sangat mahal untuk menggunakan jasanya. Dilanjutkan ke bab pertama, di sini mengisahkan James yang sukses dan disegani banyak kalangan. Tak tanggung-tanggung, di bab ini pun disebutkan berapa jumlah kekayaan yang dimiliki pria itu. Bahkan Agatha sampai dibuat ternganga melihat nominal yang tertulis. “Benarkah aku menikah dengan pria sekaya ini? Oh Tuhan! Aku tidak tahu harus menganggapnya sebagai sebuah kesialan atau justru keberuntungan.” Agatha menarik apas sejenak, kemudian kembali melanjutkan bacaannya. Paragraf selanjutnya menceritakan bagaimana perasaan James ketika melihat kerajaan bisnisnya semakin memperluas jaringan di berbagai negara. Rasanya agak berlebihan ketika Agatha membaca bahwa James merasa ‘berbunga-bunga’ yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana perasaan pria itu. “Rasanya itu tidak cocok. Dia pria yang sombong, menyebalkan, sadis, dan kejam. Sesenang apa pun perasaannya tak layak untuk dikatakan berbunga-bunga. Karena dia adalah pria yang berapi-api,” ujar Agatha seraya menunjuk buku yang ada di hadapannya. Sekarang ia suah benar-benar kehilangan akal sehatnya untuk sejenak. Mengajak ngobrol sebuah buku yang jelas tidak akan bisa menjawabnya selain menampilkan tulisan yang memang sudah tercetak. “Apa yang sedang kau lakukan dan apa yang baru saja kau katakan?” Suara dingin yang menyengat memasuki indra pendengaran Agatha. Rasanya ia baru saja menerima bisikan iblis jahat yang berada di ruangan ini. Tapi sayangnya, iblis yang ia maksud adalah James—suaminya sekaligus dalang dibalik penembakan yang menewaskan Fred dan Elena. Jika saja ia bukan wanita yang lemah maka otak kecilnya pasti sedang menyusun rencana untuk balas dendam pada pria yang entah sejak kapan sudah duduk di kursi kerjanya. Bahkan Agatha tidak mendengar sama sekali jika pintu ruangan ini sempat terbuka. Karena tak mungkin jika suaminya tersebut masuk tanpa melewati pintu, dia bukan makhluk tak kasat mata yang bisa masuk hanya lewat kedipan mata. “Sepertinya kau bisa melihat apa yang sedang aku lakukan dan mendengar apa yang sedang kukatakan,” balas Agatha mencoba untuk berani. Padahal hatinya sejak tadi dirundung rasa takut tak karuan yang ia rasakan setiap berada dalam jarak pandang suaminya. Ditambah kejadian tadi saat James kembali menggagahinya membuat nyali Agatha kian menciut. “Yang kulihat adalah kau sedang membaca bukuku dan sedang mengumpatiku.” “Kau sudah tahu, lantas mengapa kau bertanya?” “Apa kau tidak ingin meminta maaf karena sudah masuk ke dalam ruanganku tanpa izin, kemudian membaca bukuku, dan terakhir mengumpatiku?” tanya James dengan sinis. Tak lupa ia memasang senyum penuh intrik pada istrinya yang masih saja berselonjor kaki di bawah lantai. Agatha menutup buku yang dibukanya dengan kasar. “Bukankah aku ini istrimu? Jadi apa yang kau miliki maka aku berhak menikmatinya. Tidak peduli bagaimana alasannya hingga kita bisa menikah, karena aku tahu tidak ada yang diuntungkan sama sekali dari pernikahan ini. Tapi yang pasti, sekarang aku adalah istrimu dalam pandangan hukum ataupun pandangan negara.” “Sepertinya kau sangat menyukai status barumu?” James bertanya dengan selingan tawa ringan. Yang mana tawanya tersebut tak ubah layaknya iblis jahat yang berasal dari neraka di mata Agatha. Jelas sekali ada ejekan di dalam kalimatnya. “Sama sekali tidak. Kau tahu? Lebih baik bagiku untuk tidak menikah sama sekali daripada aku harus menikah denganmu yang sudah membunuh kedua orang tuaku!” ujar Agatha yang terbawa emosi. Dirinya sekarang telah berubah, tidak seperti Agatha yang dulu penuh kelembutan ketika bersama Jonathan. James tertawa dengan santai sembari memutar kursi yang tengah diduduki olehnya. Tak ada sorot penyesalan sama sekali di wajahnya. Dan ia memang tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya kepada Fred dan Elena. Menurutnya itu adalah sesuatu yang pantas untuk mereka. “Biarkan aku mengingatkanmu jika kau lupa. Mereka mati ditanganku karenamu. Andai kata kau tidak merengek dan memaksakan diri untuk kuliah, mungkin sekarang mereka masih berada di dunia ini dan hidup susah bersamamu.” Agatha terdiam mendengarnya. Kembali merasa sedih dan bersalah atas apa yang terjadi pada kedua orang tua angkatnya. Bahkan Agatha belum sempat membalas kebaikan mereka, tetapi Tuhan sudah lebih dulu memanggil mereka kembali. Agatha menatap lirih pada James, “Tapi tetap saja kau yang membunuh mereka. Andai saja kau mau berbaik hati sedikit.” “Berbaik hati katamu? Itu sama sekali tidak ada dalam daftar hidupku.” James tertawa hambar seraya mencemooh ke arah Agatha yang masih betah untuk mempertahankan posisinya. “Sudahlah, yang lalu biarkan berlalu. Fred dan Elena tidak akan hidup kembali. Sekarang, setidaknya kau harus bersyukur karena hidup dalam gelimang harta yang kumiliki. Omong kosong bila dalam pernikahan ini tidak ada pihak yang diuntungkan, karena kau jelas mendapatkannya.” “Kalau begitu kau juga mendapatkan keuntungan. Aku menyelamatkanmu dari rasa malu yang diakibatkan oleh pelarian yang dilakukan oleh pengantinmu. Apa jadinya jika headline berita berjudul ‘Ada apa dengan James Hunt hingga ditinggalkan oleh Emily?’, itu pasti akan sangat memalukan!” James mengeram marah pada Agatha yang berani membalikkan kalimatnya dengan lancang. Ia bangkit dari kursinya dengan gaya yang sangat tidak santai. “Kenapa kau berani sekali padaku? Apa kau tidak memiliki ketakutan jika aku membunuhmu seperti Fred dan Elena.” Bukannya merasa takut, Agatha justru berdiri dengan menantang. “Kenapa kau tidak membunuhku saja? Itu seperti tawaran masuk ke surga bagiku! Daripada aku harus hidup bersamamu, aku lebih baik mati menyusul orang tuaku!” James menggertakkan gigi-giginya. Lebih baik mati daripada hidup bersamanya? “Baiklah jika itu yang kau inginkan,” desis James tajam dengan yang menyorot langsung ke arah wanita yang baru dinikahi olehnya beberapa hari yang lalu. “Jangan salahkan aku jika kau mati ditanganku hari ini. Dan temuilah orang tua tidak bergunamu di akhirat. Katakan pada mereka bahwa aku akan tetap menagih hutang di akhirat kelak.” Tubuh Agatha mulai bergetar ketika melihat tangan James yang perlahan-lahan mengeluarkan sebuah pistol dari sela pinggangnya. Agatha ingat dengan jelas jika pistol tersebut yang menjadi senjata mematikan bagi kedua orang tuanya. Namun, dengan sisa-sisa keberanian Agatha berkata, “Kau tidak akan bisa menagih. Karena di akhirat kelak kita tidak akan berada di tempat yang sama. Neraka adalah tempat yang cocok untuk iblis berwujud manusia sepertimu!” DOR!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD