“Brother betulan pulang sekarang?” tanya Brielle tak rela melepas kepergian kakaknya.
Bryan menggenggam tangan mungil Brielle, tangan sekecil itu telah menciptakan banyak sekali karya seni estetik yang bernilai sangat tinggi. Tangan ini pulalah yang membuat Bryan maupun kedua orang tua mereka melewati banyak hal demi kelangsungan hidup Brielle.
“Brother bakal ngunjungi Brielle lagi kok, nggak bakal lama sayang” jawab Bryan lembut, dia tahu betul ucapannya tak akan bisa membuat hati Brielle senang begitu saja. Di lihat dari sudut manapun wajah Brielle memang tengah bersedih memikirkan kepergian kakaknya dalam beberapa menit.
“Hei dear, brother janji bakal bawa kamu ke makam kak Bentley” bisik Bryan di telinga Brielle.
Seketika Brielle melotot mendengarnya, “Apa!? Brother serius mau kesana?”
Bryan mengangguk pelan, “Brother, kalo papa tahu gimana? Brother tahu kan mama masih nggak bisa nerima kalo kematian kak Bentley nggak wajar?” tanya Brielle setengah berbisik.
“Hemm, asal kamu nggak bilang-bilang mama pasti nggak masalah, ingatkan kita sampai sekarang belum pernah mengunjungi makam kakak kan?” tanya Bryan.
Brielle sedikit berpikir, “Iya juga sih, kita sama sekali nggak pernah mengunjungi makam kak Beben” gumam Brielle sendiri.
Bryan memegang kedua tangan adik satu-satunya itu, “Makanya, brother minta kamu sabar dulu sampai brother datang menjemputmu. Kita pulang ke Indonesia dan mengunjungi makam kak Beben, toh nggak ada salahnya kalo kita mengunjungi kakak. Dia juga kakak kandung kita loh, dia pasti kangen sama Brielle, mama pasti pasti paham dengan niat baik kita” bujuk Bryan.
Brielle mengangguk setuju dengan ide gila dari Bryan kali ini, “Tapi dengan satu syarat” ucap Bryan lagi.
“Brielle jangan nakal bikin Opa sama Oma khawatir, Brielle janji sama brother bakal jaga Oma setiap hari” lanjut Bryan.
‘Benar juga, kesehatan Oma adalah yang utama sekarang. Aku nggak bisa memikirkan apapun selain Oma dan kuliahku di Inggris’
Brielle mengangguk setuju dengan tawaran sang kakak, dalam beberapa menit kemudian tubuh Bryan sudah tidak terlihat kembali di hadapan matanya. Bryan telah kembali ke Indonesia meninggalkan dia di Inggris bersama kedua kakek neneknya.
Brielle juga tidak bisa menahan Bryan berlama-lama bersamanya di Inggris, Bryan memiliki jadwal pekerjaan yang padat. Menjadi seorang CEO dan penerus bisnis keluarga memanglah tidak semudah yang di bayangkan, Brielle sering berandai jika saja kakaknya Bentley masih hidup mungkin kedua kakaknya akan bekerja sama dan menjadi penerus yang sangat hebat.
‘Aaah tapi semuanya hanya angan-angan aja, nggak mungkin kan kak Beben balik hidup lagi..’ ucap Brielle tatkala mengingat saudara kembar Bryan.
*
Hari-hari yang di lalui oleh Brielle semenjak di tinggalkan oleh Bryan tidaklah seindah sebelumnya, kesehatan Oma semakin lama semakin memburuk bahkan Oma berulang kali keluar masuk rumah sakit karena penyakit yang ia derita.
Tepat setelah satu bulan berjuang memerangi penyakit, Oma menghembuskan napas terakhir di rumah sakit. Tak ada yang bisa Brielle lakukan selain menangisi kepergian beliau, Brielle tak hentinya menangis walaupun Christ dan Angela datang untuk pemakaman Oma.
Brielle rasa dia telah gagal memegang janji untuk menjaga Oma, nyatanya Tuhan lebih sayang pada Oma dan menjemput Oma saat Brielle menggenggam tangannya.
“Hei dear, kamu baik-baik saja? Papa dan mama khawatir sama kamu, kalo kamu udah dengar pesan suaraku ini segera telpon brother ya” itulah salah satu dari puluhan pesan suara yang di kirimkan oleh Bryan pada Brielle.
Namun Brielle tetap tidak bergerak dari kamarnya maupun berselera makan, kematian Oma terlalu mendadak untuknya. Bagi Brielle Oma adalah seseorang nenek yang merangkap menjadi Ibu, sikapnya yang sabar dan selalu tersenyum dapat membuat hari Brielle berwarna seketika.
Namun sekarang kepergian Oma terasa begitu meninggalkan luka batin yang mendalam, Brielle merasa kehilangan sosok yang menuntunnya setiap saat.
“Hiks, nyebelin! Udah tahu Oma bakal di makamkan secepatnya tapi brother gak bisa datang, malah dia seneng-seneng sama istri barunya!” gumam Brielle kesal.
Dia tak menjawab ratusan panggilan yang di lakukan oleh Bryan, nyatanya Bryan malah di landa stress berat pasca ia mendengar kematian sang nenek. Bryan bahkan tega melempar botol bir pada istrinya, semua hal yang di bayangkan oleh Brielle memang tak sesuai kenyataannya.
Beberapa bulan setelah kabar kematian sang Oma, Brielle banyak menghabiskan waktu untuk terus menciptakan banyak karya seni. Brielle bahkan tak pernah sadar bahwa karyanya akan membuatnya menjadi seniman muda berprestasi di tanah air dalam waktu yang cukup singkat.
Hingga ia di dapuk menjadi salah satu donatur dalam pameran seni di London, tentu saja pameran seni kali ini hanya di hadiri oleh orang-orang elit dari kalangan atas. Tak di sangka profesor di kampus meminta Brielle untuk menyumbangkan beberapa karya dan bersaing bersama seniman hebat lainnya.
Hal ini di karenakan pada pameran sebelumnya di Indonesia, karya Brielle menjadi daya taruk utama dan menjadi seniman paling banyak mendapatkan donasi. Prestasi inilah yang membuatnya makin di kenal oleh banyak orang apalagi dengan seninya yang unik.
“Sayang, papa seneng banget kamu jadi salah satu orang yang menyumbangkan karyamu di pameran nanti. Mama juga bangga sama kamu nak, mama yakin lukisan Brielle pasti banyak di minati orang”
Brielle tak henti-hentinya menerima pujian sedemikian rupa dari semua orang di sekitarnya, termasuk kakaknya Bryan. Karya seni kali ini pun tidak berbeda dari sebelumnya, semua uang uang terkumpul dari para pesohor dunia akan di berikan pada orang yang membutuhkan.
Yup memang seperti itulah dunia Brielle, menjual karya seni miliknya yang menakjubkan pada orang-orang kaya lalu menyumbangkan seluruh nominal fantastis yang ia hasilkan. Tak ada keraguan sedikitpun bagi Brielle jika hasilnya di berikan pada sesama manusia.
‘Eh, ngomomg-ngomong soal brother aku dengar istrinya sudah hamil sekarang. I wonder what she’s look like, but I'm pretty sure she is an actress’ ucap Brielle dalam hati ketika ia masih menyelesaikan semua lukisan di depan matanya.
Pada pameran kali ini Brielle membuat karya seni yang tak bisa di lihat dengan mata biasa, Brielle membuat karya seni dengan cat khusus yang hanya bisa menyala dengan cahaya tertentu.
Dalam waktu dekat dia akan pulang ke Indonesia dan mengunjungi keluarganya, tentu saja Brielle tak akan melewatkan waktu bersama istri Bryan. Walaupun kakaknya sangat pelit dan melarang Brielle untuk menghubungi Cassandra namun Brielle tetap nekat untuk mencari cara agar bisa bercengkrama dengan Cassandra.
Namun satu-satunya alasan mengapa dia bersemangat pulang ialah saat ia teringat akan pria misterius berwajah kalem. Pria itu tak henti-hentinya membayangi Brielle dalam beberapa bulan terakhir, yang membuatnya gusar karena wajah pria di pameran itu tak bisa dia lupakan begitu saja.
Brielle berhenti menyusun karya seninya dan meletakkan benda kristal berukuran kecil di meja kerjanya, Brielle meraih secangkir teh hangat dan berjalan pelan menuju jendela ruang kesenian di rumahnya. Brielle memandang beberapa bangunan yang menjulang tinggi jauh dari rumahnya.
Menikmati secangkir teh hangat di iringi hujan rintik-rintik di sore hari menjadi kenikmatan tersendiri untuk Brielle. Gadis berambut coklat terang itu kembali menatap lukisan setengah jadi yang akan menjadi lukisan paling bersejarah untuknya.
‘Aku tak tahu apa ini sudah cukup, tapi aku persembahkan karya terbaikku untukmu’ gumam Brielle dalam hati.
Senyuman manis kembali terukir di kedua sudut bibirnya, manis rasa teh semakin menghangatkan jiwa Brielle. Jarinya menggenggam erat cangkir antik bunga berwarna putih peninggalan orang paling ia cintai, mendung di sore ini menambah kesan tenang di hatinya.
Dalam sekejab saja Brielle mendapatkan semangat baru kembali, ia meletakkan potongan mungil kristal berwarna terang di setiap ukiran kanvas raksasa. Potongan kristal itu tak akan mampu di lihat dengan mata kepala telangang. Brielle menempatkan setiap potongan sangat teliti tanpa satupun potongan kristal yang tertinggal.
*
Pameran yang akan di gelar dalam beberapa bulan itu pun mulai dekat, namun Brielle harus beristirahat sejenak dari aktifitasnya di dalam ruang seni. Tepat pada bulan ke tujuh ini, Brielle di haruskan untuk pulang ke Indonesia dan ikut serta merayakan pesta menyanbut tujuh bulanan Cassandra.
Seperti yang telah dia duga, rumahnya nampak sangat berantakan dan siap untuk di tata ulang sesuai dengan permintaan Bryan. Cassandra sang istri sangat menyukai warna putih sehingga pesta pun harus meriah, walaupun Cassandra tak pernah memintanya.
“Brother mana, ma?” tanya Brielle saat mendekati mamanya tengah menata bunga tulip.
“Lagi ada keperluan ke Italia, kamu nggak denger dari Cassandra?”
Brielle diam saja tak bisa menjawab, “Apa masalah sama cewek gila itu masih belum selesai ma?”
“Cewek gila siapa? Vanessa maksudmu?”
Brielle mengangguk, “Hemm mama kurang tahu deh sayang, kakakmu cuma bilang kalo dia ada keperluan penting di Italia. Dia juga bawa Andre dan pengawal yang lain”
Brielle tahu betul Bryan tak akan pernah absen menghadiri acara keluarga apalagi acara ini milik istrinya, namun sekali lagi Brielle tak bisa berbuat banyak. Kakaknya bukanlah tipe pria yang mudah di tebak, hari ini bisa saja dia baik pada semua orang namun besok Bryan bisa menjadi iblis bertanduk empat di kepalanya.
Keterkejutan Brielle semakin menjadi saat mata cantiknya menatap sosok yang tengah ia cari selama berbulan-bulan ini. Sosok pria pencuri hatinya, dalam waktu singkat saja hati Brielle semakin membeku tak karuan. Kedua bola mata pria itu menatap lembut mata Brielle yang mengkristal indah, sekali lagi pria di depannya ini tak henti membuatnya takjub.
“Halo, nona Anderson” ucap pria itu dengan senyuman terukir indah di kedua sudut bibirnya.